Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi tetapi aku sudah harus
berangkat kalo tidak aku bisa terlambat. Aku berjalan menuju halte di depan
perumahanku. Tak lama kemudian kopaja yang sering kunaiki pun datang. Aku pun
bergegas naik kedalamnya.
Hanya tersisa sebuah kursi disana. Seorang cowok sebaya
denganku duduk disana dan tertidur. Aku duduk disebelahnya. Cowok itu tertidur
sangat pulas. 'Cowok yang tampan' ujarku dalam hati.
30 menit perjalanan aku pun sampai di sekolahku. Ternyata
cowok itu juga turun di tempat yang sama denganku. Dari seragamnya aku baru
sadar bahwa dia adalah murid Nusa Bangsa. Sekolahnya bersebelahan dengan
sekolahku.
"Taniya.." Seseorang memanggilku dari belakang.
Aku menoleh dan kulihat Puri sedang berlari menghampiriku.
"Hai ri." Ujarku tersenyum. "Tumben jam
segini udah dateng."
"Hehe, Oh iya gue mau cerita ni." Ujarnya
berseri-seri.
"Cerita apa?" Ujarku bingung.
"Gue lagi tertarik sama seseorang." Ujarnya saat
kami sampai dikelas.
"Siapa? Erdy?" Ujarku asal.
"Ko Erdy si? Dia mah udah kelaut." Ujar Puri
sambil cemberut.
"Terus siapa? Adit? Putra? Satria? .." Belum
sempat aku melanjutkan ucapanku Puri buru-buru menyelanya.
"Stop stop tebakan lo gak ada yang bener." Ujarnya
sebal. Puri memang cantik makanya banyak cowok yang mengejar-ngejar dia.
"Terus siapa dong?" Ujarku penasaran.
"Ommy, dia anak Nusa Bangsa yang disebelah sekolah
kita."
"Ommy? Baru lagi ni kayanya. Si Roy gimana tuh?"
Ujarku bingung.
"Roy mah gue udah putusin kemaren. Jadi Ommy itu temen
SD gue dulu. Dulu si dia gendut eh sekarang jadi ganteng pake BGT lagi."
Ujar Puri. Puri memang sering melihat cowok dari luarnya. Dia sangat slektif
apalagi memilih cowok.
"Jadi lo suka sama dia gara-gara dia sekarang jadi
ganteng gitu?" Ujarku meledeknya.
"Ya gak gitu juga, gue kemaren gak sengaja ketemu dia.
Bawaannya yariz, Nya. Udah gitu kata temen gue dia dulu pernah suka sama
gue." Ujarnya berbinar-binar. Untuk masalah matre Puri itu nomor satu.
Penampilan baru yang kedua.
"Matre lo." Ujarku sambil tertawa.
"Ye, matre pangkal bahagia tau." Ujarnya sambil
mengibaskan rambut panjangnya.
***
Keesokkan paginya aku kembali bertemu dengan cowok itu.
Begitu seterusnya hingga 3 hari berturut-turut.
"Lo lagi." Ujar cowok itu saat aku duduk
disebelahnya. Aku hanya tersenyum.
"Gue gak boleh duduk sini ya?" Ujarku.
"Kalo lo mau berdiri si gak apa-apa." Ujarnya
santai.
"Berarti gue boleh duduk di sini." Ujarku sambil
nyengir.
"Ya gue tau si lo pasti mau deket-deket gue."
Ujarnya PD.
"Ye, pede lo." Ujarku menyenggol tangannya.
"Ahaha, gue Tommy. Lo?" Ujarnya memperkenalkan
diri.
"Gue Taniya." Ujarku tersenyum.
Tak lama kemudian kami pun sampai di halte sekolah. Dan kami
berpisah di sana. "Gue duluan ya." Ujarnya mengedipkan sebelah mata.
"Sipp." Ujarku sambil tersenyum. Kurasa aku mulai menyukainya.
Waktu berjalan dengan cepat. Tak terasa jam pulang pun sudah
tiba. "Nya, ikut gue yuk." Ujar Puri mengajakku pergi.
"Gue harus buru-buru pulang say. Nanti mau ada tamu
soalnya." Ujarku menolak.
"Yah, yaudah deh gue pergi sama Haris aja."
"Haris? Baru lagi?" Ujarku menepuk jidat.
"Hehe, selingan, target utama si masih Ommy. Btw gue
duluan ya." Ujarnya nyengir kuda dan dia segera berlalu.
