Wednesday, 5 November 2014

Pertemuan Tak Terduga



Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi tetapi aku sudah harus berangkat kalo tidak aku bisa terlambat. Aku berjalan menuju halte di depan perumahanku. Tak lama kemudian kopaja yang sering kunaiki pun datang. Aku pun bergegas naik kedalamnya.
Hanya tersisa sebuah kursi disana. Seorang cowok sebaya denganku duduk disana dan tertidur. Aku duduk disebelahnya. Cowok itu tertidur sangat pulas. 'Cowok yang tampan' ujarku dalam hati.
30 menit perjalanan aku pun sampai di sekolahku. Ternyata cowok itu juga turun di tempat yang sama denganku. Dari seragamnya aku baru sadar bahwa dia adalah murid Nusa Bangsa. Sekolahnya bersebelahan dengan sekolahku.
"Taniya.." Seseorang memanggilku dari belakang. Aku menoleh dan kulihat Puri sedang berlari menghampiriku.
"Hai ri." Ujarku tersenyum. "Tumben jam segini udah dateng."
"Hehe, Oh iya gue mau cerita ni." Ujarnya berseri-seri.
"Cerita apa?" Ujarku bingung.
"Gue lagi tertarik sama seseorang." Ujarnya saat kami sampai dikelas.
"Siapa? Erdy?" Ujarku asal.
"Ko Erdy si? Dia mah udah kelaut." Ujar Puri sambil cemberut.
"Terus siapa? Adit? Putra? Satria? .." Belum sempat aku melanjutkan ucapanku Puri buru-buru menyelanya.
"Stop stop tebakan lo gak ada yang bener." Ujarnya sebal. Puri memang cantik makanya banyak cowok yang mengejar-ngejar dia.
"Terus siapa dong?" Ujarku penasaran.
"Ommy, dia anak Nusa Bangsa yang disebelah sekolah kita."
"Ommy? Baru lagi ni kayanya. Si Roy gimana tuh?" Ujarku bingung.
"Roy mah gue udah putusin kemaren. Jadi Ommy itu temen SD gue dulu. Dulu si dia gendut eh sekarang jadi ganteng pake BGT lagi." Ujar Puri. Puri memang sering melihat cowok dari luarnya. Dia sangat slektif apalagi memilih cowok.
"Jadi lo suka sama dia gara-gara dia sekarang jadi ganteng gitu?" Ujarku meledeknya.
"Ya gak gitu juga, gue kemaren gak sengaja ketemu dia. Bawaannya yariz, Nya. Udah gitu kata temen gue dia dulu pernah suka sama gue." Ujarnya berbinar-binar. Untuk masalah matre Puri itu nomor satu. Penampilan baru yang kedua.
"Matre lo." Ujarku sambil tertawa.
"Ye, matre pangkal bahagia tau." Ujarnya sambil mengibaskan rambut panjangnya.
***
Keesokkan paginya aku kembali bertemu dengan cowok itu. Begitu seterusnya hingga 3 hari berturut-turut.
"Lo lagi." Ujar cowok itu saat aku duduk disebelahnya. Aku hanya tersenyum.
"Gue gak boleh duduk sini ya?" Ujarku.
"Kalo lo mau berdiri si gak apa-apa." Ujarnya santai.
"Berarti gue boleh duduk di sini." Ujarku sambil nyengir.
"Ya gue tau si lo pasti mau deket-deket gue." Ujarnya PD.
"Ye, pede lo." Ujarku menyenggol tangannya.
"Ahaha, gue Tommy. Lo?" Ujarnya memperkenalkan diri.
"Gue Taniya." Ujarku tersenyum.
Tak lama kemudian kami pun sampai di halte sekolah. Dan kami berpisah di sana. "Gue duluan ya." Ujarnya mengedipkan sebelah mata.
"Sipp." Ujarku sambil tersenyum. Kurasa aku mulai menyukainya.
Waktu berjalan dengan cepat. Tak terasa jam pulang pun sudah tiba. "Nya, ikut gue yuk." Ujar Puri mengajakku pergi.
"Gue harus buru-buru pulang say. Nanti mau ada tamu soalnya." Ujarku menolak.
"Yah, yaudah deh gue pergi sama Haris aja."
"Haris? Baru lagi?" Ujarku menepuk jidat.
"Hehe, selingan, target utama si masih Ommy. Btw gue duluan ya." Ujarnya nyengir kuda dan dia segera berlalu.
