Aku
berjalan turun dari taksi menuju sebuah rumah yang bergaya minimalis namun
terlihat tetap mewah. Aku berdiri di depan pintu gerbang. Terlihat olehku
seorang satpam berjalan menghampiriku.
"Siang
pak. Apa benar ini rumahnya tante Sonya?" Ujarku memastikan.
"Benar
neng, neng siapa ya?" Ujar satpam itu ramah.
"Saya
Fanya pak, anak temennya tante Sonya." Ujarku sambil tersenyum. Satpam itu
membukakanku pintu dan menyuruhku menunggu di dekat pos nya. Tidak beberapa
lama dia keluar bersama tante Sonya.
"Ko
dateng gak bilang-bilang tante dulu Fan?" Ujar tante Sonya ramah.
"Mau
mampir aja tan, mumpung lagi disini." Ujarku menyalami tangan tante Sonya.
"Kalo
gitu kita masuk yuk." Ujar tante Sonya membawaku masuk kedalam rumahnya.
Aku berjalan mengikuti tante Sonya.
"Mah,
siapa yang dateng?" Ujar Delia dengan suaranya yang lucu.
"Hai."
Ujarku ramah.
"Kak
Fanya." Ujar gadis kecil itu menghampiriku lalu memelukku.
"Delia
ajak kak Fanya ngobrol dulu ya, mamah mau nyuruh bibi bikin minum dulu."
Ujar tante Sonya. "Fanya tante tinggal dulu ya." Ujarnya lagi.
"Iya
tante." Ujarku ramah. "Kak Adit ada di rumah?" Kataku setelah
tante Sonya pergi.
"Ada
kak, tapi lagi sama temennya di halaman belakang." Ujar Delia lugu.
"Kesana yuk kak, sekalian liat kelinci aku." Ujarnya lagi dengan
semangat.
Delia
menarikku agar aku mengikutinya. Terlihat dari kejauhan Adit sedang berbicara
dengan seorang cewek dan mereka tampak sangat akrab.
"De,
kita kedalem aja yuk. Nanti tante nyariin lagi." Ujarku merangkulnya
kedalam. Aku tak ingin Adit sadar dengan kehadiranku.
"Kalo
gitu ke atas aja yuk ka, kita nonton DVD aja. Aku punya DVD barbie yang
baru." Ujar Delia semangat. "Mah, aku ajak kak Fanya ke atas
ya." Ujar Delia menghampiri tante Sonya yang sedang berada di dapur.
"Ya
udah, kamu ajak main kak Fanya dulu ya." Ujar tante Sonya. "Fanya gak
apa-apa kan main sama Delia dulu tante mau ngurusin catering dulu
soalnya." Ujarnya lagi ramah.
"Iya
tante, gak apa-apa kok." Ujarku tersenyum. Untuk kali ini senyumku terasa
berat. Kejadian tadi masih menyesakkanku.
"Nanti
biar bik Minah nganterin minuman sama cemilan buat kalian." Ujar tante Sonya.
"Ayo
ka kita ke atas." Ujar Delia menarikku. Aku mengikutinya.
¤¤¤
"Mah,
Delia mana kok gak keliatan?" Ujar Adit sembari mengambil minuman di dalam
kulkas.
"Lagi
nonton DVD sama Fanya diatas." Ujar tante Sonya masih sibuk dengan
catering nya.
"Fanya?"
Ujar Adit kaget. "Mamah becanda aja ni, Fanya mana mungkin ada di
sini." Ujarnya lagi dengan nada santai.
"Tadi
dia kesini pas ada Putri." Ujar tante Sonya.
"Aku
keatas ya mah." Ujar Adit sambil mengedipkan matanya.
Adit
menaiki tangga dengan perasaan tak menentu. Antara percaya dan tidak bahwa
Fanya ada dirumahnya. DVD masih menyala tetapi tidak ada suara orang berbicara.
'Pasti mamah boong.' Ujarnya dalam hati.
Ia
berjalan menuju DVD yang menyala disana ia melihat Delia sedang tertidur
disebelahnya ada sosok yang ia kenal. 'Fanya' Adit tersenyum melihat gadis itu
benar-benar ada dihadapannya. Ia tak tega membangunkan gadis itu.
Ia
hanya berani memandang wajah gadis itu yang sedang tertidur pulas. Wajah yang
sudah lama tak ia lihat. Wajah yang selalu ia rindukan.
¤¤¤
Aku
terbangun. Samar-samar kulihat sosok seseorang membelakangiku. Ia sedang
bermain video game. Seakan sadar dia menoleh ke belakang.
"Udah
bangun?" Ujarnya kembali menatap ke arah layar.
