Wednesday, 5 November 2014

KARMA



Siang itu sangat terik. Matahari bersinar terang. Aku duduk didalam kelas sendiri. Kulihat sayup-sayup angin menggoyangkan pepohonan di luar jendela.
"Hei, ngelamun aja." Ujar Icha mengagetkanku.
"Ah lo." Kataku dengan nada lesu.
"Kenapa? Lesu banget kayanya?" Ujar Icha duduk dihadapanku.
"Gak ko, kayanya ada yang lagi seneng ni." Ujarku menggoda Icha yang dari tadi memasang senyum yang mencurigakan.
"Ah bisa aja lo ta." Icha hanya nyengir kuda.
"So?" Ujarku sambil mengerutkan kening.
"Gue punya temen nih, orangnya baik banget. Dia gak mandang orang dari fisiknya." Ujar Icha mengebu-gebu.
"Lo gak ada niat jodohin gue kan?" Ujarku mulai curiga.
"Ya kan gue pernah janji mau nyariin lo cowok." Ujar Icha sambil nyengir.
"Gak ah, ntar dia suka sama lo lagi." Ujarku asal. Entah kenapa perasaanku tidak enak.
"Lo coba aja dulu, ya kan lumayan ta buat nambah-nambah temen aja." Ujar Icha memaksa.
"Gak deh cha." Kataku malas.
"Ayolah ta, mau ya mau ya." Ujar Icha penuh harap.
"Ya udah deh. Tapi gue gak janji ya." Ujarku akhirnya menyetujui permintaan Icha. Aku tak bisa menolak permintaan sahabatku yang satu ini.
"Iya, lo pasti gak nyesel deh." Ujar Icha dengan percaya dirinya.

***
Bel pulang sekolah berbunyi. Aku dan Icha ada janji untuk main kerumahnya. Kami memasak spaghetti dan pop corn. Tidak lupa kami menonton DVD yang baru saja kami beli sebelumnya.
"Ntar lo jangan lupa sms dia ya ta." Ujar Icha saat kami sedang menonton film.
"Masa gue yang sms duluan." Ujarku masih dengan tatapan kedepan layar.
"Hp lo deh." Ujar Icha meminta handphoneku.
"Ni." Ujarku memberikannya. "Btw lo mau ngapain?" Ujarku lagi kali ini aku melihat ke arahnya.
"Sms Raka. Biar lo bisa sms-san sama dia." Ujar Icha sambil mengedipkan matanya.
"Ya ya ya." Ujarku meneruskan nonton DVD dan mengambil beberapa pop corn.
Tanpa tau apa yang dilakukan Icha aku meneruskan menonton DVD. Setidaknya dia tidak akan berbuat yang aneh-aneh. Itulah yang hanya ada dipikiranku saat itu.
Film berakhir. Aku melihat jam tanganku. Sudah jam 5 sore dan aku harus buru-buru pulang. Aku tau pasti mamah dirumah sudah mencariku. Akhirnya aku pamit dan pulang ke rumah.

***

Aku berbaring diatas ranjang dengan setumpuk buku di sana. Pr dari sekolah sangat menumpuk malam ini. Pipp pipp... Suara handphoneku berbunyi. Ada sebuah pesan.
Lagi apa?
By » Raka
"Raka? Pasti temennya si Icha ni." Ujarku pelan. Aku pun membalas sms nya.
Sorry gue bukan Icha
Ini temennya
By » Ita
Tidak beberapa lama kemudian sms bls-an dari Raka pun datang.
Oh, iya gue tau ko.
By » Raka
Malam itu kami berbincang. Bisa kuakui Raka memang menyenangkan dan aku pun sedikit tertarik padanya.

***
"Ta, jadi gimana Raka?" Ujar Icha saat aku baru sampai di kelas.
"Ya lumayan." Ujarku acuh sambil meletakkan tas di atas meja dan duduk dihadapannya.
"Kita ajak dia ketemuan yuk." Ujar Icha dengan penuh semangat.
"Boleh." Ujarku singkat.
"Ya udah ntar ya pulang sekolah. Don't forget! Ok." Ujar Icha mengedipkan mata lalu pergi keluar kelas.