"Ri, Ri, kapan si lo taubatnya." Ujarku lesu.
***
Waktu menunjukkan pukul 2 sore. Tante Lia datang bersama anaknya. Tante Lia adalah sahabat mamah waktu SMA. Aku membantu mamah membawakan makanan untuk tante Lia dan anaknya.
Aku memasuki ruang tamu. Aku terkejut ketika melihat anak tante Lia adalah Tommy. "Taniya?" Ujarnya kaget. Aku hanya tersenyum.
"Kalian udah saling kenal?" Ujar tante Lia heran.
"Kalo gitu kamu ajak Tommy ngobrol aja ke dalem. Mamah mau ngobrol sama tante Lia." Ujar mamah senang karna bisa bernostalgia tanpa diganggu oleh anaknya.
"Iya mah." Ujarku menurut.
"Ini pasti cuma kebetulan." Ujarku ketika kami tiba di depan ruang tv.
"Kebetulan?" Ujar Tommy bingung.
"Iya, kita ketemu di kopaja udah 3x dan sekarang dirumah gue."
"Itu namanya takdir bukan kebetulan." Ujar Tommy. "Eh lo ada film bagus gak?" Ujarnya lagi.
"Bentar, coba gue liat dulu." Ujarku mencari DVD film dibawah laci TV. Tommy menghampiriku. Jarak kami sangat dekat hingga membuat jantungku berdegup kencang.
"Kita nonton ini aja." Ujarnya sambil menunjukkan DVD film horror.
"Gimana kalo ini aja?" Ujarku menunjukkan DVD film kartun.
"Lo takut ya?" Ujarnya nyengir.
"Gak ko." Ujarku menutupinya.
"Kita nonton ini berarti." Ujarnya mengeluarkan DVD yang ia pegang.
"Gue ambil cemilan dulu di dapur." ujarku lesu.
"Sipp."
Lima menit kemudian aku kembali membawa beberapa cemilan dan orange juice. Aku heran ketika melihat film yang ia tonton adalah film kartun bukan film horror. Aku memberikan segelas orange juice kepadanya.
"Lo gak jadi nonton horror?" Ujarku heran.
"Gak, lagi mau nonton yang lucu aja." Ujarnya santai sambil memakan cemilan yang aku bawa.
Dua jam berlalu dan film pun berakhir. Memang Tommy tak banyak bicara namun aku bisa merasa nyaman didekatnya.
"Udah jam 5." Ujarnya melihat jam tangan yang ia kenakan.
"Iya, kayanya yang lagi kangen-kangenan lupa waktu deh." Suara tertawa mamah dan tante Lia masih terdengar.
"Nyokap kalo gak diingetin bisa sampe malem." Ujar Tommy menganggkat bahunya. Kami berjalan menuju ruang tamu. "Mah, udah jam 5." Ujar Tommy.
"Oh iya jeng, saya pulang dulu ya. Takutnya si mas pulang gak ada siapa-siapa di rumah."
"Iya jeng, kapan-kapan saya yang main ke sana." Ujar mamah.
"Gue balik ya, sampe ketemu di kopaja." ujar Tommy nyengir.
"Sipp." ujarku tertawa.
Tante Lia dan Tommy pun pulang. Hari ini aku merasa lebih dekat dengannya.
***
Pagi pun tiba, hari ini aku bangun lebih awal karna aku takut ketinggalan kopaja yang dinaiki Tommy. Hari ini kalo aku ketemu dia lagi berarti kita jodoh. Ujarku tersenyum melihat pantulan bayanganku di kaca.
Aku berjalan menuju halte di depan perumahanku. Aku melirik jam tanganku. 'Kemaren pas jam segini aku berangkat.' Tak lama kemudian kopaja pun datang. Aku menaikinya. Namun, aku tak menemukan Tommy di sana. Aku berjalan lesu menuju kursi yang kosong.
"Apa kita gak jodoh?" Keluhku pelan.
30 menit kemudian aku pun sampai di sekolah. Dengan malas aku langkahkan kakiku menuju kelas. Kelas masih sepi tidak ada orang tetapi hanya ada tas yang ditinggalkan di atas meja. Aku duduk di kursiku dan merebahkan kepalaku di meja.
"Taniya..." Seseorang mengagetkanku.
"Hmmm.." Ujarku lesu.
"Lo kenapa si lesu banget." Ujar Puri sebal melihat reaksiku.