"Ri, Ri, kapan si lo taubatnya." Ujarku lesu.
***
Waktu menunjukkan pukul 2 sore. Tante Lia datang bersama anaknya.
Tante Lia adalah sahabat mamah waktu SMA. Aku membantu mamah membawakan makanan
untuk tante Lia dan anaknya.
Aku memasuki ruang tamu. Aku terkejut ketika melihat anak
tante Lia adalah Tommy. "Taniya?" Ujarnya kaget. Aku hanya tersenyum.
"Kalian udah saling kenal?" Ujar tante Lia heran.
"Kalo gitu kamu ajak Tommy ngobrol aja ke dalem. Mamah
mau ngobrol sama tante Lia." Ujar mamah senang karna bisa bernostalgia
tanpa diganggu oleh anaknya.
"Iya mah." Ujarku menurut.
"Ini pasti cuma kebetulan." Ujarku ketika kami
tiba di depan ruang tv.
"Kebetulan?" Ujar Tommy bingung.
"Iya, kita ketemu di kopaja udah 3x dan sekarang
dirumah gue."
"Itu namanya takdir bukan kebetulan." Ujar Tommy.
"Eh lo ada film bagus gak?" Ujarnya lagi.
"Bentar, coba gue liat dulu." Ujarku mencari DVD
film dibawah laci TV. Tommy menghampiriku. Jarak kami sangat dekat hingga
membuat jantungku berdegup kencang.
"Kita nonton ini aja." Ujarnya sambil menunjukkan
DVD film horror.
"Gimana kalo ini aja?" Ujarku menunjukkan DVD film
kartun.
"Lo takut ya?" Ujarnya nyengir.
"Gak ko." Ujarku menutupinya.
"Kita nonton ini berarti." Ujarnya mengeluarkan
DVD yang ia pegang.
"Gue ambil cemilan dulu di dapur." ujarku lesu.
"Sipp."
Lima menit kemudian aku kembali membawa beberapa cemilan dan
orange juice. Aku heran ketika melihat film yang ia tonton adalah film kartun
bukan film horror. Aku memberikan segelas orange juice kepadanya.
"Lo gak jadi nonton horror?" Ujarku heran.
"Gak, lagi mau nonton yang lucu aja." Ujarnya
santai sambil memakan cemilan yang aku bawa.
Dua jam berlalu dan film pun berakhir. Memang Tommy tak
banyak bicara namun aku bisa merasa nyaman didekatnya.
"Udah jam 5." Ujarnya melihat jam tangan yang ia
kenakan.
"Iya, kayanya yang lagi kangen-kangenan lupa waktu
deh." Suara tertawa mamah dan tante Lia masih terdengar.
"Nyokap kalo gak diingetin bisa sampe malem." Ujar
Tommy menganggkat bahunya. Kami berjalan menuju ruang tamu. "Mah, udah jam
5." Ujar Tommy.
"Oh iya jeng, saya pulang dulu ya. Takutnya si mas
pulang gak ada siapa-siapa di rumah."
"Iya jeng, kapan-kapan saya yang main ke sana."
Ujar mamah.
"Gue balik ya, sampe ketemu di kopaja." ujar Tommy
nyengir.
"Sipp." ujarku tertawa.
Tante Lia dan Tommy pun pulang. Hari ini aku merasa lebih
dekat dengannya.
***
Pagi pun tiba, hari ini aku bangun lebih awal karna aku
takut ketinggalan kopaja yang dinaiki Tommy. Hari ini kalo aku ketemu dia lagi
berarti kita jodoh. Ujarku tersenyum melihat pantulan bayanganku di kaca.
Aku berjalan menuju halte di depan perumahanku. Aku melirik
jam tanganku. 'Kemaren pas jam segini aku berangkat.' Tak lama kemudian kopaja
pun datang. Aku menaikinya. Namun, aku tak menemukan Tommy di sana. Aku
berjalan lesu menuju kursi yang kosong.
"Apa kita gak jodoh?" Keluhku pelan.
30 menit kemudian aku pun sampai di sekolah. Dengan malas
aku langkahkan kakiku menuju kelas. Kelas masih sepi tidak ada orang tetapi
hanya ada tas yang ditinggalkan di atas meja. Aku duduk di kursiku dan
merebahkan kepalaku di meja.
"Taniya..." Seseorang mengagetkanku.
"Hmmm.." Ujarku lesu.
"Lo kenapa si lesu banget." Ujar Puri sebal
melihat reaksiku.
