"Hari ini cerah ya." Ujarku kepada Mimo dan Pipo.
Mimo dan Pipo adalah kelinci peliharaanku. aku sayang sekali sama mereka.
"Didie..." Mamah memanggilku.
"Iya mah." Jawabku menghampiri mamah yang berada
di ruang tamu.
Tampak disana ada seorang wanita cantik seumuran mamah dan
seorang anak perempuan sedang duduk di dekat wanita itu. Wanita itu tersenyum
melihat ke arahku dan aku pun membalas senyumannya. Aku pun duduk disebelah
mamah.
"Ini Diandra jeng, anak saya yang waktu itu masih
kecil." Ujar mamahku kepada wanita itu.
"Wah Didie udah gede ya sekarang. Jadi cantik."
Ujar wanita itu ramah. Aku hanya tersenyum karna tidak tau harus bicara apa.
"Ini tante Mia temen mamah waktu SMA yang disebelahnya
anaknya namanya Keysia." Aku melihat anak itu tampak malu-malu melihatku.
Aku pun tersenyum kepadanya dan dia pun juga tersenyum.
"Oh ya jeng, anaknya yang cowok gak diajak?" Tanya
mamahku yang sadar ada yang kurang.
"Iya jeng, Reysia katanya mau jalan-jalan liat-liat
daerah sini." Ujar tante Mia.
"Mah aku ke dalem dulu ya, mau ngasih makan Mimo sama
Pipo dulu." Ujarku sambil nyengir.
"Mimo Pipo apaan mah?" Tanya Keysia dengan suara
pelan ia nampak penasaran.
"Kamu mau ikut?" Ujarku sambil tersenyum. Keysia
terlihat senang saat aku mengajaknya.
"Boleh ya mah." Ujarnya penuh harap.
"Iya, tapi kamu jangan nakal ya." Ujar tante Mia
mengingatkan.
Akhirnya aku mengajak Keysia ke halaman, sedangkan mamah dan
Tante Mia tampaknya sedang mengingat masa lalu mereka. Saat melihat Mimo dan
Pipo, Keysia terlihat sangat senang.
Aku mengeluarkan Mimo dan Pipo dari kandangnya. Keysia
dengan semangat memberi makan mereka. Aku mengamatinya asyik bermain. 'Mungkin
kalo aku punya adik perempuan akan seperti ini.' Ujarku dalam hati.
"Ka Didie.." Suaranya menghamburkan lamunanku.
"Kenapa sayang?" Kataku ramah.
"Aku boleh gak main sama Mimo dan Pipo lagi?"
Katanya dengan polosnya.
"Iya sayang, nanti kamu main kesini aja kalo mau main
sama Mimo dan Pipo lagi." Mendengar ucapanku ia tampak gembira.
Hari sudah mulai sore. Tante Mia dan Keysia pun pamit
pulang. Mereka menyuruh aku dan mamah untuk mampir ke rumahnya. Ternyata Tante
Mia baru 2hari pindah ke komplek perumahanku. Rumahnya pun tak jauh dari
rumahku. Hanya beda blok saja.
Setelah mereka pulang aku memasukkan Mimo dan Pipo ke
kandangnya. "Kalian seneng kan punya temen baru?" Ujarku sambil
tersenyum.
***
Keesokkan paginya aku berangkat sekolah seperti biasa.
Ketika sedang melewati lorong seseorang menabrakku hingga aku terjatuh.
Brukk... "Aduh." Ujarku kesakitan.
"Eh sorry sorry tadi gue gak sengaja." Ujar orang
itu sambil membangunkanku. Seperti terhipnotis aku diam sejenak ketika menatap
matanya tetapi aku buru-buru sadar.
"Lain kali kalo jalan pake mata makanya." Ujarku
sebal.
"Sekali lagi gue minta maaf ya." Dia meminta maaf
yang kedua kalinya lalu pergi meninggalkanku.
Sambil menahan kesal aku pun jalan menuju kelasku.
"Dasar gak sopan. Pasti dia tukang hipnotis, besok-besok kalo aku liat dia
lagi aku gak boleh liat matanya." Ujarku sambil mengomel. Tiba-tiba
"Dooorrr.." Seseorang mengagetkanku.
"Ka Bimo apaan sih. Pagi-pagi udah ngagetin orang
aja." Ujarku sebal
"Lagi kamu pagi-pagi udah komat kamit aja kaya mbah
dukun." Jawabnya dengan santai.
"Aku lagi sebel tau. Hari ini aku ketemu sama tukang
hipnotis." Keluhku.
"Kamu pagi-pagi udah ngelucu aja deh. Deddy corbuzier
kali." ka Bimo tertawa mendengar ucapanku. "Aku ke kelas duluan ya
de. Jangan komat kamit mulu ntar bibir kamu dower loh hehehe."
Begitulah ka Bimo selalu ceria, selalu ada tawa bila didekat
dia. Ka Bimo adalah teman ka Keny, karena ka Bimo ikut pertukaran pelajar
selama satu tahun diluar negeri makanya dia yang harusnya sudah lulus masih
kelas 3 disini. Ka Bimo sudah menganggapku seperti adiknya sendiri. Karna ka
Bimo teman ka Keny yang sering main kerumah dan mamah juga sudah menganggapnya
seperti anaknya sendiri.
Setibanya di kelas aku langsung duduk dan mengeluarkan novel
yang belum sempat aku baca. Samar-samar kudengar anak-anak membicarakan tentang
anak baru.
"Dia keren banget, udah putih, cakep, pinter, terus
denger-denger katanya dia mau masuk tim basket sekolah kita." Ujar Famela
cewek yang paling centil di kelas.
"iya bener tuh Fam, katanya dia bakal jadi saingan ka
Bimo. Kan ka Bimo bentar lagi ujian gosipnya itu anak baru bakal ngegantiin
dia." Ujar Titi. What? Titi yang pendiem sampe ikutan ngomongin tuh anak
baru?
"Ada apaan si? Heboh amat kayanya?" Aku pun
akhirnya ikutan nimbrung dengan anak-anak cewek itu. Habisnya Titi gitu loh
sampe terpesona juga.
"Ah lo di, giliran yang disebut ka Bimo langsung
ikutan. Ciyeee." Ledek Famela sedangkan anak-anak cewek yang lain ikut
meledekku, bukan rahasia umum kalo satu sekolah tau aku dekat dengan ka Bimo.
Ka Bimo kapten tim basket dan salah satu dari cowok populer di sekolah makanya
selalu menjadi sorotan.
Dulu waktu ka Keny masih disekolah ini dia dan ka Bimo
adalah cowok-cowok populer. Walaupun ka Keny biasa aja tapi karna dia pernah
jadi ketua osis dan penerima beasiswa makanya banyak cewek yang mengincarnya.
"Apaan si Fam, kan lo udah tau ka Bimo temennya ka
Keny. Gue sama ka Bimo cuma sebatas ade kakak aja." Jelasku. Sudah
berkali-kali aku menjelaskan tentang hal itu tetapi banyak yang tidak percaya.
Bahkan ada yang sampai membenciku karna kedekatanku dengannya.
"Kalo gitu ka Bimo buat gue ya?" Ucap Famela asal
sambil mengedipkan matanya.
"Genit lo dasar." Ujar Tisa sambil tertawa.
Keakraban diantara kami memang sangat erat. Bahkan kami saling melindungi.
Apabila salah satu diantara kami diganggu kelas lain jangan harap yang lainnya
bisa tinggal diam.