***

Aku dan Icha duduk di sudut cafe ceria. Kami dapat melihat orang-orang yang berlalu lalang melintasi cafe ini. Cafe ini sangat ramai karna terkenal dengan es krim nya yang enak.
"Raka jadi dateng cha?" Ujarku sambil menyuap es krim coklat yang sudah kupesan sebelumnya.
"Kayanya si jadi. Tadi dia bilang lagi otw." Ujar Icha mengamati pengunjung cafe. "Itu dia." Ujar Icha sambil menunjuk ke arah pintu.
Aku menoleh dan kulihat sesosok cowok masih dengan seragam berdiri di sana. Cowok yang bisa dibilang cukup keren hingga mampu menarik perhatian seisi cafe.
"Sorry ya gue telat." Ujar Raka menghampiri kami berdua.
"Gak apa-apa kok ka, kita juga baru aja nyampe." Ujar Icha memasang senyum manisnya.
"Iya baru setengah jam yang lalu." Ujarku asal.
"Ita." Ujar Icha menyenggol tanganku membuat es krim yang hendak ku suap jatuh ke bajuku. "Uppss sorry." Ujarnya pelan.
"Icha kan kotor." Ujarku hendak membersihkan bajuku.
"Ya maaf ta, gak sengaja." Ujar Icha sambil nyengir.
"Pake ini aja." Ujar Raka memberikanku sapu tangannya. Dengan ragu aku mengambilnya.
"Thank's ya." Kataku. Sesuatu yang aneh terjadi padaku. Aku menjadi tertarik padanya.
"Iyap, santai aja." Ujarnya santai.
Kami membicarakan banyak hal. Aku melihat sepertinya Icha suka pada Raka, namun harus kuakui aku pun juga menyukainya. Melihat hari sudah semakin sore akhirnya kami mengakhiri pembicaraan kami.

***
Hari ini aku berjanji akan mengembalikan sapu tangannya. Kami berjanji akan bertemu di tempat kami bertemu kemarin. Aku melirik kearah jam tanganku. Aku terlambat.
"Sorry tadi gue ada pelajaran tambahan." Ujarku lalu duduk didepannya.
"Gue juga baru nyampe ko." Ujarnya santai. "Baru setengah jam yang lalu maksudnya." Ujarnya lagi. Aku terpaku melihat tingkahnya yang membalasku kemarin.
"Hmm bales yang kemarin ceritanya." Ujarku.
"Just kidding ta." Ujar Raka sambil tertawa.
"Oh ya, ni thank's ya." Ujarku mengeluarkan sapu tangan yang kemarin dia berikan.
"Yapp." Ujarnya santai. "Jadi lo udah lama temenan sama Icha?" Ujarnya lagi membuka pembicaraan.
"Lumayan, lo ko bisa kenal Icha?" Tanyaku penasaran.
"Iya dia temennya temen gue. Kenalnya si baru-baru ini." Ujar Raka.
"Hmm, lo suka ya sama dia?" Ujarku asal.
"Ko lo bisa bilang gitu?" Ujar Raka bingung.
"Asal nebak aja." Ujarku sambil nyengir.
"Wuu dasar. Sotoy lo." Ujar Raka sambil tertawa.
"Ssttt lo gak tau ya gue bisa baca pikiran?" Ujarku dengan wajah serius.
"Serius?" Ujar Raka dengan wajah ikut serius.
"Tapi boong." Ujarku tertawa melihat wajah lugunya.
"Rese lo ta." Ujar Raka menjitak kepalaku.
"Awww.." Ujarku sambil memegang kepala.
"Rasain." Ujar Raka dengan senyum kemenangan.
"Ssttt tau gak?" Ujarku dengan wajah serius kembali.
"Pasti lo mau ngerjain gue lagi kan." Ujar Raka.
"Serius." Ujarku meyakinkan.
"So? What?" Ujar Raka.
"Gue harus balik nih udah jam 4." Ujarku santai.
"Ita." Ujar Raka geram dia menjitakku hingga dua kali.
"Awww..."
Kami berdua berjalan keluar cafe. "Ayo gue anterin balik." Ujarnya sambil mengenakan helm.
"Gak usah deh ntar ngerepotin." Ujarku menolak dengan halus.
"Udah gak apa-apa." Ujar Raka sambil tersenyum. Aku pun menuruti ucapannya dan naik dibelangkangnya.