"Iya lagi lemes. Ada yang lagi seneng kayanya."
Ujarku menyenggol tangannya.
"Hehe, tau aja. Tadi Ommy jemput gue." Ujar Puri
senang.
"Si Haris gimana?" Ujarku bingung.
"Haris kan cuma selingan." Ujarnya cuek.
"Jahat banget lo." Ujarku mencubit pingangnya.
"Aw, sakit tau. Oh ya, nanti sore ada tanding basket
Nusa Bangsa lawan Bakti Mulya. Nonton yuk."
"Ah males." Ujarku malas.
"Ada Ommy main, sekalian gue kenalin lo sama dia."
Ujar Puri semangat. "Pokoknya lo harus dateng ya sayang." Ujarnya
mencubit pipiku.
"Hmmm gak janji ya." Ujarku.
"Ok, gue jemput jam 3 ya." Ujarnya tanpa
memperdulikan ucapanku. Puri memang begitu selalu egois. Namun sebenarnya dia
adalah teman yang paling care.
***
Waktu menunjukkan pukul setengah 3. Aku masih tiduran di
kamar. Aku malas pergi. Aku masih memikirkan kejadian tadi pagi. Ceklek, suara
pintu kamarku terbuka.
"Taniya, ko lo belum siap-siap." Ujar Puri masuk
ke dalam kamarku.
"Aduh si nenek dateng lagi." Keluhku pelan.
"Pertandingannya jam setengah 4 kita gak boleh telat
tau." Ujarnya mengoceh.
"Iya, iya. Gue mandi ni." Ujarku malas.
"Cepetan ya." Ujarnya tersenyum menang karna aku
mau menuruti ucapannya.
Lima belas menit kemudian aku pun sudah siap. Tanpa basa-basi
lagi Puri mengajakku untuk buru-buru berangkat. Akhirnya kami pun tiba pukul
setengah 4 lurang 10 menit. "Gue ke Ommy dulu ya, nanti pas selesai
pertandingan gue kenalin dia ke lo." Ujar Puri dengan semangat.
"Oke." Ujarku singkat.
"Taniya." Suara seseorang memanggilku.
"Valdi." Ujarku kaget.
"Lo ngapain?" Tanyanya heran.
"Nonton basket."
"Maksud gue lo ngapain sendirian di sini?"
"Oh, itu gue nemenin temen gue. Eh dia lagi ketemu
temennya dulu. Jadi gue ditinggalin deh." Akuku. "Lo sendiri ngapain
di sini?"
"Gue mau tanding, lo gak liat gue pake baju
basket?" Ujarnya nyengir.
"Oh iya, sukses yah."
"Eh btw gue mau ke lapangan dulu, do'ain gue menang
ya." Ujarnya pamit.
"Sippp." Ujarku tersenyum. Aku berjalan memasuki
tempat penonton. Di sana Puri sudah duduk manis.
"Lo kemana aja si?" Ujar Puri bt.
"Jalan-jalan, abis lo ninggalin gue si." Ujarku
asal. Aku melihat Valdi di tim Nusa Bangsa ia tersenyum kepadaku dan aku pun
membalasnya.
"Eh lo kenal sama dia?" Ujar Puri heran.
"Iya, sahabat gue waktu SMP. Kenapa emang? Lo suka
ya?" Godaku.
"Bukan, itu temennya Ommy." Ujar Puri.
"Ohh, terus Ommy lo mana?" Ujarku penasaran.
"Itu yang diri disana." Ujar Puri menunjuk kearah
seorang cowok yang berdiri sebagai kapten. Aku menoleh kearah tunjukkan
tangannya. 'Tommy.' Ujarku dalam hati.
"Gimana menurut lo?" Ujarnya nyengir. Aku masih
diam tak percaya. "Taniya." Ujar Puri mengagetkanku.
"Eh iya."
"Lo ko bengong si." Ujar Puri. Pikiranku sangat
kacau saat ini. Pertandingan pun berlalu dengan cepat. Tim Nusa Bangsa memenangkan
pertandingan. Aku dan Puri keluar dari tempat pertandingan. Puri mengajakku
menemui Tommy.
Tommy dan Valdi sedang beristirahat sedangkan anggota yang
lain sudah pergi untuk mengganti pakaian.
"Sayang selamet ya." Ujar Puri menghampiri Tommy.
Aku berjalan perlahan menghampiri mereka. "Mereka udah jadian" ujarku
lirih.
"Tan, lo temennya Puri." Ujar Valdi.