"Iya lagi lemes. Ada yang lagi seneng kayanya." Ujarku menyenggol tangannya.
"Hehe, tau aja. Tadi Ommy jemput gue." Ujar Puri senang.
"Si Haris gimana?" Ujarku bingung.
"Haris kan cuma selingan." Ujarnya cuek.
"Jahat banget lo." Ujarku mencubit pingangnya.
"Aw, sakit tau. Oh ya, nanti sore ada tanding basket Nusa Bangsa lawan Bakti Mulya. Nonton yuk."
"Ah males." Ujarku malas.
"Ada Ommy main, sekalian gue kenalin lo sama dia." Ujar Puri semangat. "Pokoknya lo harus dateng ya sayang." Ujarnya mencubit pipiku.
"Hmmm gak janji ya." Ujarku.
"Ok, gue jemput jam 3 ya." Ujarnya tanpa memperdulikan ucapanku. Puri memang begitu selalu egois. Namun sebenarnya dia adalah teman yang paling care.
***
Waktu menunjukkan pukul setengah 3. Aku masih tiduran di kamar. Aku malas pergi. Aku masih memikirkan kejadian tadi pagi. Ceklek, suara pintu kamarku terbuka.
"Taniya, ko lo belum siap-siap." Ujar Puri masuk ke dalam kamarku.
"Aduh si nenek dateng lagi." Keluhku pelan.
"Pertandingannya jam setengah 4 kita gak boleh telat tau." Ujarnya mengoceh.
"Iya, iya. Gue mandi ni." Ujarku malas.
"Cepetan ya." Ujarnya tersenyum menang karna aku mau menuruti ucapannya.
Lima belas menit kemudian aku pun sudah siap. Tanpa basa-basi lagi Puri mengajakku untuk buru-buru berangkat. Akhirnya kami pun tiba pukul setengah 4 lurang 10 menit. "Gue ke Ommy dulu ya, nanti pas selesai pertandingan gue kenalin dia ke lo." Ujar Puri dengan semangat.
"Oke." Ujarku singkat.
"Taniya." Suara seseorang memanggilku.
"Valdi." Ujarku kaget.
"Lo ngapain?" Tanyanya heran.
"Nonton basket."
"Maksud gue lo ngapain sendirian di sini?"
"Oh, itu gue nemenin temen gue. Eh dia lagi ketemu temennya dulu. Jadi gue ditinggalin deh." Akuku. "Lo sendiri ngapain di sini?"
"Gue mau tanding, lo gak liat gue pake baju basket?" Ujarnya nyengir.
"Oh iya, sukses yah."
"Eh btw gue mau ke lapangan dulu, do'ain gue menang ya." Ujarnya pamit.
"Sippp." Ujarku tersenyum. Aku berjalan memasuki tempat penonton. Di sana Puri sudah duduk manis.
"Lo kemana aja si?" Ujar Puri bt.
"Jalan-jalan, abis lo ninggalin gue si." Ujarku asal. Aku melihat Valdi di tim Nusa Bangsa ia tersenyum kepadaku dan aku pun membalasnya.
"Eh lo kenal sama dia?" Ujar Puri heran.
"Iya, sahabat gue waktu SMP. Kenapa emang? Lo suka ya?" Godaku.
"Bukan, itu temennya Ommy." Ujar Puri.
"Ohh, terus Ommy lo mana?" Ujarku penasaran.
"Itu yang diri disana." Ujar Puri menunjuk kearah seorang cowok yang berdiri sebagai kapten. Aku menoleh kearah tunjukkan tangannya. 'Tommy.' Ujarku dalam hati.
"Gimana menurut lo?" Ujarnya nyengir. Aku masih diam tak percaya. "Taniya." Ujar Puri mengagetkanku.
"Eh iya."
"Lo ko bengong si." Ujar Puri. Pikiranku sangat kacau saat ini. Pertandingan pun berlalu dengan cepat. Tim Nusa Bangsa memenangkan pertandingan. Aku dan Puri keluar dari tempat pertandingan. Puri mengajakku menemui Tommy.
Tommy dan Valdi sedang beristirahat sedangkan anggota yang lain sudah pergi untuk mengganti pakaian.
"Sayang selamet ya." Ujar Puri menghampiri Tommy. Aku berjalan perlahan menghampiri mereka. "Mereka udah jadian" ujarku lirih.
