Saturday, 8 June 2013

MY LITTLE FRIEND



Aku berjalan turun dari taksi menuju sebuah rumah yang bergaya minimalis namun terlihat tetap mewah. Aku berdiri di depan pintu gerbang. Terlihat olehku seorang satpam berjalan menghampiriku.
"Siang pak. Apa benar ini rumahnya tante Sonya?" Ujarku memastikan.
"Benar neng, neng siapa ya?" Ujar satpam itu ramah.
"Saya Fanya pak, anak temennya tante Sonya." Ujarku sambil tersenyum. Satpam itu membukakanku pintu dan menyuruhku menunggu di dekat pos nya. Tidak beberapa lama dia keluar bersama tante Sonya.
"Ko dateng gak bilang-bilang tante dulu Fan?" Ujar tante Sonya ramah.
"Mau mampir aja tan, mumpung lagi disini." Ujarku menyalami tangan tante Sonya.
"Kalo gitu kita masuk yuk." Ujar tante Sonya membawaku masuk kedalam rumahnya. Aku berjalan mengikuti tante Sonya.
"Mah, siapa yang dateng?" Ujar Delia dengan suaranya yang lucu.
"Hai." Ujarku ramah.
"Kak Fanya." Ujar gadis kecil itu menghampiriku lalu memelukku.
"Delia ajak kak Fanya ngobrol dulu ya, mamah mau nyuruh bibi bikin minum dulu." Ujar tante Sonya. "Fanya tante tinggal dulu ya." Ujarnya lagi.
"Iya tante." Ujarku ramah. "Kak Adit ada di rumah?" Kataku setelah tante Sonya pergi.
"Ada kak, tapi lagi sama temennya di halaman belakang." Ujar Delia lugu. "Kesana yuk kak, sekalian liat kelinci aku." Ujarnya lagi dengan semangat.
Delia menarikku agar aku mengikutinya. Terlihat dari kejauhan Adit sedang berbicara dengan seorang cewek dan mereka tampak sangat akrab.
"De, kita kedalem aja yuk. Nanti tante nyariin lagi." Ujarku merangkulnya kedalam. Aku tak ingin Adit sadar dengan kehadiranku.
"Kalo gitu ke atas aja yuk ka, kita nonton DVD aja. Aku punya DVD barbie yang baru." Ujar Delia semangat. "Mah, aku ajak kak Fanya ke atas ya." Ujar Delia menghampiri tante Sonya yang sedang berada di dapur.
"Ya udah, kamu ajak main kak Fanya dulu ya." Ujar tante Sonya. "Fanya gak apa-apa kan main sama Delia dulu tante mau ngurusin catering dulu soalnya." Ujarnya lagi ramah.
"Iya tante, gak apa-apa kok." Ujarku tersenyum. Untuk kali ini senyumku terasa berat. Kejadian tadi masih menyesakkanku.
"Nanti biar bik Minah nganterin minuman sama cemilan buat kalian." Ujar tante Sonya.
"Ayo ka kita ke atas." Ujar Delia menarikku. Aku mengikutinya. 

¤¤¤

"Mah, Delia mana kok gak keliatan?" Ujar Adit sembari mengambil minuman di dalam kulkas.
"Lagi nonton DVD sama Fanya diatas." Ujar tante Sonya masih sibuk dengan catering nya.
"Fanya?" Ujar Adit kaget. "Mamah becanda aja ni, Fanya mana mungkin ada di sini." Ujarnya lagi dengan nada santai.
"Tadi dia kesini pas ada Putri." Ujar tante Sonya.
"Aku keatas ya mah." Ujar Adit sambil mengedipkan matanya.
Adit menaiki tangga dengan perasaan tak menentu. Antara percaya dan tidak bahwa Fanya ada dirumahnya. DVD masih menyala tetapi tidak ada suara orang berbicara. 'Pasti mamah boong.' Ujarnya dalam hati.
Ia berjalan menuju DVD yang menyala disana ia melihat Delia sedang tertidur disebelahnya ada sosok yang ia kenal. 'Fanya' Adit tersenyum melihat gadis itu benar-benar ada dihadapannya. Ia tak tega membangunkan gadis itu.
Ia hanya berani memandang wajah gadis itu yang sedang tertidur pulas. Wajah yang sudah lama tak ia lihat. Wajah yang selalu ia rindukan.