"Eh iya." Ujarku singkat. Tommy menyadari
kehadiranku. Dia melihatku penuh arti.
"Ini Tommy tan, pacar gue." Ujar Puri tersenyum
senang. "Ini Taniya sahabat aku."
"Taniya." Ujarku mengulurkan tangan seolah kami
berdua tidak saling kenal.
"Tommy." Ujarnya membalas uluran tanganku.
"Oh ya, btw lo gak ngasih ucapan selamat ke gue
ni." Ujar Valdi memecahkan kesunyian.
"Oh iya selamat ya tim lo menang Val." Ujarku
memberi selamat kepada Valdi. Aku memilih mengobrol dengan Valdi diikuti dengan
sorot mata Tommy yang melihat kearahku.
Setelah Tommy dan Valdi ganti baju, Puri mengajakku untuk
makan bareng. Awalnya aku menolak tetapi iya tetap memaksa. Tommy dan Puri naik
motor bersama sedangkan aku dengan Valdi.
Acara makan yang sangat tidak nyaman untukku. Puri terus
saja bersikap manja dengan Tommy membuat hatiku sakit. Setelah makan Valdi
mengantarku pulang.
"Lo udah kenal kan sama Tommy sebelumnya." Ujar
Valdi saat kami sampai di rumahku.
"Eh kata siapa?" Ujarku mengelak.
"Gue tau ko tan. Percuma dong kita sahabatan kalo gue
gak tau." Ujarnya nyengir.
"Lo mau masuk dulu?" Ujarku mengalihkan
pembicaraan.
"Boleh, sekalian gue mau introgasi lo dulu."
Ujarnya asal.
"Ye emangnya gue tersangka apa." Kami pun tertawa.
Sudah lama kami tidak mengobrol bareng. Semenjak masuk SMA kami jarang
mengobrol bareng lagi.
"Jadi benerkan?" Ujar Valdi to the point sambil
memakan cemilan yang aku sediakan.
"Iya, gue kenal dia 3 hari yang lalu." Akuku.
"Kenal dimana?" Ujar Valdi penasaran.
"Di kopaja." Ujarku polos.
"Oh iya dia 3 hari gak bawa motor gara-gara motornya
rusak. Itu juga baru bener kemaren." Ujar Valdi membenarkan. "Terus
lo udah tau dia pacarnya Puri?" Ujar Valdi lagi.
"Belum, sebelumnya dia sering cerita tentang pacarnya
Ommy. Gue baru enggeh kalo dia Tommy saat ketemu tadi." Jelasku.
"Tapi Puri tau lo udah kenal sama Tommy
sebelumnya?" Ujar Valdi layaknya wartawan infotainment.
"Dia gak tau sama sekali."
"Mending lo jujur deh ke Puri." Ujar Valdi memberi
saran.
"Gue belom bisa sekarang." Ujarku lesu.
"Ya menurut gue si cepet atau lambat juga dia bakal
tau. Oh iya, gue harus buru-buru balik soalnya ntar malem mau jalan sama cewek
gue." Ujarnya nyengir.
"Lo udah punya pacar?"
"Belom si, tapi ntar malem gue mau tembak. Doain gue
ya." Ujarnya nyengir kuda. Valdi pun akhirnya pulang. Tanpa aku sadari
Tommy mengamati aku dan Valdi dari kejauhan hanya saja setelah Valdi pergi dia
pun ikut pergi.
***
"Tan, besok jalan-jalan yuk." Ujar Puri saat kami
sedang makan di kantin.
"Kemana?"
"Ke ancol, ntar sama Valdi juga." Ujar Puri
semangat.
"Gak janji ya." Ujarku.
"Besok gue kerumah lo jam 7 pagi." Ujar Puri
seenaknya. Aku hanya bisa menghela nafas saja. Ingin rasanya aku bilang kalau
aku gak bisa liat dia dekat dengan Tommy.
Keesokan harinya seperti biasa Puri selalu datang 30 menit
sebelum waktu yang ia tentukan. Aku masih tertidur di ranjangku yang empuk.
Hari ini aku enggan pergi kemana-mana.
"Taniya." Ujarnya masuk ke kamarku.
"Gue gak ikut deh ri, gue gak enak badan." Ujarku
menarik selimut menutupi seluruh tubuhku.
"Lo pasti cuma alesan, ayo tan." Ujarnya tetap
memaksaku. Aku pun bangun masih lemas. Kepalaku masih sedikit pusing. Aku mandi
lalu mengganti baju.