"Delia
mana?" Ujarku masih setengah sadar.
"Di
bawah." Ujarnya singkat.
Tiba-tiba
handphoneku berbunyi. Telephone dari mamah aku buru-buru mengangkatnya.
"Iya mah." Ujarku menjawab telephone.
"Kamu
dimana? Daritadi mamah telephone ko gak diangkat?" Ujar mamah dengan nada
khawatir.
"Dirumah
tante Sonya, bentar lagi aku balik ke hotel mah." Ujarku meredakan
kekhawatirannya. Setelah tenang karna tahu keberadaanku mamah mematikan
telephonenya.
"Ke
sini kenapa gak bilang-bilang gue?" Ujar Adit menyudahi permainan gamenya.
"Tadinya
mau bikin kejutan, tapi malah gue yang dapet kejutan." Ujarku asal. Aku memakai
sweater hendak pulang.
"Kejutan?
Maksudnya?" Ujar Adit tak mengerti.
"Lupain
aja, oke." Ujarku dengan senyum seadanya. "Gue balik ya." Ujarku
berdiri lalu pergi meninggalkannya sendiri. Adit tidak menahanku sama sekali.
Aku menuruni tangga dengan perlahan. Dibawah aku bertemu tante Sonya dan Delia
sedang menonton TV.
"Tante,
Fanya pulang dulu ya." Ujarku pamit kepada tante Sonya.
"Ko
buru-buru Fan, gak makan dulu?" Ujar tante Sonya ramah.
"Lain
kali ya tan." Ujarku ramah menolak tawaran tante Sonya.
"Salam
ya buat mamah." Ujar tante Sonya.
"Mah,
aku anterin Fanya ya." Ujar seseorang dibelakangku. Aku menoleh, kulihat
Adit sudah berdiri di sana.
"Gak
usah tante, Fanya bisa balik sendiri." Ujarku menolak tawaran Adit.
"Kamu
dianterin Adit aja Fan, tante lebih tenang kalo kamu dianter Adit." Ujar
tante Sonya.
Aku
menuruti ucapan tante Sonya. Kami berdua memasuki mobil. Hening masih
menyelimuti kami berdua. Aku hanya melihat keluar jendela tidak mampu menatap
wajahnya.
"Lo
harusnya gak perlu nganterin gue." Ujarku membuka pembicaraan. Adit hanya
diam. Aku menoleh kearahnya. Dia tampak diam seribu bahasa. Aku memilih untuk
ikut dalam keheningannya.
"Gue
seneng lo ada di sini." Ujar Adit tanpa menoleh kearahku.
"Gue
dateng di saat yang gak tepat ya?" Ujarku dengan senyum terpaksa.
"Bukan."
Ujarnya singkat.
"Terus?"
Ujarku menoleh kearahnya. Aku tak mengerti dengan arah pembicaraan kami.
"Besok
gue jemput lo ya. Kita jalan-jalan." Ujar Adit menoleh kearahku dengan
senyumnya yang selalu kurindukan.
"Iya."
Ujarku singkat.
Tidak
beberapa lama kami sudah tiba di hotel tempatku menginap. Aku turun dari mobil.
Adit membuka kaca jendela mobil. "Besok gue jemput jam 8 pagi. Jangan
sampe kesiangan oke." Ujar Adit. "Gue balik ya." Ujarnya lagi
dengan senyumnya yang khas.
Setelah
melihat mobilnya pergi aku berjalan memasuki hotel. Hari yang tidak terlalu
bagus. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Dan aku pun mulai tertidur.
¤¤¤
Aku
terbangun melihat mamah yang sudah siap untuk pergi. Masih setengah sadar aku
duduk di ranjang. "Mau kemana mah?" Ujarku masih dengan mata setengah
terbuka.
"Mamah
hari ini harus nemenin papah. Kamu gak apa-apa kan di hotel sendiri." Ujar
mamah merapihkan bajunya.
"Iya,
tapi jam 8 aku ada janji." Ujarku sambil menguap.
"Sekarang
udah jam 8 sayang." Ujar mamah menoleh kearahku. Aku membuka mataku.
Kulihat kearah jam sudah jam 8. Dengan setengah sadar aku berlari ke kamar
mandi. Mamah melihatku hanya geleng-geleng kepala.
"Fan,
mamah berangkat dulu ya." Ujar mamah mengetok pintu kamar mandi.
"Iya
mah." Ujarku setengah berteriak. Selesai mandi aku buru-buru berpakaian.
Setelah rapih aku langsung keluar. Kulihat handphone 10 miscall dan 20 pesan
masuk. 'Adit' ujarku pelan.
