Make up bisa
menutupi segala kekurangan ataupun kelebihan dari seseorang. Kejadian dua tahun
yang lalu membuatku menutupi kelebihan yang kupunya. Sekarang aku berpura-pura
menjadi seorang murid SMA yang biasa.
"Hmmm,
akting hari ini dimulai." Ujarku sambil mengenakan kacamata tebal. Aku
melihat pantulan diriku di cermin. Rambut yang dikepang dua dan kacamata tampak
membuatku terlihat berbeda.
Aku berangkat
menuju sekolah dengan menggunakan kedaraan umum. Aku sengaja menolak untuk
diantar supir. Awalnya keluargaku melarang namun aku tetap memaksa akhirnya
mereka menurutiku. Namun dengan satu syarat, aku harus menerima perjodohan yang
mereka telah siapkan untukku.
Sekarang aku
sudah tidak peduli dengan siapa aku akan dijodohkan. Pada akhirnya mereka juga
akan memaksaku. Jadi semua itu sama saja untukku. Aku duduk di bangku belakang
dan dekat dengan jendela. Aku suka memandang keluar saat aku sudah letih dengan
kepura-puraan yang ada di hidupku.
"Hei
dengar-dengar akan ada murid baru dikelas kita." Ujar Dita teman sekelasku
kepada para anak cewek. Handphoneku berbunyi, aku pun bangun dan beranjak
pergi.
"Iya
pah, aku udah sampe." ujarku mengangkat telephone. Saat aku berjalan tanpa
sengaja aku menabrak seseorang dan kacamataku jatuh. Langsung saja pandanganku
menuju seseorang yang ada didepanku. Aku mengambil kacamataku dan bergegas
pergi. Orang itu hanya diam terpaku.
"Ketemu."
Ujar orang itu saat aku sudah pergi jauh.
***
"Pagi
anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Silahkan memperkenalkan diri."
Ujar bu Susi.
"Nama
saya Aditya Hady Pratama. Pindahan dari Bandung." Ujarnya. Seisi kelas
menatapnya dengan takjub.
"Tuh kan
bener kata gue." Ujar Dita kepada teman sebangkunya. Aku menoleh ke depan.
Orang itu yang tadi menabrakku. Dia melihat kearahku dan tersenyum. Aku tidak
peduli.
"Sekarang
Adit kamu bisa duduk dibangku yang kosong." Ujar bu Susi sebelum memulai
pelajaran. Aku yakin dia tidak akan duduk disebelahku. Karena dikelasku masih
ada 2 bangku kosong yang lain. Lagipula aku selalu menaruh tasku sehingga tak
ada yang bisa duduk disini. Dugaanku benar, ia duduk tak jauh beberapa meja
dariku.
Pelajaran pun
berakhir, bu Susi memintaku mengumpulkan tugas minggu lalu dan membawanya ke
ruangannya. Anak-anak mengumpulkan tugasnya di meja guru. Banyak guru yang
menaruh perhatian padaku itu karna kepintaranku. Aku sempat dibicarakan
teman-teman karna hal itu. Namun sekarang aku tidak peduli bila mereka
membicarakanku lagi.
"Gue
bantu." Ujar Adit membawa setengah dari tugas anak-anak. Seisi kelas melihat
kearah kami.
"Thank's
tapi lain kali gak perlu gue bisa sendiri." Ujarku saat kami sudah
meninggalkan kelas.
"Ini
cuma permintaan maaf karna gue udah nabrak lo. Jadi jangan salah paham."
Ujarnya tersenyum.
"Wajah
sama perkataan lo gak sesuai ya." Ujarku asal.
"Seengaknya
gue gak perlu pura-pura jadi orang lain." Ujar Adit. Aku hanya terdiam.
Adit gak mungkin tau siapa aku sebenarnya.
Kami sampai
di ruang guru. Bu Susi sedikit terkejut melihatku bersama Adit. Ia menyangka
bahwa kami berdua sudah mulai dekat dan memintaku untuk mengajak Adit
berkeliling sekolah.
"Gue
bisa jalan-jalan sendiri ko, gue duluan ya." Ujar Adit saat kami sudah
keluar dari ruang guru. Dan ia pun pergi berlari menuju lapangan basket.
"Lo sama
kaya gue kan sebenernya." Ujarku melihat Adit dari jauh.
***
Aku duduk
dikelas sambil meminum orange juice yang baru saja aku beli dikantin. Sudah 3
hari semenjak aku berbicara dengannya dan kami tidak pernah berbicara kembali.
"Friska,
ajarin gue soal ini dong." Ujar Dita menghampiriku. Tidak jarang beberapa
teman sekelasku meminta bantuan, aku tau mereka semua orang baik tetapi aku
tidak bisa membuka diri untuk berteman dengan mereka aku tidak mau kecewa lagi.
"Iya."
Ujarku singkat. Aku pun menjelaskan isi dari soal tersebut dan mengajarkan bagaimana
menyelesaikannya. Dari jauh Adit memperhatikanku dan tersenyum.
***
Aku duduk
diatap sekolah. Hembusan angin dan suasana yang sepi mampu menenangkanku.
Jarang sekali ada yang ke sini, apalagi ada mitos pernah ada yang bunuh diri
disini. Sebenarnya itu hanya gosip supaya tidak ada yang bolos kesini.