"Ah lo sa, sirik aja." Ujar Famela sebal sambil
mengibaskan rambutnya. Famela juga termasuk cewek populer dia cantik cuma suka
caper kalo ada cowok baru. Katanya hanya untuk kesenangan di sekolah.
"Fam, inget Andre." Ujar Putri. Famela sebenarnya
sudah memiliki pacar. Tapi bukan Famela namanya kalo dia tidak caper.
"Famela gitu loh." Ujarku sambil meniru gaya
genitnya. Semuanya tertawa termasuk Famela.
"Andre mah always in my heart tapi kalo anak baru
pencuci mata gua hehehe." Ujar Famela sambil nyengir.
"Ah lo, udah dapet model masih aja. Ntar kalo Andre
selingkuh gimana hayo?" Ledek Tissa.
"Ya jangan lah. Kenapa jadi bahas gue si." Ujarnya
sebal kami semua tertawa melihat tingkahnya. Walaupun dia centil tapi Famela
bisa berteman dengan siapa aja dan dia easy going. So wajar kalo dia jadi salah
satu cewek populer.
"Udah ah serius. Tadi lagi pada ngomongin siapa
si?" Ujarku kembali ke topik pembicaraan awal.
"Anak baru dikelas sebelah Di, orangnya ganteng
banget." Ujar Tisa dengan nada seperti layaknya seorang fans berat.
"Iya Di, kalo lo liat pasti lo langsung jatuh cinta
deh. Tapi sayang dia incerannya si Vanessa." Ujar Famela kecewa. Vanessa
itu adalah cewek tercantik disekolah. Banyak murid yang enggan berurusan sama
dia. Apalagi dia kakak kelas.
"Si nenek lampir yang suka deketin ka Bimo itu?"
Ujarku sambil tersenyum sinis. Aku sangat membenci Vanessa karna dia pernah
menyakiti kakakku. Dan dia pernah mengancamku karna aku dekat dengan ka Bimo.
"Parah lo Di, ntar kalo dia denger bisa ngamuk
dia." Ujar Putri menyenggol pundakku.
"Tapi emang dia nenek lampir si." Ujar Famela
membenarkan.
Bel berbunyi kami menyudahi obrolan kami pagi itu. Pelajaran
demi pelajaran silih berganti. Tak terasa waktu dengan cepat berlalu. Jam
menunjukkan pukul 13.00 bel pulang pun berbunyi.
Aku berjalan melewati lapangan basket disana aku melihat ka
Bimo sedang berbicara dengan seseorang. Tapi aku tak bisa melihat wajahnya
karna dia menghadap berlawanan arah denganku.
"Diandra." Ujar ka Bimo memanggilku sepertinya dia
memintaku menghampirinya. Oh no, cowok yang sedang berbicara dengan ka Bimo itu
si tukang hipnotis. Sudah terlambat untukku melarikan diri. 'Shit' ujarku
pelan.
"Di, aku mau ngenalin seseorang sama kamu. Ini Rey dia
anggota baru di tim basket sekolah kita." Kata ka Bimo memperkenalkan
cowok itu.
"Rey." Ujar cowok itu ramah dengan mengulurkan
tangannya.
"Diandra." Aku membalas uluran tangannya.
"Hei, kayanya kamu yang tadi pagi kan?" Ujar cowok
itu yang sepertinya ingat insiden tadi pagi.
"Eh iya." Ujarku canggung.
"Maksudnya tadi pagi?" Ujar ka Bimo binggung.
"Tadi kan gue cerita sempet nabrak cewek waktu mau
nyari lo." Jelas Rey. 'Matilah aku. Moga ka Bimo gak inget ucapanku tadi
pagi.' Batinku
"Oh, jadi ini si Deddy Corbuzier." Ujar ka Bimo
geli menahan tawanya. Aku hanya memelototinya saja. 'Awas kalo ampe ka Bimo
ember' ujarku dalam hati.
Rey nampak bingung dengan ulahku dan ka Bimo. Karna aku
sudah tak tahan harus dekat-dekat dengan si tukang hipnotis. Dan aku lihat ada
sorot mata yang menatapku dengan tajam dari kejauhan siapa lagi kalo bukan
Vanessa yang sedang mendekat.
"Ka duluan ya. Ada nenek lampir mau kesini."
Ujarku asal meninggalkan mereka. Aku sempat beradu pandang dengan Vanessa
tetapi aku hanya membuang muka dan itu membuatnya kesal. Dari kejauhan aku melihat
Vanessa sedang mendekati ka Bimo dan Rey.
"Dasar ganjen." Ucapku sebal. Sepanjang jalan
pulang aku berfikir tentang yang dikatakan anak-anak di kelas. 'Kalo
diliat-liat si emang dia ganteng, tapi kayanya dia tukang hipnotis deh.
Buktinya aku tadi sempet hampir kena hipnotisnya. Untung aku buru-buru sadar.'
Batinku
Setibanya dirumah aku mengganti bajuku dan pergi ke halaman
untuk memberi makan Mimo dan Pipo. "Hari ini aku sebel banget."
Ujarku sambil memberi makan mereka.
"Kalian bayangin aja ya pagi-pagi aku ketemu sama si
tukang hipnotis, eh ternyata dia itu anak baru dan jadi inceran anak-anak di
sekolah. Ya wajar si emang dia ganteng, tapi kayanya dia pake hipnotis deh di
matanya seremkan. Dan yang lebih parahnya tadi aku ketemu nenek lampir, dia juga
ngincer tuh cowok. Dasar ganjen ya." Ujarku panjang lebar menceritakan
kekesalanku.
Ketika aku sedang mengeluarkan uneg-unegku tiba-tiba mamah
memanggilku. "Didie." Kata mamah menghampiriku. Dan tebak siapa yang
dia bawa. Si kecil Keysia.
"Ka Didie." Anak itu menghampiriku lalu memelukku.
"Hai cantik, kamu udah ijin ke sini sama mamah?"
Tanyaku ramah.
"Iya, tadi abis aku pulang sekolah aku langsung minta
dianterin ke sini. Tapi kata mamah ka Didie nya belum pulang.
"Iya kakak pulangnya kan siang. Emangnya kamu pulang
sekolah jam berapa?" Tanyaku sambil membelai rambut anak itu. Keysia
adalah anak yang lucu dan dia bisa menghilangkan rasa kesalku hari ini.
"Jam 10 ka." Ujarnya polos
"Oh iya kamu kan masih SD ya. Kamu mau main sama Mimo
dan Pipo?" Ujarku sambil mengeluarkan Mimo dan Pipo dari kandangnya.
"Mau ka." Ujarnya bersemangat.
"Tadi kamu kesini sama siapa?" Tanyaku
"Tadi dianterin mamah, tadi katanya mamah mau belanja
terus aku gak mau ikut jadi aku minta kesini aja." Kata Keysia sambil memberi
makan kedua kelinci itu.
"Lah kakak kamu emang kemana?"
"Kak Tasya kuliah di Semarang, kalo ka Reysia belum
pulang sekolah." Jawabnya lugu.
"Ka Reysia emang kelas berapa?" Tanyaku lagi
"Kelas 2 SMA. Kakak sendiri kelas berapa?" Tanya
anak itu.
"Kelas 2 juga." Ujarku sambil tersenyum.
"Nanti kalo ka Reysia udah pulang aku kenalin deh sama
kakak." Ujarnya polos. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.