***

Sudah beberapa hari ini aku dan Raka sering bertemu. Kami pun sering bertukar pesan singkat lewat sms hanya untuk sekedar mengetahui apa yang dilakukan satu sama lain.
"Cha gue rasa lo bener deh soal Raka." Ujarku saat kami sedang duduk di kelas.
"Maksudnya?" Dengan wajah bingung.
"Iya he's funny cha." Ujarku sambil tersenyum. Memang beberapa hari ini aku selalu membicarakannya. Dan tanpa aku sadari Icha tidak menyukai pembicaraanku yang selalu membahas Raka.

***

Hari ini sudah seharian Raka tidak mengirimiku pesan. Aku duduk di tempat biasa kami bertemu, namun sosoknya tidak pernah muncul. Aku menelphonenya tapi nomornya tidak aktif sama sekali. Dia menghilang atau lebih tepatnya dia seperti menjauhiku.

***
"Besok anterin gue yuk ta." Ujar Icha ketika kami sedang istirahat makan.
"Kemana?" Ujarku sambil menyuap bakso yang baru kubeli.
"Ketemu Raka." Ujar Icha terlihat senang.
"Oh ya udah." Ujarku berusaha terlihat santai. Aku berusaha sebisa mungkin menyembunyikan perasaanku. Sepertinya feeling ku selama ini benar. Raka suka pada Icha.
Keesokan harinya kami bertemu dengan Raka dia membawa seorang temannya. Raka terlihat canggung ketika melihat Icha sedang bersamaku. Aku berusaha bersikap biasa. Dari gerak-gerik mereka berdua sepertinya mereka sering bertemu sebelumnya. Tapi kenapa Icha tidak pernah cerita? Bahkan Icha tidak memberitahuku nomor baru Raka. Raka benar-benar menjauhiku.

***

Siang itu setelah pulang sekolah aku, Icha, Putri, dan Citra pergi ke rumah Gina. Selama diperjalanan Icha selalu berbicara ditelephone tetapi aku tidak tahu dia berbicara dengan siapa.
"Cha, ngobrol sama siapa si?" Ujarku penasaran.
"Raka ta." Ujar Icha. Dari raut wajahnya aku bisa melihat ada kesenangan di sana. Entah kenapa tiba-tiba sesuatu yang menyesakkan terasa dihatiku. Aku berusaha bersikap biasa saja.
Semakin lama semakin membuatku bingung. Apa yang harus kulakukan? Ternyata tanpa sepengetahuanku mereka memang sering jalan bersama. Aku hanya diam dan berusaha bersikap acuh dengan semua itu. Hatiku perih tersayat-sayat. Aku tidak suka dengan cara mereka. Bahkan aku tidak mengerti dengan mau mereka.
Aku hanya bisa memendamnya. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Apa aku harus menyalahkan Icha karna dia semuanya bermula? Atau aku harus menyalahkan Raka? Akhirnya aku memutuskan untuk menjauhi Raka dan tidak memikirkan masalah ini lagi. Hingga suatu hari hal yang benar-benar sudah kuduga pun terjadi.
"Ta, gue mau cerita sama lo tapi lo jangan marah ya." Ujar Icha saat kami sedang duduk-duduk di taman sekolah.
"Iya, cerita apa?" Kataku sambil memerhatikan pertandingan sepak bola antar kelas.
"Tapi lo janji dulu jangan marah." Ujar Icha dengan muka serius.
"Iya sayang, emang kenapa si?" Ujarku akhirnya menyimak dengan serius perkataannya.
"Gue jadian sama Raka." Ujar Icha pelan. Sesuatu yang menusuk dihatiku terjadi lagi. Ini yang aku takutkan dari awal. Raka suka pada Icha.
"Lo marah ya ta." Ujar Icha membuyarkan lamunanku.
"Dari awal gue udah bilang cha gue gak mau, tapi lo nya malah maksa. Gue kan bilang Raka suka sama lo." Ujarku berusaha acuh tetapi aku tidak bisa menyembunyikan mimik mukaku. Icha sudah mengenalku sejak dulu pasti dia tahu aku marah.
"Iya Raka suka sama gue. Saat lo deket sama dia gue ngerasa cemburu dan gue baru sadar gue juga suka sama dia." Ujar Icha lesu.
"Semuanya udah terjadi cha, percuma juga kan disesalin. Sekarang gue tanya lo suka gak sama dia?" Ujarku sudah bisa mengontrol emosiku. Icha hanya diam tidak menjawab pertanyaanku.
"Kalo lo suka sama dia jalanin aja. Gue juga gak suka sama dia. Gue cuma gak suka sama cara dia yang tiba-tiba ganti nomor. Kalo dia ngerasa gue ngeganggu dia gue juga gak bakal hubungin dia lagi." Ujarku berusaha bersikap dewasa padahal jauh di dalam lubuk hatiku terasa sakit.
"Iya ta, maafin gue ya." Ujar Icha pelan.
"Ya udahlah cha, semuanya udah terjadi ngapain disesali? Lain kali jangan kenalin gue lagi ke temen lo lagi oke. Gue gak mau kejadian ini terulang lagi. Gue gak mau kita berantem cuma gara-gara masalah kaya gini." Ujarku memaksakan senyum.
"Iya ta, gue kapok ngenalin lo ke temen gue." Ujar Icha dengan nada yang lebih tenang dari sebelumnya. Mungkin karna dia sudah merasa lebih baik.
***
Setelah kejadian itu aku tidak ingin mendengar cerita tentang Raka. Waktu itu buku catatan Icha ketinggalan di rumah, ia meminta Raka untuk mengambilkannya. Saat Raka sudah berada di luar sekolah ia meminta Putri untuk mengantarkannya menemui Raka.
Entah kenapa sejak kejadian itu aku menjadi sangat membenci Raka. Pernah suatu hari Icha memintaku menemaninya bertemu Raka sebentar aku mengiyakan permintaannya. Tetapi saat bertemu Raka aku hanya diam seribu bahasa. Entah kenapa aku mengeluarkan aura supaya dia menjauh. Entah dia sadar atau tidak tapi aku tak perduli.
Aku pernah melihat handphone Icha di sana aku tidak sengaja melihat foto mereka berdua. Aku tidak suka melihatnya, mendengar namanya saja sudah membuatku kesal apalagi harus melihat wajahnya. Aku membencinya.