"Tan, lo temennya Puri." Ujar Valdi.
"Eh iya." Ujarku singkat. Tommy menyadari kehadiranku. Dia melihatku penuh arti.
"Ini Tommy tan, pacar gue." Ujar Puri tersenyum senang. "Ini Taniya sahabat aku."
"Taniya." Ujarku mengulurkan tangan seolah kami berdua tidak saling kenal.
"Tommy." Ujarnya membalas uluran tanganku.
"Oh ya, btw lo gak ngasih ucapan selamat ke gue ni." Ujar Valdi memecahkan kesunyian.
"Oh iya selamat ya tim lo menang Val." Ujarku memberi selamat kepada Valdi. Aku memilih mengobrol dengan Valdi diikuti dengan sorot mata Tommy yang melihat kearahku.
Setelah Tommy dan Valdi ganti baju, Puri mengajakku untuk makan bareng. Awalnya aku menolak tetapi iya tetap memaksa. Tommy dan Puri naik motor bersama sedangkan aku dengan Valdi.
Acara makan yang sangat tidak nyaman untukku. Puri terus saja bersikap manja dengan Tommy membuat hatiku sakit. Setelah makan Valdi mengantarku pulang.
"Lo udah kenal kan sama Tommy sebelumnya." Ujar Valdi saat kami sampai di rumahku.
"Eh kata siapa?" Ujarku mengelak.
"Gue tau ko tan. Percuma dong kita sahabatan kalo gue gak tau." Ujarnya nyengir.
"Lo mau masuk dulu?" Ujarku mengalihkan pembicaraan.
"Boleh, sekalian gue mau introgasi lo dulu." Ujarnya asal.
"Ye emangnya gue tersangka apa." Kami pun tertawa. Sudah lama kami tidak mengobrol bareng. Semenjak masuk SMA kami jarang mengobrol bareng lagi.
"Jadi benerkan?" Ujar Valdi to the point sambil memakan cemilan yang aku sediakan.
"Iya, gue kenal dia 3 hari yang lalu." Akuku.
"Kenal dimana?" Ujar Valdi penasaran.
"Di kopaja." Ujarku polos.
"Oh iya dia 3 hari gak bawa motor gara-gara motornya rusak. Itu juga baru bener kemaren." Ujar Valdi membenarkan. "Terus lo udah tau dia pacarnya Puri?" Ujar Valdi lagi.
"Belum, sebelumnya dia sering cerita tentang pacarnya Ommy. Gue baru enggeh kalo dia Tommy saat ketemu tadi." Jelasku.
"Tapi Puri tau lo udah kenal sama Tommy sebelumnya?" Ujar Valdi layaknya wartawan infotainment.
"Dia gak tau sama sekali."
"Mending lo jujur deh ke Puri." Ujar Valdi memberi saran.
"Gue belom bisa sekarang." Ujarku lesu.
"Ya menurut gue si cepet atau lambat juga dia bakal tau. Oh iya, gue harus buru-buru balik soalnya ntar malem mau jalan sama cewek gue." Ujarnya nyengir.
"Lo udah punya pacar?"
"Belom si, tapi ntar malem gue mau tembak. Doain gue ya." Ujarnya nyengir kuda. Valdi pun akhirnya pulang. Tanpa aku sadari Tommy mengamati aku dan Valdi dari kejauhan hanya saja setelah Valdi pergi dia pun ikut pergi.
***
"Tan, besok jalan-jalan yuk." Ujar Puri saat kami sedang makan di kantin.
"Kemana?"
"Ke ancol, ntar sama Valdi juga." Ujar Puri semangat.
"Gak janji ya." Ujarku.
"Besok gue kerumah lo jam 7 pagi." Ujar Puri seenaknya. Aku hanya bisa menghela nafas saja. Ingin rasanya aku bilang kalau aku gak bisa liat dia dekat dengan Tommy.
Keesokan harinya seperti biasa Puri selalu datang 30 menit sebelum waktu yang ia tentukan. Aku masih tertidur di ranjangku yang empuk. Hari ini aku enggan pergi kemana-mana.
"Taniya." Ujarnya masuk ke kamarku.
"Gue gak ikut deh ri, gue gak enak badan." Ujarku menarik selimut menutupi seluruh tubuhku.
"Lo pasti cuma alesan, ayo tan." Ujarnya tetap memaksaku. Aku pun bangun masih lemas. Kepalaku masih sedikit pusing. Aku mandi lalu mengganti baju.