¤¤¤

Aku terbangun. Samar-samar kulihat sosok seseorang membelakangiku. Ia sedang bermain video game. Seakan sadar dia menoleh ke belakang.
"Udah bangun?" Ujarnya kembali menatap ke arah layar.
"Delia mana?" Ujarku masih setengah sadar.
"Di bawah." Ujarnya singkat.
Tiba-tiba handphoneku berbunyi. Telephone dari mamah aku buru-buru mengangkatnya. "Iya mah." Ujarku menjawab telephone.
"Kamu dimana? Daritadi mamah telephone ko gak diangkat?" Ujar mamah dengan nada khawatir.
"Dirumah tante Sonya, bentar lagi aku balik ke hotel mah." Ujarku meredakan kekhawatirannya. Setelah tenang karna tahu keberadaanku mamah mematikan telephonenya.
"Ke sini kenapa gak bilang-bilang gue?" Ujar Adit menyudahi permainan gamenya.
"Tadinya mau bikin kejutan, tapi malah gue yang dapet kejutan." Ujarku asal. Aku memakai sweater hendak pulang.
"Kejutan? Maksudnya?" Ujar Adit tak mengerti.
"Lupain aja, oke." Ujarku dengan senyum seadanya. "Gue balik ya." Ujarku berdiri lalu pergi meninggalkannya sendiri. Adit tidak menahanku sama sekali. Aku menuruni tangga dengan perlahan. Dibawah aku bertemu tante Sonya dan Delia sedang menonton TV.
"Tante, Fanya pulang dulu ya." Ujarku pamit kepada tante Sonya.
"Ko buru-buru Fan, gak makan dulu?" Ujar tante Sonya ramah.
"Lain kali ya tan." Ujarku ramah menolak tawaran tante Sonya.
"Salam ya buat mamah." Ujar tante Sonya.
"Mah, aku anterin Fanya ya." Ujar seseorang dibelakangku. Aku menoleh, kulihat Adit sudah berdiri di sana.
"Gak usah tante, Fanya bisa balik sendiri." Ujarku menolak tawaran Adit.
"Kamu dianterin Adit aja Fan, tante lebih tenang kalo kamu dianter Adit." Ujar tante Sonya.
Aku menuruti ucapan tante Sonya. Kami berdua memasuki mobil. Hening masih menyelimuti kami berdua. Aku hanya melihat keluar jendela tidak mampu menatap wajahnya.
"Lo harusnya gak perlu nganterin gue." Ujarku membuka pembicaraan. Adit hanya diam. Aku menoleh kearahnya. Dia tampak diam seribu bahasa. Aku memilih untuk ikut dalam keheningannya.
"Gue seneng lo ada di sini." Ujar Adit tanpa menoleh kearahku.
"Gue dateng di saat yang gak tepat ya?" Ujarku dengan senyum terpaksa.
"Bukan." Ujarnya singkat.
"Terus?" Ujarku menoleh kearahnya. Aku tak mengerti dengan arah pembicaraan kami.
"Besok gue jemput lo ya. Kita jalan-jalan." Ujar Adit menoleh kearahku dengan senyumnya yang selalu kurindukan.
"Iya." Ujarku singkat.
Tidak beberapa lama kami sudah tiba di hotel tempatku menginap. Aku turun dari mobil. Adit membuka kaca jendela mobil. "Besok gue jemput jam 8 pagi. Jangan sampe kesiangan oke." Ujar Adit. "Gue balik ya." Ujarnya lagi dengan senyumnya yang khas.
Setelah melihat mobilnya pergi aku berjalan memasuki hotel. Hari yang tidak terlalu bagus. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Dan aku pun mulai tertidur. 