Aku membuka
kacamataku dan memandang ke langit. Hari ini cuaca sangat cerah. Suara langkah
kaki semakin lama semakin mendekat kearahku.
"Lo
ngapain ke sini?" Ujarku asal.
"Hanya
berkeliling." Ujar Adit berdiri disebelahku.
"Murid
baru yang aneh, lo pasti bukan orang biasa." Ujarku. Aku memang sudah
merasa ada yang aneh dalam diri Adit.
"Lo
lebih cantik tanpa kacamata, lagian mata lo juga gak min." Ujar Adit tanpa
melihat kearahku. Aku bangun dan memakai kembali kacamataku.
"Bukan
urusan lo." Aku pergi meninggalkan Adit sendiri.
Adit hanya
tersenyum melihat ke arah langit. "Cewek yang unik." Ujarnya pelan.
***
Hari ini
malam minggu, sesuai rencana papah dan mamah akan memperkenalkanku dengan seseorang
yang akan menjadi tunanganku. Aku memandang ke arah cermin. Diriku tampak
berbeda. "Selama ini memang aku sudah banyak melakukan
kepura-puraan." Ujarku pelan.
Aku berjalan
menuruni tangga. Dress yang anggun dengan high hells serta riasan dan rambut terurai
membuatku nampak seperti putri.
"Ka
Friska cantik." Ujar Fanya adik perempuanku.
"Kamu
lebih cantik dari kaka." Ujarku membelai lembut rambutnya.
Kami
sekeluarga pergi ke acara pertemuan rekan-rekan kerja papah. Disini semuanya
adalah orang-orang terkenal dengan perusahaan-perusahaan yang tersebar
diseluruh dunia. Keluargaku adalah salah seorang dari pengusaha yang terkenal.
Papah memiliki beberapa perusahaan dan hotel di bali serta lombok.
"Pak
Pratama." Ujar papah menyapa salah satu rekan bisnisnya. Aku melihat dari
kejauhan papah dan mamah sedang mengobrol dengan mereka. Mereka melihat
kearahku dan aku hanya tersenyum.
"Pasti
keluarga itu." Ujarku pelan.
"Kakak
ngomong apa?" Ujar Fanya tak mengerti.
"Gak ko
sayang." Ujarku tersenyum.
"Friska."
Mamah memanggilku.
"Ade,
kakak kesana dulu ya. Kamu duduk disini jangan kemana-mana." Ujarku
mengelus rambutnya.
Aku
menghampiri mereka. "Ini putri saya Friska." Ujar papah
memperkenalkanku.
"Kelihatannya
lebih cantik daripada fotonya." Ujar tante Sonya. Aku hanya tersenyum.
Kulihat sosok yang tak asing juga berdiri disana.
"Ini
anak saya Adit." Ujar om Pratama memperkenalkan anaknya.
"Malam
Friska." Ujar Adit dengan senyum andalannya.
"Kamu
temenin Adit ngobrol dulu, biar mamah dan tante Sonya yang temenin Fanya."
Ujar mamah dengan sengaja.
"Papah
juga harus menyapa rekan bisnis yang lain." Ujar papah mengajak om Pratama
pergi.
"Iya."
Ujarku ramah dan tersenyum. Mereka pun meninggalkan kami berdua.
"Sekarang
lo udah tau kan." Ujar Adit melihat kearah papah dan om Pratama. Aku hanya
diam. Aku tidak kaget mengetahui bahwa Adit adalah orang yang akan bertunangan
denganku.
"Ikut
gue." Ujar Adit mengandeng tanganku. Kami berjalan menjauh dari keramaian.
Kami pun duduk di sebuah meja dekat dengan kolam renang dan lumayan jauh dari
keramaian.
"Jadi
dari awal ini rencana lo?" Ujarku menaruh tangan di dagu. "Anak baru
yang tiba-tiba pindah untuk mencari tahu tentang calon tunangannya."
Ujarku lagi.
"Itu
semua rencana nyokap gue, dia bilang gue harus kenalan sama calon tunangan gue.
Dan kalo gue gak suka gue boleh nolak." Ujar Adit santai.
"So? Apa
yang bakal lo lakuin sekarang?" Ujarku menatap kearahnya.
"Mungkin
gue bakal sedikit main-main dulu sekarang. Gue denger lo gak nolak sama sekali,
apa karna gak ada yang mau sama lo?" Ujar Adit menatapku dengan serius.
Sesuatu yang aneh mulai menghampiri perasaanku.
"Itu
bukan urusan lo, lagian percuma juga gue nolak kalo ujung-ujungnya mereka bakal
maksa gue." Akuku jujur.
"Lo
bener, tapi gue gak mau orang yang tunangan sama gue karna terpaksa." Ujar
Adit.
"So? Lo
mau batalin pertunangan ini?" Ujarku asal.
"Untuk
saat ini gue belum tau, tapi kayanya gue sedikit tertarik sama lo. Dan gue
bakal buat lo suka sama gue." Ujar Adit sambil tersenyum.
"Pangeran
yang berhati licik." Ujarku.
"Mulai
besok permainan akan kita mulai. So, siap-siap tunangan." Ujar Adit licik.
"Btw, lo hari ini cantik." Ujarnya sambil tersenyum.