Kami janjian di halte sekolah. Saat kami tiba Valdi dan Tommy sudah sampai terlebih dahulu. Tommy membawa mobil yariz nya.
"Hai sayang." Ujar Puri menghampiri Tommy. Aku berjalan pelan mengikuti langkahnya.
"Lo gak apa-apa tan?" Ujar Valdi melihatku lemas.
"Gue gak apa-apa kok. Cuma lemes aja." Ujarku.
Kami berempat pergi menuju dufan. Di perjalanan aku hanya tertidur badanku sudah tidak enak. Apalagi tadi aku tidak sempat makan.
Sesampainya di sana Puri langsung mengajakku untuk menaiki tornado. Wahana itu semakin membuatku pusing dan mual. Selesai menaiki permainan itu aku merasa ingin muntah. Akhirnya kami menuju ke sebuah tempat makan.
"Lo main lagi aja Pur, gue tunggu disini." Ujarku masih merasa mual.
"Kita balik aja." Ujar Tommy mengambil keputusan.
"Gak usah, gue gak apa-apa kok. Istirahat bentar juga ntar baikkan." Ujarku.
"Lo serius gak apa-apa tan?" Ujar Puri khawatir. Dia merasa tidak enak karna sudah memaksaku ikut.
"Iya gue gak apa-apa. Lo main lagi aja." Ujarku sambil memaksakan senyum kepadanya.
"Gue di sini aja nemenin lo tan." Ujar Valdi.
"Gue aja Val, gue sekalian mau sarapan tadi belum sempet makan." Ujar Tommy. Mendengar ucapan Tommy raut wajah Puri menjadi sebal. Namun ia kembali ceria saat Valdi mengajaknya mencoba wahana lain.
"Lo kalo sakit kenapa ikut si?" Ujar Tommy kesal.
"Gue gak apa-apa ko." Ujarku singkat. Aku merebahkan kepalaku diatas tangan. Kepalaku pusing dan perutku mual.
"Gue mau ke kamar mandi dulu." Ujarku berusaha bangkit. Namun jalanku masih sempoyongan. Tommy memapahku dan mengantarku ke kamar mandi. Tidak ada yang bisa aku muntahkan karna tidak ada yang bisa dikeluarkan.
"Lo masih bilang gak apa-apa?" Ujar Tommy kesal. Setelah mendudukkanku ditempat makan tadi dia memesan makanan dan meminta untuk dibungkus. Lalu mengajakku pergi.
"Kita mau kemana?" Ujarku lemas.
"Ke mobil, biar lo bisa tiduran." Ujarnya dengan raut wajah serius.
Setelah duduk di mobil Tommy memberiku makanan yang tadi ia beli. "Lo makan dulu, nanti gue balik lagi." Ujarnya keluar dari mobil. Tak lama kemudian ia kembali dan membawa segelas teh hangat.
"Nih minum, biar gak mual lagi." Ujarnya.
Hening menyelimuti kami berdua. "Lo sama Valdi punya hubungan?" Ujar Tommy membuka pembicaraan.
"Bukan urusan lo kan?" Ujarku cuek. Badanku sudah lebih baik setelah minum teh hangat yang dibelikan oleh Tommy.
"Kemaren abis nganterin Puri gue ke rumah lo tapi lo lagi ngobrol sama Valdi."
"Lo mau ngapain ke rumah gue?" Ujarku bingung.
"Nanti kalo waktunya udah tepat gue pasti kasih tau lo yang sebenarnya." Ujarnya.
"Gue bisa minta sesuatu?" Ujarku.
"Apa?"
"Plis, jangan ngelakuin kaya tadi lagi. Lo sekarang pacarnya Puri gue gak mau Puri nyangka gue ngerebut lo dari dia."
"Ok." Ujar Tommy mengiyakan permintaanku. Entah kenapa aku tidak ingin dia menuruti permintaanku. Hening menyelimuti kami. Akhirnya aku memilih untuk tidur. Sayup-sayup aku mendengar suara Tommy.
"Seandainya lo tau gue sukanya sama lo bukan Puri." Ucapan yang bagaikan mimpi indah untukku.
Aku terbangun badanku sudah lebih baik. Aku lihat Tommy tertidur. Sudah lama aku tidak melihatnya seperti itu. "Gue kangen sama lo, tapi lo pacarnya Puri. Kita gak mungkin kaya dulu lagi." Ujarku lirih.