Jam sudah hampir menunjukkan pukul 4 sore, tetapi Keysia
masih asyik bermain dengan Mimo dan Pipo. Karna sudah sore aku meminta mamah
menemani Keysia sebentar karna aku mau mandi. Setelah mandi aku akan
mengantarnya pulang. Kasian kan kalo dia harus pulang sendiri.
10 menit kami berjalan, tidak ada rasa lelah di wajah
Keysia. Iya terlihat senang bersamaku. Bahkan ia bilang ia mau main tiap hari
kerumahku. Tapi tante Mia melarang karna takut merepotkanku. Tapi aku tidak
merasa direpotkan malah senang karna punya teman. Sejak ka Keny kuliah di luar
negeri rumah jadi sepi. Ka Keny dapat beasiswa kuliah di USA.
"Itu dia rumahku ka." Kata Keysia sambil menunjuk
sebuah rumah yang bergaya barat. Di depan gerbang tampak seorang cowok baru
saja tiba masih dengan seragam sekolahnya.
"Ka Reysia." Ujar Keysia sambil memeluk cowok itu
yang baru saja turun dari motor dan masih mengenakan helmnya.
"Dari mana kamu sayang?" Ujar cowok itu. Dari
suaranya sepertinya aku kenal. Aku menghampiri mereka berdua. Tetapi aku
menghentikan langkahku saat melihat cowok itu dan melihat wajahnya.
"Tukang hipnotis" ujarku pelan.
"Aku dari rumah ka Didie. Itu orangnya." Kata
Keysia menunjuk kearahku. Aku terpaksa tersenyum. Dan cowok itu tersenyum
sepertinya dia ingat aku.
"Masuk dulu yuk Di." Ujar Rey dengan ramah sambil
tersenyum. 'Jangan liat matanya' ujarku dalam hati.
"Eh gak usah deh, udah sore gue langsung pulang
aja." Ucapku buru-buru pamit. Kalo aku tidak buru-buru pulang bisa-bisa
aku terhipnotis olehnya.
"Oh ya udah kalo gitu. Thank's ya udah nemenin ade
gue." Ucap Rey sambil membelai rambut adiknya yang masih menempel padanya.
"Ka anterin ka Didie pulang ya." Pinta Keysia
penuh harap. Aku hanya diam mendengar ucapannya yang tak terduga.
"Eh, gak usah. Kakak pulang sendiri aja. Kan kasian
kakak kamu kan baru pulang masih cape." Ujarku beralasan.
"Gak apa-apa lagi di. Lo kan udah nganterin ade gue
pulang." Ujar Reysia yang sepertinya tidak mau mengecewakan adiknya.
"Gak usah deh
Rey, kalo lo nganterin gue ntar gue harus nganterin lo balik lagi. Yang ada
main anter-anteran." Ucapku seadanya.
"Ada-ada aja lo di. Ya udah kalo gitu hati-hati ya
dijalan." Ucap Reysia sambil tertawa melihat tingkahku yang terlihat
salting. Aku tak perduli yang penting aku bisa cepat-cepat pulang karna aku
sudah tidak nyaman.
"Besok aku main lagi ya ka. Dadah ka Didie." Ucap
Keysia yang akhirnya memperbolehkanku pulang sendiri.
"Untung aja Keysia gak maksa aku dianterin kakaknya
bisa kena hipnotis aku." Ujarku diperjalanan pulang. Setibanya di rumah
aku masuk ke kamar dan tiduran sebentar. "Hari yang melelahkan"
ujarku.
Rasanya aku malas pergi ke sekolah hari ini, apalagi kalo
harus ketemu si tukang hipnotis. Untung kelas kami beda walaupun sebelahan juga
si. Tidak seperti biasanya sekarang mataku mulai siaga, soalnya kalo aku
melihat tanda-tanda dari si tukang hipnotis aku bisa langsung menghindar.
Saat melewati lapangan aku melihat ka Bimo sedang bermain
dan bercanda dengan anak-anak basket lain. Dan saat aku perhatikan dengan
seksama. Oh no, ada si tukang hipnotis. Aku pun buru-buru pergi. Sekilas aku
melihat dia melihatku, tapi aku langsung pergi pura-pura tidak melihat.
"Bisa mati gue kalo begini terus." Ujarku saat
tiba dikelas. Hari ini kelas tidak seramai kemarin. Tumben banget biasanya kalo
ada cowok cakep bisa jadi trend topik selama sebulan, tapi kali ini?
"Tumben pada adem ayem aja. Biasanya juga kemaren udah
berkicau." Ujarku bercanda.
"Di lo hati-hati ya." Ucap Titi dengan wajah
takut.
"Hati-hati kenapa ti? Emang gue anak kecil?"
Ucapku asal.
"Tadi si nenek lampir kesini nyariin lo, lo bikin
masalah apa lagi si sama dia?" Famela akhirnya angkat bicara, dia malas
kalo harus berurusan dengan Vanessa.
"Gue gak ngapa-ngapain Fam, gue juga males nyari
masalah sama dia. Ya dianya aja yang syirik sama gue." Ujarku diikuti
dengan anggukan teman-temanku yang lain.
"Iya juga si, waktu lo deket sama ka Bimo juga dia kaya
gitu." Putri sudah mulai anggkat bicara.
"Iya bener, padahalkan ka Bimo bukan pacar dia."
Tisa juga ikut berbicara.
"Tapi gak bisa gitu di, lo kan udah tau Vanessa gimana
harusnya lo bisa ngehindarin masalah sama dia. Jangan jatuh dilubang yang sama
gini." Ujar Famela care. Diantara yang lain Famela yang paling berani dan
setia kawan. Dia tidak segan-segan membantu teman yang kesusahan bahkan
sekalipun temen itu gak minta pasti dia langsung bantu. Bisa dikatakan dia
tukang ikut campur urusan orang lain. Cuma versi lebih baiknya.
"Jadi kemaren si nenek lampir liat gue lagi ngobrol
sama ka Bimo dan anak baru. Mungkin dia iri kali." Ujarku sambil
menganggkat kedua bahu.
"Sejak kapan lo bisa kenal anak baru? Gue aja belum
sempet kenalan." Ujar Famela pura-pura ngambek.
"Ka Bimo yang ngenalin." Ujarku singkat.
"Menurut lo gimana di? Ganteng kan?" Famela yang
tidak bisa marah akhirnya menyudahi acting ngambeknya.
"Iya di, pasti perfect kan?" Ujar Putri
ikut-ikutan memuji anak baru itu.
"Diandra itu beruntung banget ya, udah deket sama ka
Bimo sekarang anak baru."
"Iri nih gue." Ujar Famela diiringi anak-anak yang
mengiyakan ucapannya.
"Ntar kalo ketemu gue kenalin deh." Sebenarnya
berat mengatakan hal itu, apalagi kalo harus mengobrol dengan Rey lama-lama.
"Jadi menurut lo dia gimana?" Tanya Famela
penasaran ingin tahu apa komentarku tentang anak itu.
"Cukup perfect untuk menarik perhatian Vanessa."
Kataku cuek
Kelasku memang selalu kompak, ya walau anak-anak cowok
jarang ngobrol dengan cewek-cewek tapi kalo dimintai tolong mereka dengan
senang hati mau membantu. Tidak terasa waktu istirahat sudah berbunyi. Aku
buru-buru keluar karna ingin pergi ke toilet.
"Diandra mau kemana?" Tanya Titi.
"Toilet." Ucapku sedikit kencang. Aku sedikit berlari
karna sudah tidak tahan. Tanpa sengaja aku menabrak seseorang.
"Eh sorry." Ujarku minta maaf. Rey? Kenapa mesti
nabrak dia si?