¤¤¤

Aku terbangun melihat mamah yang sudah siap untuk pergi. Masih setengah sadar aku duduk di ranjang. "Mau kemana mah?" Ujarku masih dengan mata setengah terbuka.
"Mamah hari ini harus nemenin papah. Kamu gak apa-apa kan di hotel sendiri." Ujar mamah merapihkan bajunya.
"Iya, tapi jam 8 aku ada janji." Ujarku sambil menguap.
"Sekarang udah jam 8 sayang." Ujar mamah menoleh kearahku. Aku membuka mataku. Kulihat kearah jam sudah jam 8. Dengan setengah sadar aku berlari ke kamar mandi. Mamah melihatku hanya geleng-geleng kepala.
"Fan, mamah berangkat dulu ya." Ujar mamah mengetok pintu kamar mandi.
"Iya mah." Ujarku setengah berteriak. Selesai mandi aku buru-buru berpakaian. Setelah rapih aku langsung keluar. Kulihat handphone 10 miscall dan 20 pesan masuk. 'Adit' ujarku pelan.
Aku berjalan menuju keluar hotel. Kulihat di sana Adit berdiri di luar mobil dengan muka yang tidak enak. 'Matilah aku' ujarku dalam hati.
"Sorry." Ujarku pelan.
Aku hanya menunduk tidak berani menatap wajahnya. Aku kira dia marah. Namun, diluar dugaanku. Adit mengelus lembut rambutku.
"Gak apa-apa ko." Ujarnya sambil tersenyum. Melihat senyumannya hatiku menjadi lebih tenang.
"Jadi? Kita mau kemana?" Ujarku penasaran.
"Pokoknya lo ikut aja, oke." Ujar Adit membukakanku pintu.
"Oke." Ujarku tersenyum.
Mobil berjalan menyusuri pesisir kota Bandung. Suasana pagi disini sangat berbeda dengan suasana pagi Jakarta. Padahal sudah jam 10 pagi tetapi cuacanya masih tetap dingin.
"Enak ya tinggal di sini." Ujarku sambil tersenyum melihat pemandangan yang indah.
"Kenapa lo gak tinggal di sini aja?" Ujar Adit menoleh sekilas kearahku.
"Mau tinggal dimana? Di rumah lo gitu?" Ujarku bercanda. Namun, Adit menanggapinya serius.
"Boleh, asal lo kuat aja liat ketampanan gue tiap hari." Ujarnya nyengir.
"Tampan?" Ujarku tak yakin.
"Yap, kayanya lo harus ngakuin ketampanan gue deh." Ujarnya dengan PD.
"Iya lo mang tampan." Ujarku singkat. Adit hanya mengangkat kedua bahunya dengan bangga. 'Tapi sayang lo udah ada yang punya dit' ujarku dalam hati.
Perjalanan pun menjadi sunyi kembali. Tidak ada sepatah kata pun yang kami berdua ucapkan. Kami pun akhirnya sampai di perkebunan strawberry. Sepanjang mata memandang hamparan pohon strawberry mampu memanjakan mata kami. Kami berdua berjalan menyusuri perkebunan.
"Lo sering kesini ya?" Ujarku menoleh ke Adit yang daritadi mengikutiku.
"Lumayan." Ujar Adit berjalan mendahuluiku.
"Mau kemana?" Ujarku mengejarnya.
"Mang Ujang." Ujar Adit memanggil seseorang yang sedang menanam pohon strawberry.
"Den Adit, tumben gak sama Non Delia." Ujar pria itu ramah. Aku hanya tersenyum ketika dia melihat kearahku.
"Iya mang, ada strawberry yang bisa dipetik gak mang?" Ujar Adit.
"Yang disana udah pada berbuah ko den. Bisa langsung dipetik." Ujar mang Ujang.
"Oke kalo gitu saya kesana yang mang. Mang Ujang terusin aja kerjanya." Ujar Adit.
"Iya den, itu pacar aden ya? Cantik pisan euy, cocok teh sama aden mah." Ujar mang Ujang sambil mengacungkan jempolnya.
"Ah si mamang teh bisa saja. Saya kesana dulu ya mang." Ujar Adit meninggalkan mang Ujang dan berjalan kearahku.
"Ke sana yuk." Ujar Adit merangkulku.
"Kayanya lo sering kesini deh." Ujarku asal.
"Ko bisa bilang gitu?" Tanya Adit.
"Abis lo akrab banget sama mamang nya." Jawabku asal. Adit hanya tersenyum tidak menanggapi ucapanku.
"Jadi?" Tanyaku penasaran.
"Ini perkebunan bokap. Makanya gue kenal sama si mamang nya." Ujarnya santai. Adit mengambil buah strawberry yang sudah masak. "Nih coba." Ujarnya memberikan buah itu kepadaku.
"Gak dicuci dulu?" Tanyaku.
"Bisa langsung dimakan kok tenang aja." Ujarnya santai. Aku mengambil buah itu dan dengan ragu memakannya.
Setelah menikmati beberapa buah strawberry kami kembali ke mobil. Itu pun setelah Adit pamit kepada Mang Ujang.
"Kita mau kemana?" Ujarku.
"Ya jalan-jalan aja. Kita ke BSM bentar ya." Ujar Adit.
"BSM?" Tanyaku bingung.
"Bandung Super Mall." Ujar Adit.