"Hati-hati
dengan permainan yang lo buat sendiri. Well, gue harus ketempat adik gue."
Ujarku berdiri. Malam ini sedikit dingin aku ingin buru-buru pulang.
"Gue gak
mau kalo lo sampe sakit." Ujar Adit meletakkan jasnya di bahuku. Iya
berjalan didepanku. Aku tersenyum. Aku tahu dia punya sisi baik dalam dirinya.
***
Hari ini
permainan akan dimulai. Aku masih belum bisa menebak apa yang akan dilakukan
oleh Adit. "Semoga aku tidak terjebak dalam permainannya." Ujarku
pada pantulan diriku di cermin.
Aku menuruni
tangga. Kulihat sosok yang tak asing duduk di meja makan bersama keluargaku.
"Adit" ujarku pelan.
"Ka
Friska, ka Adit janji mau ngajak Fanya jalan-jalan besok." Ujar Fanya. Aku
hanya tersenyum.
Hari ini aku
terpaksa berangkat bersama Adit. Mungkin ini salah satu dari permainan dia.
"Lo licik, bawa-bawa Fanya dalam permainan lo." Ujarku saat kami
berdua berada di mobilnya.
"Lo gak
mau Fanya kecewa kan? So, besok lo harus rubah penampilan lo, kalo besok lo
tampil begini, gue gak akan segan-segan buat ngebatalin rencana besok."
Ujar Adit tersenyum.
"Ya ya
ya gue ngerti." Ujarku acuh.
Kami berjalan
bersama menuju kelas, banyak mata memandang ke arah kami. Aku sudah dengar
walaupun baru 1 minggu Adit pindah tetapi ia telah menjadi idola sekolah
khususnya di kalangan para cewek.
"Lo gak
takut kehilangan fans karna jalan bareng gue?" Ujarku asal.
"Gue gak
butuh mereka, lagian sekarang lo adalah prioritas utama gue." Ujarnya
tersenyum.
"Senyuman
lo gak bakal mempan ke gue, jadi percuma. Oh iya satu lagi, lo keliatan jelek
dengan senyuman itu." Ujarku tersenyum lalu berjalan mendahuluinya. Adit hanya
tersenyum mendengar perkataanku dan dia pun berjalan mengikutiku.
Aku berjalan
menuju tempat dudukku. Kukeluarkan headset dan memutar musik melalui handphone.
Adit memasuki kelas dan berjalan ke arahku. Aku membuang pandanganku keluar
jendela. Ia mengangkat tasku dan duduk disebelahku. Aku menatapnya tajam. Dan
dia hanya mengangkat bahunya.
Seisi kelas
memperhatikan ke arah kami berdua. Aku menarik nafas dan bergegas pergi ke
toilet. "Ini cuma bagian dari permainan dia, gue gak boleh terjebak."
Ujarku memandang pantulan diriku di cermin. Kubasuh wajahku. Lalu mengelapnya
dengan tissue.
"Adit
sekarang duduk sama Friska?" Ujar Tika dan anak-anak yang lain
mengelilinginya.
"Iya,
gak apa-apa kan?" Ujar Adit ramah. Aku memasuki kelas dan anak-anak yang
lain kembali ke tempat mereka masing-masing.
Adit
memberikanku secarik kertas yang isinya:
Gak perlu gugup gitu, permainan baru dimulai.
***
Bel istirahat
berbunyi. Aku memasukkan bukuku ke dalam tas. "Temenin gue makan."
Ujar Adit berjalan keluar kelas. Aku mengikutinya dari berlakang.
"Gak
bisa ya ngajak tunangan ke kantin dengan lebih halus?" Ujarku asal. Saat
kami sampai di kantin.
"Jadi
sekarang lo ngakuin gue sebagai tunangan lo?" Ujar Adit menatapku.
Perasaan aneh muncul dalam diriku.
"Ge-er
lo." Ujarku membuang muka. Adit hanya tertawa.
"Lo
tunggu sini, gue pesen makanan dulu." Ujarnya tersenyum.
"Ketawa
lo lebih bagus daripada senyum palsu lo." Ujarku pelan.
***
Keesokan
harinya Adit menjemputku kembali. Ia tampak sudah akrab dengan keluargaku. Aku
menghampiri mereka. Adit menatapku. Aku masih mengenakan kacamata dan rambut
kepang dua.
"Gue
kira lo bakal berubah hari ini." Ujar Adit saat kami hanya berdua di
mobil.
"Kemarin
lo gak bilang kan kalo gue harus berubah pas sekolah? So, gue gak curang."
Ujarku dengan senyum kemenangan. Tiba-tiba Adit menciumku. Aku hanya terdiam.
"Itu
hukuman karna lo udah curang." Ujar Adit sambil tersenyum lalu ia memacu
mobilnya menuju sekolah.
"Lo
licik, yang tadi salah satu dari permainan lo kan." Ujarku tanpa menoleh kearahnya.
Adit tersenyum penuh kemenangan.
***
Sepulang
sekolah sesuai janji Adit akan mengajak Fanya jalan-jalan. Aku dan Adit sudah
sampai di depan sekolah Fanya. Aku melepas kacamata dan kepangan rambutku.
"Kayanya gue kena kutukan dapet tunangan kaya lo." Ujarku asal.