Kami janjian di halte sekolah. Saat kami tiba Valdi dan
Tommy sudah sampai terlebih dahulu. Tommy membawa mobil yariz nya.
"Hai sayang." Ujar Puri menghampiri Tommy. Aku
berjalan pelan mengikuti langkahnya.
"Lo gak apa-apa tan?" Ujar Valdi melihatku lemas.
"Gue gak apa-apa kok. Cuma lemes aja." Ujarku.
Kami berempat pergi menuju dufan. Di perjalanan aku hanya
tertidur badanku sudah tidak enak. Apalagi tadi aku tidak sempat makan.
Sesampainya di sana Puri langsung mengajakku untuk menaiki
tornado. Wahana itu semakin membuatku pusing dan mual. Selesai menaiki
permainan itu aku merasa ingin muntah. Akhirnya kami menuju ke sebuah tempat
makan.
"Lo main lagi aja Pur, gue tunggu disini." Ujarku
masih merasa mual.
"Kita balik aja." Ujar Tommy mengambil keputusan.
"Gak usah, gue gak apa-apa kok. Istirahat bentar juga
ntar baikkan." Ujarku.
"Lo serius gak apa-apa tan?" Ujar Puri khawatir.
Dia merasa tidak enak karna sudah memaksaku ikut.
"Iya gue gak apa-apa. Lo main lagi aja." Ujarku
sambil memaksakan senyum kepadanya.
"Gue di sini aja nemenin lo tan." Ujar Valdi.
"Gue aja Val, gue sekalian mau sarapan tadi belum
sempet makan." Ujar Tommy. Mendengar ucapan Tommy raut wajah Puri menjadi
sebal. Namun ia kembali ceria saat Valdi mengajaknya mencoba wahana lain.
"Lo kalo sakit kenapa ikut si?" Ujar Tommy kesal.
"Gue gak apa-apa ko." Ujarku singkat. Aku
merebahkan kepalaku diatas tangan. Kepalaku pusing dan perutku mual.
"Gue mau ke kamar mandi dulu." Ujarku berusaha
bangkit. Namun jalanku masih sempoyongan. Tommy memapahku dan mengantarku ke
kamar mandi. Tidak ada yang bisa aku muntahkan karna tidak ada yang bisa
dikeluarkan.
"Lo masih bilang gak apa-apa?" Ujar Tommy kesal.
Setelah mendudukkanku ditempat makan tadi dia memesan makanan dan meminta untuk
dibungkus. Lalu mengajakku pergi.
"Kita mau kemana?" Ujarku lemas.
"Ke mobil, biar lo bisa tiduran." Ujarnya dengan
raut wajah serius.
Setelah duduk di mobil Tommy memberiku makanan yang tadi ia
beli. "Lo makan dulu, nanti gue balik lagi." Ujarnya keluar dari
mobil. Tak lama kemudian ia kembali dan membawa segelas teh hangat.
"Nih minum, biar gak mual lagi." Ujarnya.
Hening menyelimuti kami berdua. "Lo sama Valdi punya
hubungan?" Ujar Tommy membuka pembicaraan.
"Bukan urusan lo kan?" Ujarku cuek. Badanku sudah
lebih baik setelah minum teh hangat yang dibelikan oleh Tommy.
"Kemaren abis nganterin Puri gue ke rumah lo tapi lo
lagi ngobrol sama Valdi."
"Lo mau ngapain ke rumah gue?" Ujarku bingung.
"Nanti kalo waktunya udah tepat gue pasti kasih tau lo
yang sebenarnya." Ujarnya.
"Gue bisa minta sesuatu?" Ujarku.
"Apa?"
"Plis, jangan ngelakuin kaya tadi lagi. Lo sekarang
pacarnya Puri gue gak mau Puri nyangka gue ngerebut lo dari dia."
"Ok." Ujar Tommy mengiyakan permintaanku. Entah
kenapa aku tidak ingin dia menuruti permintaanku. Hening menyelimuti kami.
Akhirnya aku memilih untuk tidur. Sayup-sayup aku mendengar suara Tommy.
"Seandainya lo tau gue sukanya sama lo bukan
Puri." Ucapan yang bagaikan mimpi indah untukku.
Aku terbangun badanku sudah lebih baik. Aku lihat Tommy
tertidur. Sudah lama aku tidak melihatnya seperti itu. "Gue kangen sama
lo, tapi lo pacarnya Puri. Kita gak mungkin kaya dulu lagi." Ujarku lirih.