Aku
berjalan menuju keluar hotel. Kulihat di sana Adit berdiri di luar mobil dengan
muka yang tidak enak. 'Matilah aku' ujarku dalam hati.
"Sorry."
Ujarku pelan.
Aku
hanya menunduk tidak berani menatap wajahnya. Aku kira dia marah. Namun, diluar
dugaanku. Adit mengelus lembut rambutku.
"Gak
apa-apa ko." Ujarnya sambil tersenyum. Melihat senyumannya hatiku menjadi
lebih tenang.
"Jadi?
Kita mau kemana?" Ujarku penasaran.
"Pokoknya
lo ikut aja, oke." Ujar Adit membukakanku pintu.
"Oke."
Ujarku tersenyum.
Mobil
berjalan menyusuri pesisir kota Bandung. Suasana pagi disini sangat berbeda
dengan suasana pagi Jakarta. Padahal sudah jam 10 pagi tetapi cuacanya masih
tetap dingin.
"Enak
ya tinggal di sini." Ujarku sambil tersenyum melihat pemandangan yang
indah.
"Kenapa
lo gak tinggal di sini aja?" Ujar Adit menoleh sekilas kearahku.
"Mau
tinggal dimana? Di rumah lo gitu?" Ujarku bercanda. Namun, Adit
menanggapinya serius.
"Boleh,
asal lo kuat aja liat ketampanan gue tiap hari." Ujarnya nyengir.
"Tampan?"
Ujarku tak yakin.
"Yap,
kayanya lo harus ngakuin ketampanan gue deh." Ujarnya dengan PD.
"Iya
lo mang tampan." Ujarku singkat. Adit hanya mengangkat kedua bahunya
dengan bangga. 'Tapi sayang lo udah ada yang punya dit' ujarku dalam hati.
Perjalanan
pun menjadi sunyi kembali. Tidak ada sepatah kata pun yang kami berdua ucapkan.
Kami pun akhirnya sampai di perkebunan strawberry. Sepanjang mata memandang
hamparan pohon strawberry mampu memanjakan mata kami. Kami berdua berjalan
menyusuri perkebunan.
"Lo
sering kesini ya?" Ujarku menoleh ke Adit yang daritadi mengikutiku.
"Lumayan."
Ujar Adit berjalan mendahuluiku.
"Mau
kemana?" Ujarku mengejarnya.
"Mang
Ujang." Ujar Adit memanggil seseorang yang sedang menanam pohon
strawberry.
"Den
Adit, tumben gak sama Non Delia." Ujar pria itu ramah. Aku hanya tersenyum
ketika dia melihat kearahku.
"Iya
mang, ada strawberry yang bisa dipetik gak mang?" Ujar Adit.
"Yang
disana udah pada berbuah ko den. Bisa langsung dipetik." Ujar mang Ujang.
"Oke
kalo gitu saya kesana yang mang. Mang Ujang terusin aja kerjanya." Ujar
Adit.
"Iya
den, itu pacar aden ya? Cantik pisan euy, cocok teh sama aden mah." Ujar
mang Ujang sambil mengacungkan jempolnya.
"Ah
si mamang teh bisa saja. Saya kesana dulu ya mang." Ujar Adit meninggalkan
mang Ujang dan berjalan kearahku.
"Ke
sana yuk." Ujar Adit merangkulku.
"Kayanya
lo sering kesini deh." Ujarku asal.
"Ko
bisa bilang gitu?" Tanya Adit.
"Abis
lo akrab banget sama mamang nya." Jawabku asal. Adit hanya tersenyum tidak
menanggapi ucapanku.
"Jadi?"
Tanyaku penasaran.
"Ini
perkebunan bokap. Makanya gue kenal sama si mamang nya." Ujarnya santai.
Adit mengambil buah strawberry yang sudah masak. "Nih coba." Ujarnya
memberikan buah itu kepadaku.
"Gak
dicuci dulu?" Tanyaku.
"Bisa
langsung dimakan kok tenang aja." Ujarnya santai. Aku mengambil buah itu
dan dengan ragu memakannya.
Setelah
menikmati beberapa buah strawberry kami kembali ke mobil. Itu pun setelah Adit
pamit kepada Mang Ujang.
"Kita
mau kemana?" Ujarku.
"Ya
jalan-jalan aja. Kita ke BSM bentar ya." Ujar Adit.
"BSM?"
Tanyaku bingung.
"Bandung
Super Mall." Ujar Adit.
¤¤¤
Kami
berdua tiba di BSM. Kami berjalan menelusuri beberapa toko. Tidak jauh beda
dengan mall mall yang ada di Jakarta.