"Gue gak
suka punya tunangan yang tukang ngeluh." Ujar Adit mengacak-acak rambutku.
Lalu ia keluar untuk menjemput Fanya. Tak lama Adit kembali bersama Fanya.
Adit membawa
aku dan Fanya ke mcd. Kami memesan makanan dan es krim. Fanya sangat senang, ia
tampak sangat dekat dengan Adit. Mereka terlihat seperti kakak beradik.
"Adit."
Seseorang memanggil Adit dari arah belakangku. Aku menoleh, dan kulihat Rissa
salah satu murid sekolah kami bersama teman-temannya akan makan disini juga. Ia
tampak mengenaliku.
"Thank's
ya udah minjemin ini kemaren, tadinya gue mau balikin pas di sekolah tapi lo
nya udah balik." Ujar Rissa memberikan sapu tangan.
"Lain
kali jangan nangis lagi." Ujar Adit tersenyum.
"Btw gue
ke sana duluan ya." Ujarnya tersenyum lalu pergi. Aku hanya diam. Adit
sangat ramah dengan cewek itu. Entah kenapa banyak pertanyaan muncul dibenakku.
"Lo
cemburu?" Ujar Adit menatapku.
"Jangan
ge-er." Ujarku membuang muka darinya.
Setelah makan
kami pun pulang, tidak banyak yang kami bicarakan. Fanya tertidur pulas di
bangku belakang. Aku dan Adit sama-sama diam. "Thank's udah baik sama
Fanya." Ujarku tersenyum.
"Lo tau
kan apa tujuan gue?" Ujar Adit masih dengan pandangan lurus ke depan.
"Untuk
saat ini gue gak bisa berhenti pura-pura." Ujarku pelan. Adit hanya
terdiam. Ia tau aku punya alasan.
Adit
menggendong Fanya masuk ke dalam rumah. Setelah itu ia pun pamit. Aku mengantar
Adit sampai depan rumah. "Gue balik ya tunangan." Ujarnya manis. Ia
pun berlalu. Aku masuk ke dalam kamar dan berbaring di ranjang. "Kenapa
gue mau ikutin permainan Adit?" Ujarku pelan.
***
Hari ini aku
akan pergi ke rumah Adit. Adit dan tante Sonya sudah menungguku di bawah. Aku
menuruni tangga, kulihat Adit sedang mengobrol dengan Fanya.
"Yuk
berangkat." Ujarku. Adit terdiam sejenak lalu tersenyum.
"Kakak
pergi dulu ya." Ujar Adit kepada Fanya.
Aku, Adit dan
tante Sonya pergi ke sebuah supermarket untuk membeli beberapa bahan. Tante
Sonya sangat ramah. Sepanjang jalan banyak yang kami bicarakan. Sesampainya di
rumah aku membantu tante Sonya untuk membuat kue, banyak yang dapat aku
pelajari.
Tante Sonya
mengajariku pelan-pelan. Aku merasakan kehangatan bersamanya. Setelah selesai
kami pun duduk berdua sambil minum orange juice dan melihat beberapa album
foto.
"Ini
foto saat Adit kecil. Dia lucu kan." Ujar tante Sonya.
"Iya
tan." Ujarku tersenyum. Tante Sonya menceritakan setiap kejadian yang
diabadikan disana. "Tante ini?" Ujarku sedikit kaget melihat ada foto
Rissa di album Adit saat ia SMP.
"Itu
Rissa. Dia temennya Adit. Waktu SMP mereka deket. Dia juga sering main
kerumah." Ujar tante Sonya. Aku hanya terdiam.
"Tante
mau angkat kuenya dulu ya." Ujar tante Sonya.
"Iya
tante." Ujarku tersenyum.
"Lo
ngapain?" Ujar Adit menghampiriku. Aku buru-buru menutup album foto tersebut.
"Eh,
gak, liat-liat foto aja." Ujarku.
"Lo gak
ngambil foto gue kan?" Ujar Adit menatapku.
"Ye pd
lo." Ujarku menyenggolnya.
"Kuenya
udah jadi." Ujar tante Sonya membawa kue yang baru matang.
"Pasti
enak." Ujar Adit mengambil kue tersebut. Hari ini aku melihat sisi lain
dari Adit.
"Saat
permainan selesai dan lo udah bosen sama gue, apa lo bakal ninggalin gue?"
Ujarku pelan saat Adit mengantarku pulang. Adit hanya terdiam. "Lupain
aja." Ujarku lagi lalu keluar dari mobil.
***
"Friska."
Ujar seseorang dengan nada sinis dibelakangku. Aku menoleh. Kulihat Putri
disana. Putri adalah kakak kelasku disini. Kami hanya berdua diruang olahraga
sekarang.
"Gue gak
nyangka lo bakal ngelakuin itu buat dapetin Adit." Ujarnya lagi.
"Gue gak
ngerti maksud lo." Ujarku hendak pergi. Namun ia menarikku.
"Lo
berubah demi narik perhatian Adit kan?" Ujarnya lagi.
"Lo gak
tau apa-apa jadi jangan ikut campur." Ujarku pergi meninggalkannya.
***
"Nih."
Ujar Adit memberiku sekotak susu coklat yang dingin.
"Thank's."