"Gak apa-apa ko." Ucapnya sambil tersenyum ramah.
Sepertinya selain matanya dia juga memakai senyuman untuk menghipnotis orang.
Terlihat dia selalu tersenyum. Teoriku asal.
"Gue duluan ya." Ujarku yang tersadar tujuan
utamaku berlari. Aku pun buru-buru pergi dan samar-samar aku mendengar dia
berkata "Cewek yang unik" tapi aku tak memperdulikannya pasti aku
salah denger pikirku.
"Akhirnya." Ucapku setelah keluar dari toilet. Aku
berjalan menuju kantin untuk membeli beberapa makanan. Saat aku sedang
memilih-milih makanan tiba-tiba seseorang datang menghampiriku.
"Heh cewek centil, lo kayanya selalu nyari gara-gara ya
sama gue?" Ucap Vanessa yang memang sudah mencariku dari pagi.
"Maksudnya apa ya?" Ucapku pura-pura tidak
mengerti.
"Gak usah pura-pura sok baik deh lo. Awas aja kalo lo
berani deketin inceran gue lagi." Semua sorot mata di kantin menuju ke
arahku, mereka semua sudah tau kalo aku dan Vanessa tidak punya hubungan yang
baik.
"Maaf ya kakak, gue juga gak pernah mau tuh punya
urusan sama lo." Ucapku sambil meninggalkannya. Aku tau pasti dia kesal
banget mendengar ucapanku tadi. Aku senang melihatnya stres dengan ulahku. Itu
membuatku bahagia.
"Hei, senyum-senyum sendiri aja." Sapa ka Bimo
saat aku melewati lapangan basket. Nampaknya ia sedang latihan.
"Biasa nenek lampir." Kataku sambil nyengir.
"Wu dasar kamu, selalu aja nyari masalah. Kalo Keny tau
bisa-bisa dia langsung balik ke Indonesia."
"Ahaha gak gitu juga ka. Btw aku ke kelas dulu ya mau
makan nih." Ujarku sambil menunjukkan makanan yang tadi aku beli.
"Oke deh." Kata ka Bimo, lalu ka Bimo pergi menuju
lapangan kembali ketempat teman-temannya sedang bermain. Sekilas aku lihat
sosok Rey tersenyum melihatku tapi aku pura-pura tidak melihat.
Aku memasuki kelas masih dengan senyum gembira. Teman-teman
melihat ke arahku. Lalu akhirnya Famela memberanikan diri menghampiriku.
"Di, lo gak apa-apa kan?" Ujar Famela sedikit
takut.
"Hmm.." Kataku yang sibuk mengunyah makanan. Aku
melihat kearah Famela dia hanya diam melihatku. "Gue gak apa-apa ko Fam,
emang kenapa si?" Tanyaku sesudah makanan yang ada dimulut habis.
"Syukur deh." Ujarnya sambil memelukku.
"Haduh udah dong gue gak bisa nafas nih." Ujarku
yang mulai sesak karna Famela memelukku terlalu erat.
"Uuupss sorry." Famela melepaskan pelukannya.
"Abis tadi kata anak-anak abis ada perang dunia ke 2 dikantin. Mana pas
balik lo senyum-senyum kaya orang gila lagi. Gue kira lo shock di omelin
Vanessa." Katanya sambil nyengir.
"Ahaha yang ada juga Vanessa yang shock." Ujarku
sambil tertawa.
"Ko bisa?" Famela tambah bingung lalu teman-teman
yang lainnya mendekati kami berdua.
"Iya di, ko dia yang shock." Ujar Tisa.
"Cerita dong." Ucap Putri penasaran juga.
"Cerita gak ya? Hehehe" Aku meledek mereka, dan
serempak mereka berkata "Diandra cepet." Aku makin tertawa melihat
tingkah teman-temanku.
"Kepo banget sih kalian." Ucapku sambil nyengir.
Tuk tuk tuk... Jitakkan dari teman-temanku pun mampir di kepalaku.
"Aduh, curang banget mainnya keroyokan." Ujarku
sebal.
"Makanya cerita." Ujar Famela yang udah gak sabar
ingin mendengar ceritaku.
"Jadi waktu gue lagi beli makanan si nenek lampir
dateng. Eh dia ngancem gue supaya jangan deket-deket sama gebetannya."
Ujarku panjang lebar lalu aku minum dengan santai.
"Terus?" Celetuk Titi yang dari tadi diem aja.
"Terus gue bilang aja gue juga males berhubungan sama
si nenek lampir." Jelasku lagi.
"Terus di?" Tanya Famela supaya aku meneruskan ceritaku
sedangkan yang lainnya menyimak dengan seksama. Aku sudah seperti guru TK yang
sedang mendongeng kepada anak kecil.
"Terus gue tinggal pergi deh." Ujarku santai.
"Yah gue kira perang dunianya ada bacok-bacokan gitu
kan seru tuh." Canda Famela sambil nyengir.
"Iye seru kalo gue kena bacok kan?" Ujarku sebal
dan diiringi tawa oleh yang lainnya.
"Eh liat tuh Rey lewat kelas kita." Ujar Famela
tanpa mempedulikan aku yang sedang marah. Semuanya menoleh ke arah jendela
termasuk aku. Ku lihat Rey juga menoleh ke arah kami dan dia tersenyum.
'Pasti selalu ngeluarin jurus andalannya senyuman maut.
Gimana gak mau banyak yang suka lah dianya aja tukang tebar pesona gitu'
keluhku dalam hati.
"Ganteng banget ya." Ujar Famela saat Rey sudah
menghilang.
"Kaya malaikat." Ujar Titi yang masih terpesona
dan yang lainnya mengiyakan. Aku tidak menghiraukan mereka dan melanjutkan
makanku.
"Tadi pasti dia senyum sama gue." Kata Putri
dengan pd nya.
"Senyum sama gue kali." Kata Famela sambil
mengibaskan rambutnya yang panjang. Saat mereka sedang berdebat bel berbunyi
mereka kembali ke tempat duduk masing-masing.
Dua pelajaran pun telah kami lewati tidak terasa waktu
berjalan dengan cepatnya. Aku ingin cepat pulang dan tidur. Rasanya beberapa
hari ini aku sudah kena hipnotis dan aku harus mengistirahatkan pikiranku
sejenak.
Saat aku berjalan hendak pulang tiba-tiba ada yang
memanggilku. "Diandra." Ujarnya cukup kencang hingga membuatku
menoleh. Suara itu tidak asing. Oh tuhan semoga bukan dia.
"Mau pulang ya?" Ujar Rey ramah.
"Iya." Jawabku singkat.
"Bareng yuk." Ajaknya sopan.
"Lo mang gak latihan basket?" Ujarku mencari
alasan.
"Gak ko." Jawabnya santai. Aku berharap dia lupa
dan kembali lagi masuk ke sekolah untuk latihan. Tetapi tuhan berkata lain.
"Hei ko diem?" Ujar Rey yang melihat aku melamun.
"Kan kita searah." Lanjutnya.
"Gue pulang sendiri aja deh." Ujarku mencari
alasan lain. Saat aku melihat ka Bimo lewat aku memanggilnya. "Ka
Bimo."
"Kenapa di?" Ujarnya menghampiri kami berdua.
"Anterin aku pulang yuk." Ucapku dengan wajah
penuh harap. Semoga ka Bimo mengerti apa maksudku.
"Kenapa kamu gak bareng Rey? kan kalian searah."