Aku terdiam menatap keluar kaca mobil. Tiba-tiba Tommy terbangun. "Lo udah baikan?" Ujarnya sambil mengucek matanya yang masih mengantuk.
"Iya, kita ke Puri sama Valdi yuk." Ujarku tersenyum.
Kami berdua pun berjalan ke tempat Puri dan Valdi. "Lo udah gak apa-apa tan?" Ujar. Puri melihatku senang.
"Iya gue udah baikan ko." Ujarku.
"Ayo kita main." Ujar Puri.
Kami mencoba hampir semua wahana di dufan. Banyak foto yang kami abadikan. Tanpa terasa hari sudah semakin sore. Kami pun bergegas pulang. Tommy mengantarkan Puri terlebih dahulu.
"Kamu hati-hati ya sayang. Taniya gue balik duluan ya." Ujar Puri saat kami tiba dirumahnya. Setelah mengantar Puri, Tommy mengantar Valdi.
"Tan gue duluan ya. Bro jagain temen gue jangan mpe lecet." Ujar Valdi sambil nyengir.
"Valdi..." Ujarku sebal.
Setelah Valdi masuk ke dalam rumah Tommy menyuruhku pindah ke bangku depan. "Mau kemana kita Non?" Ujar Tommy menoleh kebelakang.
"Ke rumah ya pak, GPL." Ujarku nyengir.
"Ahaha udah cepet pindah sini." Ujar Tommy.
"Gak mau ah, gue mau tiduran di belakang." Ujarku asal.
"Yaudah gue juga duduk di belakang." Ujar Tommy cuek.
"Ye, iye iye." Ujarku pindah duduk disebelahnya.
Perjalanan pun dilanjutkan kembali. Hening menyelimuti kami berdua. Tak lama aku pun tertidur. "Taniya." Ujar Tommy membangunkanku. Namun aku tidak bangun juga. Akhirnya Tommy mengangkatku hingga masuk ke dalam kamar.
"Tidur yang nyenyak ya, pasti hari ini lo cape banget." Ujar Tommy mengelus lembut rambutku. Ia pun pamit kepada mamah. Papah sedang dinas makanya mamah hanya berdua dengan bik Imah.
"Makasih ya tom, udah nganterin Taniya pulang." Ujar mamah.
"Sama-sama tante, maaf kalo hari ini kemaleman soalnya tadi makan malem dulu." Ujar Tommy sopan.
"Iya, tante percaya sama kamu." Ujar mamah.
"Saya balik dulu ya tan." Ujar Tommy pamit.
***
Keesokan paginya, aku pun bangun lalu bergegas untuk sekolah. "Pagi mah." Ujarku turun dari tangga menuju meja makan.
"Pagi sayang, kamu udah bangun?" Ujar mamah menyiapkanku sarapan. "Semalem Tommy ngaterin kamu pulang dia sampe gendong kamu gara-gara kamu gak bangun-bangun." Ujar mamah lagi.
"Hah? Serius mah?" Ujarku kaget.
"Iya, nanti jangan lupa bilang makasih sama dia." Ujar mamah memberiku roti isi.
Setelah sarapan aku pun berangkat sekolah. Hari ini pun aku tidak bertemu Tommy di kopaja lagi. Begitu hingga 1 minggu berlalu.
***
Tidak lama setelah aku sampai di kelas Puri tiba, kali ini ia memasang tampang super duper bt.
"Ahaha kenapa lo pagi-pagi udah cemberut?" Ujarku.
"Gue sebel banget sama si Tommy. Masa dia jemput gue naik bajaj. Lo bayangin aja ya Tan dari mulai bus, kopaja, angkot, busway si ok lah, paling parah hari ini bajaj Tan. Gue malu banget. Besok jangan-jangan dia jemput gue pake odong-odong lagi." Keluh Puri. Aku tertawa mendengar ceritanya.
"Gue malu diliatin tan. Mana setiap gue jalan gue yang bayar." Keluhnya lagi.
"Hah? Serius lo?" Ujarku semakin tak percaya lalu tertawa membayangkannya.
"Ih ko lo malah ketawa." Ujarnya sebal.
"Kena batunya kan lo. Kan biasanya lo yang minta beliin ini lah itu lah, sekarang malah lo yang bayar." Ujarku asal.
"Gue mau putus aja, gue kapok mainin cowok. Mending gue sama Haris aja." Ujar Puri tersenyum senang.