¤¤¤

Kami berdua tiba di BSM. Kami berjalan menelusuri beberapa toko. Tidak jauh beda dengan mall mall yang ada di Jakarta.
"Kita mau ngapain kesini?" Ujarku penasaran.
"Gue ada janji sama temen. Paling ketemu bentar aja." Ujar Adit santai.
"Kalo lo ada janji gue bisa kok jalan-jalan sendiri." Ujarku.
"Udah tenang aja." Ujar Adit merangkulku.
Tidak beberapa lama kami tiba di sebuah cafe. Kami berjalan menuju meja yang lumayan ramai. Ada 5 orang duduk di sana.
"Adit." Teriak seorang cewek. Dia melihat kearahku dengan tatapan tidak suka.
"Hai guys." Ujar Adit menghampiri meja itu.
"Weits, kemana aja lo baru dateng." Ujar seorang cowok. Adit hanya nyengir.
"Btw siapa ni dit?" Ujar seorang cowok yang lain sambil memperhatikanku. Aku hanya tersenyum.
"Oh iya, ini Fanya." Ujar Adit memperkenalkanku. "Fan, ini Boy, Rendy, Ita, Febry, dan Putri." Ujar Adit lagi.
"Hai." Ujarku ramah.
"Dit, nanti anterin gue yuk. Gue mau jalan-jalan." Ujar Putri dengan nada manja.
"Eh, sorry put gue gak bisa." Ujar Adit menolak ajakan Putri.
"Jadi? Lo siapanya Adit Fan?" Ujar Rendy mengajakku berbicara.
"Gue temen kecilnya Adit." Ujarku ramah.
"Oh, gue kira lo gebetannya Adit." Ujar Boy dengan nada bercanda. Lirikkan tak suka langsung datang menuju kearahku.
"Bukan ko." Ujarku sambil mengalihkan pandangan dari Putri.
"So?" Ujar Febri menoleh kearah Adit.
"Bukan gebetan tapi pacar." Ujar Adit sambil nyengir.
"Eh boong kok Adit cuma bencanda." Ujarku menyanggah pernyataan Adit.
"Gimana menurut kalian? Kita cocokkan?" Ujar Adit merangkulku.
"Cocok cocok." Ujar Ita lalu dia menutup mulutnya karna melihat tatapan Putri.
"Gue ke toilet dulu ya." Ujarku pamit.
Aku membuka pintu toilet. Di luar aku melihat Putri berdiri di sana. Dia berjalan menghampiriku.
"Adit milik gue." Ujarnya dengan tatapan mata tidak suka.
"Sorry tapi gue gak ngerti." Ujarku santai.
"Jangan pernah deketin Adit." Ujarnya ketus lalu pergi meninggalkanku.
Aku berjalan menuju meja tempat Adit dan yang lainnya berada. Putri melihatku dengan tatapan tajamnya.
"Gue cabut duluan ya." Ujar Adit berdiri disampingku.
"Buru-buru banget si dit." Ujar Putri.
"Iya dit, baru juga nyampe." Ujar Boy.
"Ntar kalo ada lo semua gue gak bisa berduaan lagi." Ujar Adit sambil mengedipkan matanya. "Gue duluan ya, dahh." Ujarnya lagi merangkulku pergi meninggalkan mereka semua. Aku menoleh sekilas kulihat Putri sangat kesal aku hanya diam saja.
"Lo kenapa?" Ujar Adit setelah kami meninggalkan cafe.
"Eh, gue gak apa-apa kok." Ujarku sadar dari lamunanku.