Ucap ka Bimo sambil mengedipkan matanya. 'Thank's ka' ujarku dalam hati.
"Kalo gitu gue duluan ya Rey. Titip Diandra ya jangan
mpe lecet pokoknya." Kata ka Bimo sambil nyengir.
"Mang aku barang apa." Ucapku kesal.
"So?" Tanya Rey. Dia telah berhasil membuatku
menerima tawarannya.
"Ya udah." Kataku pasrah.
Dari arah lain aku melihat sorot mata yang memperhatikan
kami dari tadi. Siapa lagi kalo bukan Vanessa dia hendak menghampiri kami.
"Rey." Ujarnya saat kami baru sampai parkiran.
"Iya, kenapa?" Jawab Rey ramah.
"Anterin aku pulang yuk." Ujarnya manja dan itu
membuatku jengkel. 'Dasar ganjen' keluhku.
"Sorry tapi gue mau balik sama Diandra."
Ucapan Rey tadi membuat muka Vanessa malu. Dia melihat
kearahku dengan tatapan kebenciannya dan aku hanya membalas dengan senyuman
kemenangan. Aku pun naik ke motor Rey dengan senang. Kalo dapat membuat Vanessa
aku rela harus pulang bareng tukang hipnotis ini.
"Duluan ya kakak." Ledekku saat kami pergi
meninggalkannya. Mukanya semakin memerah mendengar ucapanku. Aku tersenyum
penuh kemenangan.
"Lo kenapa senyum-senyum? Tadi nolak pulang bareng gue
sekarang malah jadi seneng banget." Ujar Rey tampak bingung.
"Seneng aja bisa bikin nenek lampir marah." Ucapku
asal.
Selama diperjalanan tidak banyak yang kami bicarakan. Malah
suasananya sepi banget. Tapi aku tidak peduli karna aku sedang senang bisa
membuat Vanessa marah.
"Thank's ya." Ucapku ketika kami sudah sampai di
depan rumahku. Aku lihat mamah sedang merapihkan pepohonan diteras rumah.
"Die, Reysia nya gak diajak mampir dulu." Ujar
mamahku dari teras. Dia menghampiri kami. "Masuk dulu nak Rey, tante mau
nitip sesuatu buat mamah kamu."
Rey melihat kearahku aku hanya mengangkat bahu. "Ayo
masuk." Akhirnya aku terpaksa mengajaknya masuk ke rumah.
"Gue ganti baju dulu ya." Ujarku meninggalkannya
di halaman tempat biasanya aku bermain bersama Keysia.
"Minum dulu nih." Aku menyodorkan segelas orange
juice dingin.
"Thank's ya." Kata Rey ramah.
Aku menuju ke kandang kelinci untuk memberi mereka makan.
Rey memperhatikanku dari tempat duduknya.
"Jangan liatin gue terus ntar naksir loh." Candaku
sambil tertawa.
"Pd lo di." Ujarnya sambil tersenyum.
"Lagian lo ngapain ngeliatin gue?" Ujarku sambil
mengeluarkan Mimo dan Pipo.
"Bukan lo tapi kelinci. Itu Mimo sama Pipo ya?"
"Iya, tau dari Keysia ya." Ujarku sambil duduk
disebelahnya.
"Iya, dia sering banget cerita tentang lo dan kelinci
lo." Ujarnya sambil membelai Mimo. "Keysia jarang bisa deket sama
orang lain, tapi kenapa ya dia bisa langsung akrab sama lo." Rey menoleh
kearahku.
"Mungkin karna gue cantik." Ujarku bercanda tapi
Rey menanggapinya dengan serius.
"Lo emang cantik." Katanya sambil memberi Mimo
makan.
makan.
Entah kenapa aku menjadi senang mendengar pujiannya. Apa aku
sudah mulai terhipnotis? Oh no. Suasana pun menjadi sunyi. Hingga akhirnya
mamah menghampiri kami.
"Nak Reysia titip buat mamah ya." Ucap mamah
sambil memberikan sebuah kotak. Sepertinya isinya kue.
Setelah menerima kotak itu Reysia pamit pulang. Aku
mengantarnya sampai gerbang rumah. Sepertinya aku sudah terhipnotis karna aku
mulai menyukainya.
"Gue pulang dulu ya." Ucapnya pamit kepadaku.
"Iya, salam buat Keysia sama tante Mia ya." Ujarku
sambil tersenyum. Rey pun akhirnya pulang.
"Oh my god, gue bener-bener kena hipnotis. Mati
gue." Ujarku di dalam kamar.
Tiba-tiba handphoneku berbunyi ada sebuah sms dari nomor
yang tidak aku kenal. Aku membukanya, disana tertulis :
Thank's ya Die kue nya.
Keysia bilang dia iri katanya dia juga mau main kerumah lo.
Besok berangkat bareng yuk
By > Reysia
"Reysia? Dia tau dari mana nomor gue? Apa dari tante
Mia atau jangan-jangan ka Bimo. Pasti kerjaan ka Bimo nih." Ujarku sebal.
Aku pun membalas sms nya:
Sipp, nanti gue sampein sama nyokap.
Besok kesini aja.
By > Diandra
Keesokan harinya ketika aku masih sarapan tiba-tiba ada
suara motor berhenti di depan rumah. Pasti ka Bimo. Pikirku.
"Mah, pah berangkat dulu ya." Ucapku sambil
mencium tangan kedua orangtuaku. Bel rumah berbunyi beberapa kali.
"Ngapain si ka Bimo mencet-mencet bel biasanya juga
langsung masuk." Ucapku sebal. Aku membuka pintu rumah tampak sosok itu
bukan seperti ka Bimo. Aku pun menghampirinya.
"Rey? Lo ngapain pagi-pagi kesini." Tanyaku
bingung.
"Jemput lo." Ujarnya sambil tersenyum.
"Kan gue gak minta di jemput."
"Semalem kan gue udah bilang." Katanya
"Gue kira lo becanda semalem. Lumayan si tebengan
gratis." Ujarku sambil nyengir kuda.
Kami pun berangkat bersama. Setibanya disekolah kami berdua
pun menjadi sorot perhatian. Saat melewati lapangan kami melihat beberapa anak
basket sedang mengobrol disana.
"Gue kesana dulu ya, ntar kalo pulang bareng gue
sms." Ucap Rey sebelum kami berpisah.
Aku berjalan menuju kelas. Setibanya dikelas anak-anak langsung
menghampiriku. "Ko lo kemarin pulang bareng Rey die? Tadi juga berangkat
bareng?" Pertanyaan-pertanyaan datang bertubi-tubi.
"Iya die, pokoknya lo harus cerita ke kita-kita."
Ucap Famela yang penasaran.
"Rey tuh tetangga gue, jadi wajar dong gue pulang dan
pergi bareng." Jelasku santai. "Pada cemburu ya?" Candaku.
"Diandra curang, kemarin ka Bimo sekarang Rey."
Ujar Famela ngambek.
"Iya ni kamu curang die." Ujar Titi sedih.
"Famela kan udah punya Andre, Putri lo suka sama Rico
kan kakak kelas kita, Tisa lo juga lagi deket kan sama anak basket, dan Titi lo
juga bukannya suka sama Edwin si murid teladan." Ucapku panjang lebar.
"Ko lo tau?" Tanya Tisa penasaran.
"Ya asal tebak aja si hehe ." Ujarku setengah
becanda.