Ujarku singkat.
"Lo gak
apa-apa?" Ujar Adit mencemaskanku.
"Gak
ko." Ujarku tersenyum. Adit tahu ada yang telah terjadi.
"Tunangan
gue harus kuat." Ujarnya mengacak-acak rambutku. "Gue ke toilet
bentar ya." Ujarnya lagi.
***
"Dasar
anak sombong." Ujar Putri. Adit yang kebetulan lewat berhenti untuk
mendengarkan pembicaraan mereka.
"Lo gak
takut kalo sampe guru-guru tau?" Ujar salah seorang dari dalam juga.
"Ehem."
Ujar Adit memasuki ruang olahraga.
"Adit."
Ujar Putri kaget.
"Friska
itu tunangan gue, so kalo terjadi apa-apa sama dia gue gak bakal segan-segan
sama kalian." Ujar Adit dengan serius. "Kalian ngerti kan?"
Ujarnya lagi sambil tersenyum. Seperti kata-kata raja, mereka semua langsung
patuh kepada Adit. Tanpa disadari Rissa mendengar perkataan Adit dari balik jendela.
Ada rasa cemburu yang timbul dalam hatinya.
"Kalo
gitu gue duluan ya." Ujar Adit tersenyum lalu pergi. Mereka masih
terpesona oleh ketampanan Adit yang mampu menghipnotis semua orang.
"Satu
masalah udah beres." Ujar Adit.
"Hei,
abis ngapain?" Ujar Rissa mengagetkan Adit.
"Seperti
biasa, you know lah." Ujar Adit santai.
"Jadi,
dia tunangan lo?" Ujar Rissa pelan. Adit berhenti dan menatap ke arah
Rissa. "Lupain aja, gue duluan ya." Ujar Rissa dengan ceria lalu
pergi meninggalkan Adit.
"Maafin
gue Ris." Ujar Adit pelan.
***
"Tadi
gue liat Adit ngobrol sama Rissa dikoridor. Gue denger-denger si mereka emang
deket. Bahkan ada yang bilang kalo mereka pacaran." Ujar Dita. Aku
mendengar percakapan mereka. Aku memang tahu Rissa adalah teman SMP Adit. Tapi
mungkin lebih dari itu.
Adit memasuki
kelas tanpa kata. Auranya begitu berbeda. Namun ia dapat menutupinya dengan
senyum palsunya namun tidak dariku. Aku tahu ada yang sudah terjadi antara
mereka berdua.
"Hari
ini lo pulang sendiri ya, gue ada urusan." Ujar Adit mengambil tasnya. Aku
hanya diam. Apa yang sebenarnya disembunyikan oleh Adit.
***
Setelah
pulang sekolah Fanya mengajakku ke mall untuk jalan-jalan karna tidak mau
membuatnya sedih aku pun menurutinya. Banyak yang kupikirkan sekarang.
Sesampainya disana Fanya mengajakku ke toko boneka. Ia memilih boneka Teddy
yang lucu.
"Ka aku
mau ini ya." Ujar Fanya manja.
"Iyah."
Ujarku tersenyum.
Setelah
membeli boneka aku mengajak Fanya ke toko buku, karna ada sesuatu yang harus
aku beli. Tak sengaja aku melihat Adit bersama Rissa. Aku langsung membawa
Fanya dari tempat itu agar ia tidak melihat Adit. Namun tanpa kusadari Adit
mengetahui keberadaannku.
Aku mengajak
Fanya pulang, tetapi ia tidak mau. Ia mengajakku untuk makan es krim. Akhirnya
aku menurutinya. Fanya menikmati es krimnya. Aku hanya terdiam memikirkan apa
yang terjadi.
"Ka
Adit." Ujar Fanya. Seseorang dari arah belakangku menghampiri kami.
"Hai."
Ujar Adit tersenyum. Aku terdiam entah apa yang sedang aku pikirkan.
"Mana
Rissa?" Ujarku memakan es krim yang daritadi belum aku sentuh.
"Lagi
belanja di toko sebelah." Ujar Adit santai.
Aku hanya
diam. Kenyataan bahwa Adit hanya bermain-main denganku sangat menyakitkan. Ini
sama seperti setahun yang lalu. Adit banyak berbicara dengan Fanya sedangkan
aku hanya diam.
"Adit."
Ujar Rissa memanggil dari kejauhan.
"Kaka
duluan ya." Ujar Adit kepada Fanya. "Jangan pulang malem-malem."
Adit mengelus rambutku. Ini lebih menyakitkan dari yang pernah aku alami.
***
Aku
membaringkan tubuhku di ranjang. Mamah, papah dan Fanya pergi ke acara
keluarga. Kepalaku pusing. Aku memilih untuk tidak ikut dan beristirahat
dirumah. Tanpa aku ketahui ternyata mamah menyuruh Adit datang ke rumah.
"Ngapain
lo ke sini?" Ujarku saat Adit memasuki kamarku. Aku duduk dengan kedua
tangan diatas kakiku.
"Cuma
mastiin aja, lo beneran sakit atau cuma pura-pura." Ujar Adit santai.
Tidak ada kata yang kami ucapkan satu sama lain.
Tak lama
kemudian seorang pelayan datang ke kamarku dan membawakan makanan untukku.