Aku terdiam menatap keluar kaca mobil. Tiba-tiba Tommy
terbangun. "Lo udah baikan?" Ujarnya sambil mengucek matanya yang
masih mengantuk.
"Iya, kita ke Puri sama Valdi yuk." Ujarku
tersenyum.
Kami berdua pun berjalan ke tempat Puri dan Valdi. "Lo
udah gak apa-apa tan?" Ujar. Puri melihatku senang.
"Iya gue udah baikan ko." Ujarku.
"Ayo kita main." Ujar Puri.
Kami mencoba hampir semua wahana di dufan. Banyak foto yang
kami abadikan. Tanpa terasa hari sudah semakin sore. Kami pun bergegas pulang.
Tommy mengantarkan Puri terlebih dahulu.
"Kamu hati-hati ya sayang. Taniya gue balik duluan
ya." Ujar Puri saat kami tiba dirumahnya. Setelah mengantar Puri, Tommy
mengantar Valdi.
"Tan gue duluan ya. Bro jagain temen gue jangan mpe
lecet." Ujar Valdi sambil nyengir.
"Valdi..." Ujarku sebal.
Setelah Valdi masuk ke dalam rumah Tommy menyuruhku pindah
ke bangku depan. "Mau kemana kita Non?" Ujar Tommy menoleh
kebelakang.
"Ke rumah ya pak, GPL." Ujarku nyengir.
"Ahaha udah cepet pindah sini." Ujar Tommy.
"Gak mau ah, gue mau tiduran di belakang." Ujarku
asal.
"Yaudah gue juga duduk di belakang." Ujar Tommy
cuek.
"Ye, iye iye." Ujarku pindah duduk disebelahnya.
Perjalanan pun dilanjutkan kembali. Hening menyelimuti kami
berdua. Tak lama aku pun tertidur. "Taniya." Ujar Tommy
membangunkanku. Namun aku tidak bangun juga. Akhirnya Tommy mengangkatku hingga
masuk ke dalam kamar.
"Tidur yang nyenyak ya, pasti hari ini lo cape
banget." Ujar Tommy mengelus lembut rambutku. Ia pun pamit kepada mamah.
Papah sedang dinas makanya mamah hanya berdua dengan bik Imah.
"Makasih ya tom, udah nganterin Taniya pulang."
Ujar mamah.
"Sama-sama tante, maaf kalo hari ini kemaleman soalnya
tadi makan malem dulu." Ujar Tommy sopan.
"Iya, tante percaya sama kamu." Ujar mamah.
"Saya balik dulu ya tan." Ujar Tommy pamit.
***
Keesokan paginya, aku pun bangun lalu bergegas untuk
sekolah. "Pagi mah." Ujarku turun dari tangga menuju meja makan.
"Pagi sayang, kamu udah bangun?" Ujar mamah
menyiapkanku sarapan. "Semalem Tommy ngaterin kamu pulang dia sampe
gendong kamu gara-gara kamu gak bangun-bangun." Ujar mamah lagi.
"Hah? Serius mah?" Ujarku kaget.
"Iya, nanti jangan lupa bilang makasih sama dia."
Ujar mamah memberiku roti isi.
Setelah sarapan aku pun berangkat sekolah. Hari ini pun aku
tidak bertemu Tommy di kopaja lagi. Begitu hingga 1 minggu berlalu.
***
Tidak lama setelah aku sampai di kelas Puri tiba, kali ini
ia memasang tampang super duper bt.
"Ahaha kenapa lo pagi-pagi udah cemberut?" Ujarku.
"Gue sebel banget sama si Tommy. Masa dia jemput gue
naik bajaj. Lo bayangin aja ya Tan dari mulai bus, kopaja, angkot, busway si ok
lah, paling parah hari ini bajaj Tan. Gue malu banget. Besok jangan-jangan dia
jemput gue pake odong-odong lagi." Keluh Puri. Aku tertawa mendengar
ceritanya.
"Gue malu diliatin tan. Mana setiap gue jalan gue yang
bayar." Keluhnya lagi.
"Hah? Serius lo?" Ujarku semakin tak percaya lalu
tertawa membayangkannya.
"Ih ko lo malah ketawa." Ujarnya sebal.
"Kena batunya kan lo. Kan biasanya lo yang minta beliin
ini lah itu lah, sekarang malah lo yang bayar." Ujarku asal.
"Gue mau putus aja, gue kapok mainin cowok. Mending gue
sama Haris aja." Ujar Puri tersenyum senang.