"Pokoknya kalo lo jadian sama Rey lo harus teraktir
kita sebagai gantinya." Ujar Famela diikuti dengan anggukan anak-anak yang
lain. Akhirnya aku terpaksa mengiyakan permintaan mereka. Kalo gak bisa-bisa
mereka ngambek terus mogok ngomong seharian.
"Tapi gimana sama si Vanessa die?" Tanya Titi.
"Gue si seneng aja liat di kesel. Lagian juga toh belum
tentu gue sama Rey kita cuma temenan doang." Ujarku santai.
Pelajaran demi pelajaran berlalu begitu cepat. Aku mengecek
handphoneku. Ada sebuah sms:
Tunggu di kelas ya nanti gue kesana.
By > Reysia
Aku pun buru-buru membalasnya:
Oke 

By > Diandra
Aku tidak sabar menunggu bel. Aku ingin cepat-cepat bertemu
dengannya. Mungkinkah aku sudah benar-benar terhipnotis olehnya? Yang jelas aku
jatuh cinta.
Bel pulang berbunyi, aku membereskan buku-bukuku tetapi aku
masih belum beranjak dari tempat dudukku. "Die lo gak pulang?" Tanya
Putri yang heran melihatku masih anteng di dalam kelas.
"Tau nih biasanya juga kalo bel lo yang paling pertama
kabur. Pasti ada apa-apanya." Ujar Famela curiga.
"Diandra." Seseorang memanggilku dari luar
seketika semuanya menoleh kearahnya. Sedangkan cowok itu hanya melemparkan
senyumannya.
"Gue mau tepatin janji gue ngenalin kalian sama
dia." Ujarku sambil melirik kearah Rey. Mereka semua hanya diam membisu.
"Rey sini bentar deh. Gue mau ngenalin lo sama
temen-temen gue." Ujarku sambil mengedipkan mata kepada mereka. "Ini
Famela, Putri, Titi, dan Tisa." Lanjutku.
"Salam kenal." Ujarnya ramah dengan senyumnya yang
khas. "Btw gue mau ngajak Diandranya pulang duluan boleh kan." Ujarnya
lagi.
"Boleh ko." Ujar Famela sambil mengibaskan
rambutnya sedangkan yang lainnya hanya senyum-senyum malu.
"Duluan ya semuanya." Kata Rey pamit. Aku dan Rey
berjalan keluar kelas. Aku melihat dari kaca jendela mereka berempat masih
terhipnotis dengan sosok Rey.
"Temen-temen lo lucu ya." Kata Rey memulai
pembicaraan.
"Sorry ya tadi gue main kenalin lo sama mereka tanpa
persetujuan lo." Ujarku merasa tidak enak.
"No problem, gue suka ko punya banyak temen." Rey
menoleh kearahku dan tersenyum.
"Lo tuh hobby senyum ya?”
"Bukannya bagus ya kalo suka senyum." Ujarnya
bingung.
"Ya bagus si, cuma bikin nambah fans aja." Ujarku
asal.
"Banyak fans gak apa-apa dong, daripada banyak
pacar." Canda Rey.
"Ya tapi kan kasian pacar lo, ntar dia cemburu
loh."
"Gue gak punya pacar ko. Jangan-jangan lo cemburu
ya?" Rey menoleh kearahku dengan muka serius. "Hahaha just
kidding." Lanjutnya lagi sambil tertawa.
"Rese lo haha." Aku pun ikut tertawa dalam
candaannya.
Perjalanan pulang terasa sangat singkat. Kenapa aku jadi ingin
selalu didekatnya? Batinku.
"Thank's ya." Ujarku ketika sampai didepan rumah.
"Iyap, gue langsung balik ya." Kata Rey pamit.
"Gak mampir dulu?" Tanyaku keceplosan.
"Lain kali aja ya." Ujarnya sambil tersenyum lalu
pergi.
Setelah melihatnya menghilang aku pun masuk ke dalam rumah.
"Mah aku pulang." Ujarku cukup kencang. Aku langsung naik ke atas
menuju kamar. "Aku harus gimana ni?" Ujarku sambil merebahkan tubuhku
dikasur.
"Mungkin aja dia baik sama gue karna gue anaknya temen
nyokapnya. Jadi gue gak boleh ge-er." Aku menasehati diriku sendiri.
Aku mengganti pakaian dan turun untuk memberi makan Mimo dan
Pipo. Aku melihat mamah sedang menyiapkan makan siang. "Masak apa
mah?" Ujarku saat menuju meja makan.
"Balado kentang sama ayam goreng. Tadi kamu dianterin
Reysia lagi?"
"Iya." Ujarku santai sambil menyendok makanan.
"Ko gak disuruh mampir?"
"Dia nya mau langsung pulang katanya."
Aku menghabiskan makananku lalu masuk ke kamar, hari ini aku
lelah mau tidur siang. Baru saja aku mau memejamkan mata handphoneku berbunyi,
ada sms:
Die lagi sibuk gak?
By > Reysia
Huh, gimana aku bisa menghilangkan hipnotisnya sedangkan
setiap saat dia selalu muncul.
Gak ko, kenapa Rey?
By > Diandra
Akhirnya aku memutuskan tidak jadi tidur. Rasa ngantukku
sudah hilang karna orang itu. Tidak lama kemudian handphoneku berbunyi lagi.
Temenin gue jemput Keysia yuk.
Gue jemput lo ya sekarang.
By > Reysia
What? Tanpa minta persetujuan gue dia langsung mutusin gitu
aja. Gimana gue gak salah paham jadinya kalo begini caranya. Batinku.
Aku dengan terpaksa mengganti pakaian, tidak beberapa lama
suara mamah terdengar memanggilku. "Didie, ada nak Reysia ni." Ujar
mamahku. "Ayo masuk dulu." Kata mamahku ramah.
"Makasih tante." Jawabnya dengan ramah juga.
Tidak lama kemudian aku muncul, aku hanya memakai kaos
panjang dan celana jeans pendek. Aku sengaja berpakaian santai kalo rapi-rapi
ntar dia ke-pd-an lagi. Aku lihat juga dia hanya memakai kaos dan celana jeans.
"Ayo." Ujarku singkat. Kami berdua pamit lalu
pergi. Kali ini kami tidak naik motor tapi naik mobil.
"Thank's ya udah mau nemenin gue." Ujarnya masih
dengan mata tertuju ke depan.
"Oke, lagiankan lo anaknya tante Mia." Ucapku
keceplosan.
"Kalo gue bukan anaknya tante Mia?" Tanya Rey
dengan nada serius, aku tidak berani menegok ke arahnya.
"Eh maksudnya gak gitu." Aku mulai bersikap
salting, tapi ternyata Rey malah tertawa melihatku.
"Ko lo ketawa si?" Kataku bingung.
"Gue suka aja liat lo gugup kaya tadi." Akunya
jujur. Entah aku harus senang atau kesal melihat tingkahnya.
"Rese lo." Ucapku dengan wajah bt. Aku kesal karna
dia seperti memberi harapan palsu padaku.
"Becanda die. Abisnya daripada sendirian kan lebih enak
kalo ada temennya."
"Ya juga si." Akhirnya aku bersikap biasa lagi,
toh percuma aku marah-marah dianya juga gak tau apa yang aku pikirin.
"Ayo turun." Ujarnya ketika kami sampai didepan
sebuah sekolah dasar. Aku melihat Keysia sedang bersama teman-teman dan
gurunya. Keysia menunjuk kearah kami.
"Gue kesana bentar ya." Ujar Rey meninggalkanku
hendak menuju ke mereka. Aku melihat mereka sedikit berbicara sambil melihat
kearahku. Setelah itu Rey dan Keysia menghampiriku.