"Makan dulu non, dari pagi non belum makan." Ujarnya.
"Taro di
meja aja dulu bi." Ujarku malas. Adit hanya memperhatikanku. Tiba-tiba
handphoneku berbunyi.
"Iya
mah, aku udah makan ko. Minum obat juga udah." Ujarku berbohong.
"Lo
bohong." Ujar Adit pelan saat aku sudah mengakhiri telephonenya. Aku hanya
diam. Saat ini aku tidak mau melihat wajahnya. Aku beranjak dari tempat tidur
dan mencoba berdiri. Namun karna lemas aku hampir terjatuh. Adit buru-buru
menangkapku.
"Gue
bisa sendiri ko." Ujarku. Adit mendudukkanku di kasur dan mengambil makanan
yang tadi dibawa oleh pelayan. Ia menyuapiku. Seperti boneka aku selalu
mengikuti perintah Adit.
Kami kembali
diselimuti oleh keheningan. "Dua tahun yang lalu waktu gue masih SMP gue
gak sengaja denger temen-temen gue ngomongin gue dibelakang." Ujarku
membuka pembicaraan. Adit hanya diam.
"Mereka
semua baik kalo didepan gue, sedangkan saat dibelakang mereka sebaliknya.
Mereka bilang gue manfaatin semua yang gue punya untuk menarik perhatian orang.
Mereka nyangka gue ngerebut pacar temen gue sendiri. Sejak saat itu mereka
mulai ngejauhin gue." Ujarku sedih.
"Lo
lemah." Ujar Adit.
"Gue tau
gue lari dari masalah dan ngebohongin semuanya bahkan diri gue sendiri."
"Lo gak
bisa bersembunyi terus." Ujar Adit membuka jendela kamarku. Sinar matahari
masuk dan menghangatkanku. "Sekarang saatnya lo keluar dan hadapi
semuanya." Ujar Adit tersenyum.
***
Keesokkan
harinya aku berpakaian biasa, tanpa kacamata ataupun kepangan rambut. Adit
melihatku dan tersenyum. Semuanya berjalan begitu saja, Adit membuatnya menjadi
mudah.
"Lo udah
kenal lama sama Adit?" Ujarku ketika bersama dengan Rissa. Adit sedang
latihan basket. Aku dan Rissa melihat dari sisi lapangan.
"Kita
sahabatan waktu SMP, dan Adit pernah nyatain cintanya ke gue." Aku Rissa
jujur. Aku hanya terdiam. Rissa adalah ceweknya yang cantik. Dia juga adalah
sekertaris di OSIS. Makanya ia sangat populer. Wajar bila Adit menyukainya.
"Tapi
itu dulu ko." Ujar Rissa tersenyum. Dari senyumannya aku tahu Rissa
menyukai Adit.
***
"Maaf."
Ujarku menabrak seseorang disebuah pusat perbelanjaan.
"Gak
apa-apa." Ujar cowok itu ramah lalu pergi. Sepertinya wajahnya tak asing
bagiku. Aku menghampiri mamah dan Fanya.
***
Aku berjalan
melewati koridor kelas. Hari ini Adit harus latihan basket dan aku harus
menunggunya. Aku duduk di kantin dan memesan orange juice. Aku melihat
seseorang sedang menuju kantin.
"Lo yang
kemaren kan?" Ujarku.
"Iya."
Ujarnya tersenyum lalu ia duduk didepanku.
"Kayanya
gue gak pernah liat lo." Akuku jujur.
"Gue
baru pindah kemarin, gue Yoga kelas 12." Ujarnya ramah.
"Gue
Friska kelas 11." Ujarku.
"Friska."
Ujar seseorang memanggilku. Aku menoleh dan kulihat Adit menghampiriku.
"Gue
duluan ya." Ujar Yoga pergi sebelum Adit sampai. Mereka sempat berpapasan
dan Adit terlihat kesal.
"Ngapain
si dia kesini." Ujar Adit pelan.
Adit
mengajakku pulang. Diperjalanan tidak banyak yang ia bicarakan. Tak lama kami
pun sampai di depan rumah. Saat aku hendak turun Adit menarik tanganku dan
menciumku.
"Ini
hukuman karna lo ngobrol sama cowok lain." Ujarnya tersenyum seperti
biasa. Aku mencium Adit kembali.
"Itu
hukuman karna lo deket-deket sama cewek lain." Ujarku tersenyum mengikuti
gayanya lalu keluar dari mobil.
"Yang
nentuin hukuman itu gue bukan lo." Ujar Adit tersenyum.
***
Hari ini aku
dan mamah mengunjungi rumah Adit. Katanya mamah ingin ngobrol dengan tante
Sonya. Fanya sedang ada les bahasa Inggris sehingga ia tidak dapat ikut.
"Hai
jeng, akhirnya main juga kesini." Ujar tante Sonya kepada mamah.
"Iya
jeng, maaf loh baru bisa sekarang." Ujar mamah.
"Friska,
Adit ada didalam. Bik Nah nanti yang akan mengantar kamu." Ujar tante
Sonya.
Aku mengikuti
Bik Nah, samar-samar aku mendengar suara Adit berbicara dengan seseorang
didalam kamar. "Jadi lo bakal milih yang mana?" Ujar seseorang yang
suaranya tak asing untukku.