"Haris? Katanya selingan." Godaku.
"Itu dulu, sekarang beda dong." Puri mengetik sms
untuk Tommy.
Tommy sayang kayanya hubungan kita sampai disini aja deh.
Kayanya lebih baik kita temenan aja.
Puri
Tidak lama kemudian sms balasannya pun tiba:
Ok 

Tommy
"Ih nyebelin banget si, kayanya seneng banget putus
dari gue. Apa jangan-jangan dia jadian sama gue buat ngerjain gue doang."
Ujar Puri dengan penuh emosi.
"Kenapa si?" Ujarku heran.
"Liat aja nih." Ujar Puri memperlihatkan sms mmy.
"Kayanya dia seneng deh putus sama lo ri" Godaku.
"Iya." Ujarnya sedih. "Gue kapok, emang Haris
yang paling cocok sama gue." Ujarnya lagi. Baru saja diomongin Haris lewat
bersama cewek lain. Puri bertambah geram.
"Kena batunya kan sekarang. So?" Ujarku menggoda
Puri.
"Gue mau taubat aja." Ujarnya lirih. "Salah
gue juga si sebenernya. Haris kan bukan siapa-siapa gue."
"Tuh kan lo sadar juga. Ini baru temen gue."
Ujarku merangkulnya. "Kantin yuk." Ujarku nyengir.
***
"Sayang ikut mamah yuk." Ujar mamah saat aku baru
sampai rumah.
"Aku kan baru pulang mah, emang mau kemana si?"
Ujarku sebal.
"Kerumah tante Lia, mamah kan udah janji mau main ke
sana. Kamu ikut yah." Ujar mamah.
"Gak deh mah, aku di rumah aja ya." Ujarku
memohon.
"Pokoknya kamu harus ikut, siap-siap cepet." Ujar
mamah menolak permohonanku. Dengan malas aku langkahkan kakiku. Aku pun mandi
dan mengganti pakaian.
Kami berdua berangkat naik taxi, 30 menit perjalanan kami
sampai di rumah yang bergaya italia. Rumah yang sangat mewah. 'Pantas Puri
sampai kekeuh mau jadian sama Tommy.' Ujarku dalam hati.
Aku dan mamah masuk diantarkan oleh seorang pembantu yang
usianya sudah kepala tiga. Ia mengantar kami menemui tante Lia. "Hai jeng,
akhirnya main juga ke rumah saya." Ujar tante Lia senang melihat
kedatangan kami.
"Iya ni jeng, maaf ya baru sempet sekarang." Ujar
mamah.
"Eh ada Taniya juga, kamu ke dalem aja. Tommy lagi
nonton TV di dalem." Ujar tante Lia.
"Iya tante." Ujarku tersenyum. Sebenarnya aku
malas bertemu Tommy kalo saja mamah tidak memaksaku. Aku pasti tidak akan mau
untuk ikut.
"Kamu sama Tommy dulu aja, mamah mau ngobrol sama tante
Lia." Ujar mamah.
"Iya mah." Ujarku menurut.
"Bik Siti, tolong anterin Taniya ke ruang TV ya, di
sana ada Tommy ko." Ujar tante Lia.
"Baik nyah, mari non." Ujar Bik Siti ramah. Aku
melewati ruangan-ruangan yang bergaya italia. Funiture yang sederhana namun
tetap mewah mempercantik rumah itu. Aku tiba diruangan TV, setelah menunjukkan
ruangan Bik Siti permisi untuk membuatkan minum.
Aku memasuki ruangan itu, sosok yang tak asing itu tertidur
di sana namun TV masih menyala. Aku duduk di sebelahnya. Ku lihat dia tertidur.
"Taniya." Ujarnya terbangun.
"Eh lo udah bangun." Ujarku kikuk.
"Lo ke sini sama siapa?" Ujar Tommy sambil
mengucek matanya.
"Sama nyokap, lo tidur lagi aja." Ujarku salting.
Kami berdua saling diam. Tiba-tiba mamah dan tante Lia muncul.
"Sayang mamah sama tante Lia mau pergi dulu. Kamu nanti
pulang sendiri aja takutnya mamah lama." Ujar mamah.
"Kan ada Tommy jeng, biar Taniya dianterin Tommy
aja."
"Gak usah tante ngerepotin takutnya." Ujarku
sungkan.
"Udah gpp. Gue anterin aja." Ujar Tommy.
"Iya deh." Ujarku pasrah.