"Ka Didie." Keysia berlari kearahku lalu ia
memelukku. Rey hanya tersenyum melihat tingkah adiknya.
"Ayo pulang. Die lo duduk depan aja, biar Keysia di
belakang." Ujar Reysia.
Sepanjang perjalanan Keysia selalu berbicara, tapi mungkin
karna dia lelah dia pun akhirnya tertidur. "Keysia tuh lucu ya."
Ujarku sambil melihat Keysia tidur.
"Ya kalo udah deket sama orang emang gitu."
"Pasti lo sayang banget ya sama dia." Ujarku
sambil tersenyum.
"Iya, tapi sayang setiap gue punya cewek jarang ada
yang deket sama Keysia. Makanya Keysia suka marah kalo gue pergi sama
mereka."
"Anak kecil juga bisa cemburu Rey, gue aja suka cemburu
kalo kakak gue gak ada waktu buat gue." Ujarku lalu membayangkan kejadian
dulu. "Jadi wajar aja kalo Keysia ngerasain hal yang sama."
Tidak terasa kami sudah tiba di depan rumahku. "Thank's
ya udah mau nemenin gue." Ujar Rey dari dalam mobil.
"Sipp, salam aja ya buat Keysia."
"Iya, sampe ketemu besok pagi."
Rey memacu mobilnya meninggalkanku. Semakin lama aku semakin
yakin dia sudah menghipnotisku dan membuatku jatuh cinta padanya. Setiap hari
kami pergi dan pulang bersama sampai suatu hari Rey seperti menjauhiku.
Semenjak tim basket ada pertandingan mereka jadi harus pulang sore setiap hari.
"Die, anterin ini kerumah tante Mia ya." Ujar
mamah sambil memberikan sebuah bungkusan. Saat kulihat isinya sebuah baju.
"Mamah aja ya." Ujarku dengan wajah memohon.
"Mamah lagi sibuk. Kamu lagi marahan ya sama
Reysia?" Tanya mamahku bingung. Sudah beberapa hari ini aku pulang dan
pergi sekolah sendiri dan Keysia juga tidak pernah main lagi.
"Gak si." Ujarku pelan.
"Yaudah sana, buruan itu pesenan tante Mia."
"Kenapa tante Mia nya gak kesini aja si mah?"
Ujarku mencari alasan.
"Tante Mia gak sempet ngambil. Udah sana jangan banyak
cari alasan."
Mamah sepertinya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Aku
melangkah dengan malas. Perjalanannya pun menjadi sangat lama. "Mamah
nyebelin." Ujarku mengeluh.
Tiba dirumah tante Mia aku membunyikan belnya. "Semoga
yang keluar bukan Rey." Ujarku berharap. Setidaknya kalo yang keluar tante
Mia aku bisa langsung pamit pulang. Tidak lama pintu terbuka dan yang keluar
ternyata Rey. Aku menyesal sudah mau pergi kesini.
"Eh Diandra, kenapa kesini?" Rey tampak salah
tingkah melihatku tiba-tiba datang. Aku melihat seorang wanita bersama dengan
Keysia keluar. Sosok itu tak asing untukku. Finka putri sekolahku. Aku memang
dengar kabar kalo Rey dekat dengan Finka akhir-akhir ini. Aku semakin menyesal
datang di waktu yang tidak tepat.
"Mau ngasih titipan dari mamah." Ujarku singkat
sambil menyerahkan titipan dari mamah tadi.
"Ka Didie." Ujar Keysia menghampiriku dan Rey.
"Mau masuk dulu?" Tanya Rey sedikit kikuk.
"Gak usah deh, lagi ada tamu takut ganggu." Ucapku
jutek. "Keysia kakak pulang dulu ya." Ujarku lagi sambil tersenyum
kepada Keysia. Lalu aku pun pergi, sekilas aku melihat wajah Rey yang seperti
tidak enak.
"Diandra lo liat kan cewek tadi, mungkin Rey udah jadian
sama dia. Dan Keysia juga kayanya deket banget sama dia." Omelku sepanjang
jalan. "Harapan palsu." Ujarku sinis.
Sejak kejadian itu aku selalu menghindari Rey. Setiap aku
akan bertemu dengannya aku selalu merubah arahku. Aku tidak mau terhipnotis lagi.
Dari pagi aku hanya diam saja melamun semua teman-temanku melihatku tapi mereka
tidak berani mendekat bahkan Famela sekalipun.
Sepanjang jam pelajaran aku tidak memperhatikan guru aku
hanya melamun sampe bel istirahat.
"Die, lo kenapa si beberapa hari ini diem aja."
Ujar Famela yang akhirnya memberanikan diri mendekatiku.
"Gue gak apa-apa ko." Ujarku memaksakan senyum.
"Gara-gara Rey deket sama Finka ya?" Ucap Famela
hati-hati.
"Gak ko Fam, kan udah gue bilang gue sama Rey cuma
temenan aja. Jadi itu hak dia mau deket sama siapa aja." Aku menghembuskan
nafas sejenak. "Gue ke toilet dulu ya." Lanjutku lalu meninggalkan
Famela yang hanya terdiam di kelas.
Keluar dari toilet aku bertemu Vanessa, dia terlihat senang
melihatku. "Kayanya ada yang dicampakkan ni." Ujarnya meledekku. Aku
tidak memperdulikannya aku terus berjalan dan dia menarikku.
"Ya gue tau si Rey pasti milih Finka lah, secara lo gak
ada apa-apanya dibanding Finka." Katanya dengan nada sinis lalu ia
mendorongku sampai jatuh.
"Lo apa-apaan si Van." Ujar seseorang di
belakangku. Lalu Vanessa pun pergi. Aku menoleh ke belakang dan aku melihat
Finka dan Rey. Ternyata itu suara Finka. Rey berusaha membangunkanku tapi aku
menolaknya.
"Gue bisa sendiri." Ujarku ketus, Rey tampak
kecewa.
"Lo gak apa-apa die?" Tanya Finka cemas.
"Gue gak apa-apa kok." Kataku singkat.
"Gue anterin lo ke kelas ya." Ujar Rey.
"Gak usah gue bisa sendiri." Kataku dengan nada
terdengar marah. Ini sangat memalukan bagiku. Aku tidak ingin dikasihani
olehnya. Itu cuma akan menambah rasa sakitku.
"Thank's ya Fin." Ujarku sebelum pergi
meninggalkan mereka.
Aku akhirnya izin untuk pulang cepat. Aku sudah tidak tahan
lagi. Aku bilang kalau aku sakit ke guru piket dan mereka mengijinkanku pulang.
Setibanya di rumah aku langsung tidur. Mamah yang mengetahui keadaanku
membiarkanku beristirahat.
Piippp piippp..
Suara handphone membangunkanku. Ada sebuah pesan masuk.
Die gimana keadaan lo?
Tadi pas pulang Rey nyariin lo tapi gue bilang lo udah izin
pulang duluan.
By > Famela.
Diantara teman yang lain memang Famela lah yang paling dekat
denganku. Aku pun membalasnya.
Iya gue udah gak apa-apa besok juga gue masuk.
Thank's ya.
By > Diandra.
Tak lama kemudian handphoneku berbunyi kembali pasti dari
Famela batinku. Aku pun membuka pesan itu.
Gimana keadaan lo?
Udah baikan?
Gws ya.
By > Reysia
Aku tidak membalas sms darinya. Aku sudah tidak tau harus
bersikap bagaimana di depannya. Rasanya aku tidak ingin bertemu dengannya dulu
untuk beberapa hari ini.