"Itu
bukan urusan lo." Ujar Adit.
"Hmm
egois, gue tau perasaan lo ke Rissa gimana. Kalo mang lo cuma mau main-main
sama Friska mending lo akhirin sekarang." Ujar orang itu.
Tokk.. Tokk..
Bik Nah mengetuk kamar Adit. Aku hanya terdiam. Apa yang sebenarnya sedang
mereka bicarakan? "Siapa?" Ujar Adit.
"Saya
den." Ujar bik Nah membuka pintu. Aku melihat Adit bersama Yoga. Ada
hubungan apa sebenarnya antara mereka berdua. Adit yang melihat kedatanganku
pun langsung menghampiriku.
"Lo ko
ke sini gak bilang-bilang?" Ujar Adit salah tingkah.
"Mamah
yang ngajak." Ujarku singkat. Adit sepertinya tahu aku mendengar
pembicaraannya dengan Yoga.
"Hai
Fris. Gue ke kamar duluan ya." Ujar Yoga tersenyum ia mengerti akan
situasi yang sedang terjadi.
Aku dan Adit
sama-sama terdiam. Kami hanya berdua sekarang. Hampir cukup lama kami berdiam.
"Lo tadi denger pembicaraan gue sama Yoga?" Ujar Adit pelan. Aku
hanya mengangguk pelan. Adit pun menghela nafasnya.
"Gue tau
ko gimana posisi gue sekarang. Dari awal juga gue tau ini cuma permainan."
Ujarku memaksakan senyum. Adit menghampiriku dan memelukku.
"Gue
sayang lo Fris." Ujar Adit pelan. Aku menarik nafas dan Adit melepaskan
pelukkannya.
"Gue
ngerti perasaan lo ke Rissa. Gue gak maksain pertunangan ini harus berlanjut.
Gue cuma berharap kalo semua ini bisa berakhir dengan baik. Gue ikut seneng
kalo lo bahagia sama Rissa. Makasih buat semuanya." Ujarku tersernyum lalu
beranjak pergi dari kamar Adit. Air mataku menetes ketika aku sudah dibalik
pintunya.
"Lo
hebat." Ujar Yoga menghampiriku. Ia memberikan sapu tangan kepadaku. Aku
mengelap air mataku. Aku sedikit mengobrol dengan Yoga di balkon. Tanpa
kusadari Adit melihat kami. Adit hanya terdiam tak bisa bertindak apa-apa.
Berbicara
dengan Yoga dapat sedikit menghiburku. Ia bisa menenangkan perasaanku berbeda
dengan Adit. Tapi yang ada dihatiku hanyalah Adit. Aku mencintainya. Yoga tau
semua yang terjadi antara aku dan Adit.
"Dulu
Adit pernah nembak Rissa." Ujar Yoga.
"Gue tau
ko, Rissa udah pernah bilang." Ujarku pelan.
"Tapi lo
gak tau kan kalo Adit ditolak." Ujar Yoga. Aku hanya menggelengkan kepala.
"Rissa
nolak Adit karna dia gak mau cinta ngancurin persahabatan mereka. Dan saat itu
Rissa harus pindah ke Jakarta. Sejak saat itu Adit menjaga jarak dari
cewek-cewek. Meski kelihatannya ia banyak deket sama cewek tapi kenyataannya
gak pernah ada yang bener-bener deket sama dia." Jelas Yoga panjang lebar.
"Apa gue
salah satu dari mereka?"
"Lo beda
Fris, Adit diam-diam selalu merhatiin lo. Bahkan waktu lo diganggu Putri dia
langsung nyamperin Putri dan bilang kalo lo tunangannya." Ujar Yoga.
"Lo tau
darimana?" Ujarku bingung.
"Rissa.
Rissa sering cerita ke gue. Dia bilang dia nyesel pernah nolak Adit sebelumnya.
Dia mau nebus kesalahannya. Tapi saat dia tau Adit punya tunangan dia gak bisa
berbuat apa-apa. Semua keputusan ada di Adit sekarang." Ujar Yoga.
"Gue tau
ko, entah itu gue atau Rissa asal Adit bahagia gue seneng. Dan gue gak nyesel
pernah kenal sama dia karna Adit yang udah buka mata gue." Ujarku
tersenyum melihat langit. "Btw gue balik dulu ya. Salam buat Adit."
Ujarku pamit pada Yoga.
***
Sudah 3 hari
aku tidak masuk sekolah, aku menenangkan diriku di villa keluargaku di puncak.
Adit melihat kearah kursiku. Ia merasa telah ada yang hilang dalam hidupnya.
"Lo kangen sama Friska?" Ujar Rissa menghampiri Adit. Mereka hanya
berdua di kelas.
"Yuk
pulang." Ujar Adit mengalihkan pembicaraan.
"Lo udah
berubah dit." Ujar Rissa ketika mereka sampai didepan rumahnya. Adit hanya
diam.
"Lo gak
usah bohongin diri lo lagi. Gue tau lo sayang sama Friska lebih dari perasaan
lo ke gue. Lo harus kejar dia dit. Friska pasti lagi nunggu lo sekarang."
Ujar Rissa membuka pintu mobil.
"Thank's
ya Ris." Ujar Adit tersenyum.
"Iyahh."