"Makasih ya Tom udah mau nganterin Taniya pulang."
Ujar mamah.
"Ayo jeng kita berangkat." Ujar tante Lia.
Cukup lama kami berdua larut dalam kesunyian. Entah apa yang
ia pikirkan sekarang. "Hmm, gue kayanya mau pulang aja deh." Ujarku
hendak berdiri. Tapi tangan Tommy menarikku hingga aku jatuh di dalam
pelukannya.
"Gue kangen lo Tan." Ujar Tommy tanpa melepaskan
pelukannya. Aku hanya diam. Entah apa yang harus aku perbuat aku bingung. Tommy
melepaskan pelukannya perlahan. Diam kembali menyelimuti kami.
"Gue sama Puri putus." Ujarnya dengan mata lurus
tanpa melihatku.
"Gue udah tau ko." Ujarku singkat.
"Waktu itu temen gue bilang kalo Puri suka sama
gue." Ujarnya.
"Pasti lo seneng." Ujarku sinis.
"Gue akuin saat itu gue seneng. Puri emang cewek idaman
para cowok." Akunya jujur. Aku hanya bisa menghela nafas. Aku tau bila
dibandingkan Puri aku memang tidak ada apa-apanya.
"Pasti lo mikir gue suka sama dia. Dulu emang gue
sempet suka sama dia. Tapi itu dulu." Ujarnya menoleh ke arahku dan
tersenyum. Senyuman itu membuatku berdebar-debar.
"Terus lo kenapa jadian sama dia?" Ujarku
penasaran.
"Waktu itu setelah gue balik dari rumah lo dia ngajak
ketemu di sana dia nembak gue duluan. Gue tau saat dia nembak gue dia belum
lama putus sama pacarnya bahkan dia lagi deket sama Haris."
"Lo kenal Haris?" Ujarku kaget.
"Haris temen SMP gue dulu, dia pernah cerita tentang
Puri sebelumnya. Dan gue cerita kalo Puri nembak gue."
"Terus?" Ujarku penasaran.
"Haris punya rencana buat bikin Puri sadar. Haris udah
lama suka sama Puri cuma dia mau Puri berubah. Awalnya gue gak mau ikut rencana
dia karna gue lagi deket sama seseorang. Tapi karna Haris sahabat gue akhirnya
gue mau." Ujarnya panjang lebar,
"Tapi tadi gue liat Haris jalan sama cewek."
Ujarku teringat akan kejadian tadi pagi.
"Itu si cuma buat manasin Puri doang."
"Jadi semuanya udah direncanain?" Ujarku heran.
Tommy hanya mengangguk.
"Soal gue juga?" Ujarku sambil menunjuk kearahku
sendiri.
"Bisa dibilang begitu." Ujar Tommy melihatku
dengan tatapan serius. Aku hanya diam membisu.
"Gue becanda ko." Ujarnya tersenyum.
"Tommy..." Ujarku geram memukul-mukulnya. Namun
Tommy malah mengenggam tanganku.
"Gue suka sama lo tan. Lo mau kan jadi pacar gue?"
Ujarnya serius.
"Apa gue bakal senasib sama Puri?" Ujarku asal
lalu mengalihkan pandangan darinya.
"Buat lo gue bakal jadi seribu kali lebih baik."
Ujarnya membisikannya pelan. Aku menoleh dan tersenyum.
"Tapi buat tester sekali-kali kaya kemaren boleh juga
si." Ujar Tommy menggodaku.
"Tommy." Ujarku sebal.
"Just kidding." Ujarnya nyengir. "I love you
honey." Ujarnya lagi lalu menciumku. Kami berdua saling tersenyum.
"Lo gak boleh deket-deket Valdi lagi." Ujar Tommy
mengacak-acak rambutku. Aku hanya tertawa dan memeluknya. Sebenarnya Tommy
sudah tau tentang aku dan Valdi namun ia masih tetap cemburu.
Semenjak itu kami berdua resmi jadian. Puri sudah kami
beritahu semuanya. Dia tidak marah hanya kecewa karna aku tidak pernah cerita
tentang Tommy. Tapi Puri bisa memakluminya dan kami tetap bersahabat.
Dan tidak lama Puri dan Haris pun jadian. Mamah dan tante
Lia sangat senang mengetahui bahwa aku dan Tommy pacaran. Tommy sering sekali
main kerumahku begitu pun sebaliknya. Hubungan kami terus berjalan seiring
berjalannya waktu.
The End
No comments:
Post a Comment