Aku sengaja berangkat pagi-pagi karna aku merasa Rey akan
menjemputku. Setibanya di sekolah aku duduk di kelas dan meletakkan kepalaku di
meja. Aku harus bersikap seperti biasa. Batinku menyemangati diriku sendiri.
"Hei Die." Ujar seseorang mengagetkanku.
"Finka? Ngapain pagi-pagi kesini?" Tanyaku bingung.
"Mau ketemu lo." Ujarnya sambil tersenyum dan
duduk di depanku. "Menurut lo Rey orangnya gimana?" Tanyanya dengan
ramah.
"Ko lo tanya gue, kan lo lebih deket sama dia dibanding
gue." Ujarku. 'Ni cewek sengaja kali ya manas-manasin gue pagi-pagi.' Kataku
dalam hati.
"Ya cuma mau tau aja gimana pendapat lo." Katanya
santai.
"Lo suka ya sama Rey?" Tanyaku keceplosan.
"Mana ada si cewek yang gak suka sama dia."
Katanya. "Oh iya gue kekelas dulu ya." Katanya lalu meninggalkanku
sendiri.
Aku kembali meletakkan kepalaku di atas meja. Handphoneku
bergetar ada sebuah sms.
Die pulang sekolah nonton yuk
By > Bimo
Mungkin setelah jalan-jalan pikiranku akan lebih tenang. Aku
pun akhirnya menyetujuinya.
Oke deh ka
Lagi butuh hiburan ni
By > Diandra
Tidak beberapa lama sms balasannya pun datang.
Nanti aku tunggu di depan parkiran
By > Bimo
Semoga jalan-jalan sama ka Bimo bisa ngilangin rasa kesel
aku. Pelajaran demi pelajaran pun berlalu hingga waktu pulang tiba. Setelah bel
aku langsung ke tempat janjian. Ternyata ka Bimo belum tiba, tidak beberapa
lama ka Bimo datang.
"Sorry ya lama." Ujarnya sambil nyengir.
"Udah biasa, kakakkan tukang ngaret." Ka Bimo
seperti mencari seseorang. "Nyari siapa ka? Ayo jadi gak?" Tanyaku
bersemangat.
"Tunggu bentar ya." Kata ka Bimo. "Rey."
Panggilnya aku menoleh 'shit' Rey dan Finka mereka berjalan kearah kami.
"Kita gak pergi sama mereka kan ka?" Tanyaku
memastikan.
"Hehe tadi kakak lupa bilang." Katanya sambil
nyengir.
"Aku gak jadi ikut deh ka." Ujarku.
"Jangan dong, udah ayo ikut aja." Ka Bimo
merangkulku, kami berjalan menghampiri mereka. Ka Bimo denganku sedangkan Rey
dengan Finka.
Kami pun sampai di sebuah mall yang cukup terkenal di
Jakarta. Sepanjang jalan ka Bimo terus berbicara dengan Finka.
"Lo marah ya sama gue?" Ujar Rey mulai mengajakku
bicara.
"Kenapa harus marah?" Aku balik bertanya
kepadanya. Aku sudah menahan emosiku sebisa mungkin, karna aku tidak mau ka
Bimo sampai tau.
"Karna lo mau marah." Katanya tapi aku hanya diam
diapun melanjutkan ucapannya. "Gue minta maaf die." Ujarnya.
"Mang lo salah apa sama gue?"
"Gak tau, tapi gue ngerasa gue harus minta maaf."
"Kalo lo gak tau apa salah lo buat apa minta
maaf." Ujarku jutek.
"Die, lo mau nonton apa?" Tanya Finka kepadaku.
"Apa aja deh Fin." Kataku sambil memaksakan
senyum.
"Kita nonton ini aja ya." Ujar Finka sambil
menunjuk sebuah poster film luar.
Kami menonton film berempat. Sepanjang film ka Bimo terlihat
sangat dekat dengan Finka. 'Harusnya tadi gue gak usah ikut.' Ujarku dalam
hati. Film 2 jam seperti 1 hari. Aku memutuskan untuk pulang duluan.
"Gue balik duluan aja ya." Ujarku setelah film
selesai.
"Ko pulang die?" Ujar Finka dengan nada kecewa.
"Kamu sakit?" Tanya ka Bimo.
"Gak ko ka, cuma cape aja. Gue balik duluan ya
Fin." Kataku sambil tersenyum.
"Ya udah gue juga balik." Ujar Rey. Ka Bimo dan
Finka akhirnya melanjutkan jalan-jalan mereka.
"Gue mau pulang sendiri." Ujarku setelah kami
meninggalkan ka Bimo dan Finka.
"Lo pulang sama gue." Ujar Rey sambil menarik
tanganku supaya aku mengikutinya. Tidak pernah aku melihat Rey seserius ini
sebelumnya.
Akhirnya aku menurutinya aku sudah tidak tau apa yang harus
aku perbuat sekarang. Kami akhirnya pulang, tetapi Rey tidak membawaku pulang.
Dia membawaku ke danau dekat komplek kami. Disana tidak ada orang lain kecuali
kami berdua.
"Kita ngapain si kesini." Kataku sambil mengikuti
Rey yang berjalan mendekati danau.
"Gue udah gak tahan die liat sikap lo ke gue. Lo selalu
ngindarin gue, di sekolah lo diem aja. Lo kenapa si?" Tanya Rey sedikit
kesal.
"Gimana rasanya? Enak digituin?" Tanyaku dengan
nada sinis.
"Jadi lo bales gue karna waktu itu gue sempet ngejauh
dari lo?" Tanya Rey kesal.
"Lo tiba-tiba ngehindarin gue dan ternyata lo malah
deket sama Finka. Gue udah gak mau nerima harapan palsu lagi Rey. Gue cape,
mending kita masing-masing aja." Tangisku pecah. Semua beban yang selama
ini aku tanggung aku keluarkan semuanya. Diluar dugaan Rey memelukku, awalnya
aku kira dia akan marah kepadaku.
"Maafin gue ya." Ujarnya menyesal.
"Lo jahat Rey." Ujarku sambil menangis di
pelukkannya. Kami hanya diam, Rey memelukku hingga tangisanku berhenti. Setelah
aku tenang dia melepaskan pelukkannya.
"Jangan nangis lagi ya." Ujarnya tersenyum lalu ia
mengelap air mataku. Aku hanya diam tertunduk.
"Kemaren bukannya gue ngejauhin lo, tapi karna gue
sibuk latihan basket. Kalo soal Finka dia sepupu gue, Finka udah lama suka sama
Bimo makanya dia minta tolong sama gue." Kata Rey menjelaskan dengan
lembut.
"Terus kenapa waktu gue kerumah lo, lo malah salah tingkah
mana gue liat ada Finka disana." Kataku sambil cemberut.
"Gue kaget aja tiba-tiba lo dateng ke rumah gue. Lo
cemburu ya?" Ujar Rey sambil nyengir.
"Gak ko." Kataku menyembunyikan perasaanku yang
sebenarnya.
"Iya juga gak apa-apa." Kata Rey sambil mengacak-acak
rambutku. "Jangan kaya gini lagi ya, gue gak bisa liat cewek yang gue suka
murung terus." Katanya tersenyum kepadaku. Aku hanya mengangguk.
"Kita pulang ya." Kata Rey lembut. Ia merangkulku.
Hubungan kami berjalan seiring dengan berjalannya waktu.
The end
No comments:
Post a Comment