"Serius?" Ujar Adit memastikan lagi.
"Iya." Ujarku dengan senyum yang dipaksa.
Di dalam mobil tidak ada banyak pembicaraan yang kami bicarakan. Hari sudah mulai gelap. Lampu-lampu disudut jalan Dago menghiasi jalan malam itu.
"Lo sama Putri deket ya?" Ujarku ketika kami sampai di sebuah cafe yang cukup ramai.
"Putri? Gak juga." Ujar Adit santai sambil meminum soft drink dinginnya.
"Tapi kemarin gue liat dia dirumah lo." Ujarku mengalihkan pandangan keluar jalan.
"Hmmm... Kemarin dia minta tolong sama gue buat ngerjain tugasnya. Lo cemburu ya?" Ujar Adit sambil mengangkat alisnya.
"Gak ko." Ujarku sedikit salting.
"Cemburu juga gak apa-apa." Ujar Adit sambil menyuap spaghetti yang telah dia pesan.
"Putri kayanya gak suka deh sama gue." Ujarku melihat kearah Adit dengan serius. Adit menghentikan makannya.
"Tadi Putri ngomong sesuatu kan?" Ujar Adit yang sepertinya sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Hmm, apalagi waktu lo bilang kita pacaran." Ujarku lesu.
"Lo gak suka ya gue bilang gitu?" Ujar Adit serius. Berbeda saat dia mengatakannya tadi. Aku hanya mengangkat bahuku.
"Putri emang dari dulu suka sama gue. Tapi gue nganggep dia temen gak lebih." Jelas Adit.
"Tapi Putri kan cantik." Ujarku pelan.
"Gue gak bilang Putri jelek ko." Ujar Adit mengakui kecantikkan Putri.
"Terus?" Tanyaku tak mengerti.
"Gue suka sama cewek lain. Lo masih gak ngerti juga ya?" Ujar Adit mulai kesal.
"Maksudnya?" Aku tambah bingung dengan ucapan Adit.
"Gue suka sama lo Fanya." Ujar Adit serius.
"Gue serius dit, jangan becanda." Ujarku.
"Gue serius Fan, ngapain gue kenalin lo sebagai cewek gue kalo gue gak serius." Ujarnya mulai kesal.
"Jadi? Yang tadi bukan becanda?" Ujarku kaget.
"Yes, I'm serious." Kata Adit menunggu jawabanku. Tapi aku hanya diam. "So?" Ujarnya menunggu jawaban. Aku hanya memandangnya tak mengerti.
"Do you want to be my girlfriend?" Ujarnya sambil memegang tanganku.
Beberapa lama aku terdiam. "Yes, I do." Ujarku tersenyum. Pertanyaan yang selama ini aku tunggu darinya kini keluar juga.
"So kalo Putri ngancem lo lagi bilang gue, oke." Ujarnya tersenyum lalu membelai rambutku.
"Balik yuk. Mamah pasti udah nyariin." Ujarku mengajak Adit pulang.
"Oke honey." Ujar Adit lembut.
Kami berjalan berdua. Adit menggenggam erat tanganku seperti waktu kami kecil dulu. Liburanku di Bandung berjalan sangat menyenangkan. Meskipun liburanku telah berakhir namun cinta kami tidak berakhir sampai di sini. Bahkan ini barulah awal dari perjalanan cinta kami berdua.


The end.

No comments:

Post a Comment