Ujar Rissa dengan menahan tangis. Adit pun segera berlalu.
***
Srekk.. Suara
tirai terbuka terdengar. Sinar matahari masuk menyilaukan mataku. Aku pun
terbangun. Kulihat samar-samar bayangan seseorang disana. Itu bukan bik Siti.
"Cewek
gak boleh bangun siang." Suara yang ku kenal. Itu Adit. Ia pun tersenyum.
"Lo
ngapain disini?" Ujarku bingung.
"Cepet
sana mandi, gue mau jalan-jalan di kebun teh." Ujarnya mengacak-acak
rambutku lalu pergi keluar.
Setelah mandi
dan berpakaian aku pun turun. Adit sedang duduk dan sarapan. Aku menghampirinya
dan duduk didepannya. Bik Siti menyiapkan sarapan untukku.
"Lo mau
kabur dari gue?" Ujar Adit membingungkanku.
"Maksudnya?"
Aku tidak mengerti apa yang ia maksud.
"Gue kan
belum bilang kalo permainannya belum selesai." Ujar Adit dengan nada
liciknya. Aku hanya menarik nafas dan Adit tersenyum melihatku.
Kami berdua
berjalan-jalan mengelilingi kebun teh. Hijaunya daun-daun teh mampu menyejukkan
hati kami berdua. Adit memang hebat dengan cepat ia mampu merubah suasana
diantara kami berdua. Canda tawa pun menghampiri kami.
Saat kami
sedang bercanda aku hampir saja terjatuh dan Adit menarikku hingga aku jatuh
kepelukannya. Ia tersenyum. Senyum yang berbeda dari sebelumnya. "Kalo
jalan hati-hati." Ujarnya mengacak-acak rambutku. Aku mengangguk.
Hari sudah
sore, kami berdua pun kembali menuju villa. Aku mulai letih.berjalan. Adit pun
menggedongku. Awalnya aku menolak tetapi akhirnya aku menurutinya. Aku menaruh
wajahku dibahunya. Aroma tubuh Adit menenangkanku. Aku pun tertidur.
"Jangan
tinggalin gue ya." Ujarku mengigau. Adit pun tersenyum.
***
Aku duduk
melihat bintang dari balkon villa. Adit pun menghampiriku dan duduk
disebelahku. "Lo tau kapan kita pertama kali ketemu?" Ujar Adit.
"Saat
gue nabrak lo." Ujarku.
"Salah,
tiga tahun yang lalu saat pesta ulang tahun rekan bisnis orang tua kita."
Ujar Adit. Aku menatapnya bingung. Memang dua tahun yang lalu aku pernah ikut
papah, dan saat itu sangat ramai sekali.
"Lo yang
duduk di tepi kolam kaya orang galau kan?" Ujarku teringat kejadian itu
dan menggodanya. Adit pun tersenyum.
"Saat
itu hari Rissa pindah ke Jakarta dan hari cinta gue ditolak." Aku Adit
jujur. Aku hanya diam. "Saat itu lo dateng dengan keceriaan lo. Berbeda
dengan gue ketemu lo kemaren." Ujarnya lagi.
"Hmmm lo
pasti kecewa." Ujarku menaruh wajah dilenganku.
"3bulan
yang lalu nyokap gue bilang mau jodohin gue sama seseorang. Awalnya gue nolak
tapi saat gue tau itu lo gue berubah pikiran." Aku menoleh ke arah Adit.
Ia tersenyum kepadaku. Aku hanya dapat menunduk.
"Gue tau
ada yang beda dalam diri lo. Awalnya gue rada kesulitan nyari lo. Tapi secara
gak sengaja lo nabrak gue. Walau lo sedikit berbeda tapi gue tau lo masih sama
kaya yang dulu." Ujar Adit tanpa menoleh kearahku.
"Jadi
ini bener-bener rencana lo?" Ujarku tanpa melihatnya.
"Untuk
soal Rissa itu kebetulan. Gue juga gak nyangka Rissa bisa satu sekolah sama lo.
Gue emang sempet bimbang antara lo dan Rissa. Apalagi sikap Rissa yang lebih
welcome ke gue." Adit pun terdiam.
"Gue
ngerti ko." Ujarku tersenyum lalu hendak bangun namun Adit menarikku
hingga aku jatuh ke pelukkannya.
"Gue belum
selesai." Bisik Adit ditelingaku. Ia mengambil sesuatu dari sakunya.
"Nih." Ujar Adit memberikan sebuah kotak kepadaku. Aku membukanya
ternyata sebuah cincin.
"Gue gak
pernah main-main untuk soal pertunangan. Dari awal emang gue udah milih lo.
Maaf karna gue sempet ragu." Ujar Adit tersenyum. Air mata menetes dengan
lembut dipipiku. Adit telah memilihku.
Adit mengelap
lembut air mataku. "Gue gak mau punya tunangan yang cengeng." Ujarnya
tersenyum. Aku memeluknya. 1 minggu kemudian pertunangan kami pun secara resmi
dilakukan. Yang datang hanya keluarga dekat saja. Rissa dan Yoga pun ikut
hadir.
"Mulai
sekarang lo harus pakai cincin itu sampai kita nikah." Bisik Adit.
"Iyahh."
Ujarku memeluknya.
The
End