"Haris? Katanya selingan." Godaku.
"Itu dulu, sekarang beda dong." Puri mengetik sms untuk Tommy.
Tommy sayang kayanya hubungan kita sampai disini aja deh.
Kayanya lebih baik kita temenan aja.
Puri
Tidak lama kemudian sms balasannya pun tiba:
Ok :)
Tommy
"Ih nyebelin banget si, kayanya seneng banget putus dari gue. Apa jangan-jangan dia jadian sama gue buat ngerjain gue doang." Ujar Puri dengan penuh emosi.
"Kenapa si?" Ujarku heran.
"Liat aja nih." Ujar Puri memperlihatkan sms mmy.
"Kayanya dia seneng deh putus sama lo ri" Godaku.
"Iya." Ujarnya sedih. "Gue kapok, emang Haris yang paling cocok sama gue." Ujarnya lagi. Baru saja diomongin Haris lewat bersama cewek lain. Puri bertambah geram.
"Kena batunya kan sekarang. So?" Ujarku menggoda Puri.
"Gue mau taubat aja." Ujarnya lirih. "Salah gue juga si sebenernya. Haris kan bukan siapa-siapa gue."
"Tuh kan lo sadar juga. Ini baru temen gue." Ujarku merangkulnya. "Kantin yuk." Ujarku nyengir.
***
"Sayang ikut mamah yuk." Ujar mamah saat aku baru sampai rumah.
"Aku kan baru pulang mah, emang mau kemana si?" Ujarku sebal.
"Kerumah tante Lia, mamah kan udah janji mau main ke sana. Kamu ikut yah." Ujar mamah.
"Gak deh mah, aku di rumah aja ya." Ujarku memohon.
"Pokoknya kamu harus ikut, siap-siap cepet." Ujar mamah menolak permohonanku. Dengan malas aku langkahkan kakiku. Aku pun mandi dan mengganti pakaian.
Kami berdua berangkat naik taxi, 30 menit perjalanan kami sampai di rumah yang bergaya italia. Rumah yang sangat mewah. 'Pantas Puri sampai kekeuh mau jadian sama Tommy.' Ujarku dalam hati.
Aku dan mamah masuk diantarkan oleh seorang pembantu yang usianya sudah kepala tiga. Ia mengantar kami menemui tante Lia. "Hai jeng, akhirnya main juga ke rumah saya." Ujar tante Lia senang melihat kedatangan kami.
"Iya ni jeng, maaf ya baru sempet sekarang." Ujar mamah.
"Eh ada Taniya juga, kamu ke dalem aja. Tommy lagi nonton TV di dalem." Ujar tante Lia.
"Iya tante." Ujarku tersenyum. Sebenarnya aku malas bertemu Tommy kalo saja mamah tidak memaksaku. Aku pasti tidak akan mau untuk ikut.
"Kamu sama Tommy dulu aja, mamah mau ngobrol sama tante Lia." Ujar mamah.
"Iya mah." Ujarku menurut.
"Bik Siti, tolong anterin Taniya ke ruang TV ya, di sana ada Tommy ko." Ujar tante Lia.
"Baik nyah, mari non." Ujar Bik Siti ramah. Aku melewati ruangan-ruangan yang bergaya italia. Funiture yang sederhana namun tetap mewah mempercantik rumah itu. Aku tiba diruangan TV, setelah menunjukkan ruangan Bik Siti permisi untuk membuatkan minum.
Aku memasuki ruangan itu, sosok yang tak asing itu tertidur di sana namun TV masih menyala. Aku duduk di sebelahnya. Ku lihat dia tertidur.
"Taniya." Ujarnya terbangun.
"Eh lo udah bangun." Ujarku kikuk.
"Lo ke sini sama siapa?" Ujar Tommy sambil mengucek matanya.
"Sama nyokap, lo tidur lagi aja." Ujarku salting. Kami berdua saling diam. Tiba-tiba mamah dan tante Lia muncul.
"Sayang mamah sama tante Lia mau pergi dulu. Kamu nanti pulang sendiri aja takutnya mamah lama." Ujar mamah.
"Kan ada Tommy jeng, biar Taniya dianterin Tommy aja."
"Gak usah tante ngerepotin takutnya." Ujarku sungkan.
"Udah gpp. Gue anterin aja." Ujar Tommy.
"Iya deh." Ujarku pasrah.