***

Sudah dua minggu berlalu sejak kejadian itu. Suatu malam aku sedang mendengarkan musik di kamar. Ada sebuah pesan singkat masuk di handphoneku.
Lagi apa ta?
By » Raka
"Ngapain ni orang sms gue? Bukannya dia gak mau gue tau nomor dia?" Ujarku masih kesal dengan kejadian yang waktu itu.
Dengerin musik, napa?
By » Ita
Tidak beberapa lama bls-an darinya pun tiba.
Gpp, gue mau minta maaf sama lo
By » Raka
Buat? Mang lo tau salah lo apa?
By » Ita
Gak tau, tapi gue ngerasa punya salah sama lo
By » Raka
Kalo lo aja gak tau salah lo apa ngapain minta maaf?
By » Ita
Gue mau minta maaf soal kejadian kemarin
By » Raka
Jujur gue masih belum bisa terima sama yang lo lakuin. Kalo mang gue ganggu lo, lo gak perlu sampe ganti nomor gitu
By » Ita
Iya, gue tau gue salah
Gue minta maaf
By » Raka
Gue gak pernah minta nomor lo ko. Tapi Icha yang ngasih.
By » Ita
Iya gue tau ko
By » Raka
Yaudahlah lupain aja semuanya
By » Ita
Aku berusaha menahan amarahku yang sudah mulai meledak. Aku tidak ingin mengingat kejadian itu. Walau aku masih belum bisa terima apa yang telah dia perbuat.
Tiba-tiba Raka membalas pesanku begini.
Icha gak nganggep gue pacarnya
By » Raka
Entah kenapa aku senang membaca pesannya itu. "Karma masih berlaku." Ujarku senang.
Maksud lo?
By » Ita
Waktu itu gue nganterin dia kerumah temennya. Tapi dia malah bilang gue cuma temennya.
By » Raka
Aku mulai malas membalas pesan Raka. Setidaknya dia mendapatkan apa yang pernah aku rasakan. Karna kasihan aku masih membalasnya namun kali ini sangat singkat.
Ohhh
By » Ita
Mungkin dia belum bisa lupain mantannya kali
By » Raka
Aku tidak membalas pesannya lagi. Aku sudah benar-benar malas meladeninya. Allah memang adil. Semenjak hari itu Raka benar-benar menghilang dari kehidupanku maupun Icha. Aku tidak menyesal karna harus merasakan sakit. Asalkan sahabatku bahagia aku rela.
The end

No comments:

Post a Comment