"Makasih ya Tom udah mau nganterin Taniya pulang." Ujar mamah.
"Ayo jeng kita berangkat." Ujar tante Lia.
Cukup lama kami berdua larut dalam kesunyian. Entah apa yang ia pikirkan sekarang. "Hmm, gue kayanya mau pulang aja deh." Ujarku hendak berdiri. Tapi tangan Tommy menarikku hingga aku jatuh di dalam pelukannya.
"Gue kangen lo Tan." Ujar Tommy tanpa melepaskan pelukannya. Aku hanya diam. Entah apa yang harus aku perbuat aku bingung. Tommy melepaskan pelukannya perlahan. Diam kembali menyelimuti kami.
"Gue sama Puri putus." Ujarnya dengan mata lurus tanpa melihatku.
"Gue udah tau ko." Ujarku singkat.
"Waktu itu temen gue bilang kalo Puri suka sama gue." Ujarnya.
"Pasti lo seneng." Ujarku sinis.
"Gue akuin saat itu gue seneng. Puri emang cewek idaman para cowok." Akunya jujur. Aku hanya bisa menghela nafas. Aku tau bila dibandingkan Puri aku memang tidak ada apa-apanya.
"Pasti lo mikir gue suka sama dia. Dulu emang gue sempet suka sama dia. Tapi itu dulu." Ujarnya menoleh ke arahku dan tersenyum. Senyuman itu membuatku berdebar-debar.
"Terus lo kenapa jadian sama dia?" Ujarku penasaran.
"Waktu itu setelah gue balik dari rumah lo dia ngajak ketemu di sana dia nembak gue duluan. Gue tau saat dia nembak gue dia belum lama putus sama pacarnya bahkan dia lagi deket sama Haris."
"Lo kenal Haris?" Ujarku kaget.
"Haris temen SMP gue dulu, dia pernah cerita tentang Puri sebelumnya. Dan gue cerita kalo Puri nembak gue."
"Terus?" Ujarku penasaran.
"Haris punya rencana buat bikin Puri sadar. Haris udah lama suka sama Puri cuma dia mau Puri berubah. Awalnya gue gak mau ikut rencana dia karna gue lagi deket sama seseorang. Tapi karna Haris sahabat gue akhirnya gue mau." Ujarnya panjang lebar,
"Tapi tadi gue liat Haris jalan sama cewek." Ujarku teringat akan kejadian tadi pagi.
"Itu si cuma buat manasin Puri doang."
"Jadi semuanya udah direncanain?" Ujarku heran. Tommy hanya mengangguk.
"Soal gue juga?" Ujarku sambil menunjuk kearahku sendiri.
"Bisa dibilang begitu." Ujar Tommy melihatku dengan tatapan serius. Aku hanya diam membisu.
"Gue becanda ko." Ujarnya tersenyum.
"Tommy..." Ujarku geram memukul-mukulnya. Namun Tommy malah mengenggam tanganku.
"Gue suka sama lo tan. Lo mau kan jadi pacar gue?" Ujarnya serius.
"Apa gue bakal senasib sama Puri?" Ujarku asal lalu mengalihkan pandangan darinya.
"Buat lo gue bakal jadi seribu kali lebih baik." Ujarnya membisikannya pelan. Aku menoleh dan tersenyum.
"Tapi buat tester sekali-kali kaya kemaren boleh juga si." Ujar Tommy menggodaku.
"Tommy." Ujarku sebal.
"Just kidding." Ujarnya nyengir. "I love you honey." Ujarnya lagi lalu menciumku. Kami berdua saling tersenyum.
"Lo gak boleh deket-deket Valdi lagi." Ujar Tommy mengacak-acak rambutku. Aku hanya tertawa dan memeluknya. Sebenarnya Tommy sudah tau tentang aku dan Valdi namun ia masih tetap cemburu.
Semenjak itu kami berdua resmi jadian. Puri sudah kami beritahu semuanya. Dia tidak marah hanya kecewa karna aku tidak pernah cerita tentang Tommy. Tapi Puri bisa memakluminya dan kami tetap bersahabat.
Dan tidak lama Puri dan Haris pun jadian. Mamah dan tante Lia sangat senang mengetahui bahwa aku dan Tommy pacaran. Tommy sering sekali main kerumahku begitu pun sebaliknya. Hubungan kami terus berjalan seiring berjalannya waktu.
The End

No comments:

Post a Comment