"Kita
mau ngapain kesini?" Ujarku penasaran.
"Gue
ada janji sama temen. Paling ketemu bentar aja." Ujar Adit santai.
"Kalo
lo ada janji gue bisa kok jalan-jalan sendiri." Ujarku.
"Udah
tenang aja." Ujar Adit merangkulku.
Tidak
beberapa lama kami tiba di sebuah cafe. Kami berjalan menuju meja yang lumayan
ramai. Ada 5 orang duduk di sana.
"Adit."
Teriak seorang cewek. Dia melihat kearahku dengan tatapan tidak suka.
"Hai
guys." Ujar Adit menghampiri meja itu.
"Weits,
kemana aja lo baru dateng." Ujar seorang cowok. Adit hanya nyengir.
"Btw
siapa ni dit?" Ujar seorang cowok yang lain sambil memperhatikanku. Aku
hanya tersenyum.
"Oh
iya, ini Fanya." Ujar Adit memperkenalkanku. "Fan, ini Boy, Rendy,
Ita, Febry, dan Putri." Ujar Adit lagi.
"Hai."
Ujarku ramah.
"Dit,
nanti anterin gue yuk. Gue mau jalan-jalan." Ujar Putri dengan nada manja.
"Eh,
sorry put gue gak bisa." Ujar Adit menolak ajakan Putri.
"Jadi?
Lo siapanya Adit Fan?" Ujar Rendy mengajakku berbicara.
"Gue
temen kecilnya Adit." Ujarku ramah.
"Oh,
gue kira lo gebetannya Adit." Ujar Boy dengan nada bercanda. Lirikkan tak
suka langsung datang menuju kearahku.
"Bukan
ko." Ujarku sambil mengalihkan pandangan dari Putri.
"So?"
Ujar Febri menoleh kearah Adit.
"Bukan
gebetan tapi pacar." Ujar Adit sambil nyengir.
"Eh
boong kok Adit cuma bencanda." Ujarku menyanggah pernyataan Adit.
"Gimana
menurut kalian? Kita cocokkan?" Ujar Adit merangkulku.
"Cocok
cocok." Ujar Ita lalu dia menutup mulutnya karna melihat tatapan Putri.
"Gue
ke toilet dulu ya." Ujarku pamit.
Aku
membuka pintu toilet. Di luar aku melihat Putri berdiri di sana. Dia berjalan
menghampiriku.
"Adit
milik gue." Ujarnya dengan tatapan mata tidak suka.
"Sorry
tapi gue gak ngerti." Ujarku santai.
"Jangan
pernah deketin Adit." Ujarnya ketus lalu pergi meninggalkanku.
Aku
berjalan menuju meja tempat Adit dan yang lainnya berada. Putri melihatku
dengan tatapan tajamnya.
"Gue
cabut duluan ya." Ujar Adit berdiri disampingku.
"Buru-buru
banget si dit." Ujar Putri.
"Iya
dit, baru juga nyampe." Ujar Boy.
"Ntar
kalo ada lo semua gue gak bisa berduaan lagi." Ujar Adit sambil
mengedipkan matanya. "Gue duluan ya, dahh." Ujarnya lagi merangkulku
pergi meninggalkan mereka semua. Aku menoleh sekilas kulihat Putri sangat kesal
aku hanya diam saja.
"Lo
kenapa?" Ujar Adit setelah kami meninggalkan cafe.
"Eh,
gue gak apa-apa kok." Ujarku sadar dari lamunanku.
"Serius?"
Ujar Adit memastikan lagi.
"Iya."
Ujarku dengan senyum yang dipaksa.
Di
dalam mobil tidak ada banyak pembicaraan yang kami bicarakan. Hari sudah mulai
gelap. Lampu-lampu disudut jalan Dago menghiasi jalan malam itu.
"Lo
sama Putri deket ya?" Ujarku ketika kami sampai di sebuah cafe yang cukup
ramai.
"Putri?
Gak juga." Ujar Adit santai sambil meminum soft drink dinginnya.
"Tapi
kemarin gue liat dia dirumah lo." Ujarku mengalihkan pandangan keluar
jalan.
"Hmmm...
Kemarin dia minta tolong sama gue buat ngerjain tugasnya. Lo cemburu ya?"
Ujar Adit sambil mengangkat alisnya.
"Gak
ko." Ujarku sedikit salting.
"Cemburu
juga gak apa-apa." Ujar Adit sambil menyuap spaghetti yang telah dia
pesan.
"Putri
kayanya gak suka deh sama gue." Ujarku melihat kearah Adit dengan serius.
Adit menghentikan makannya.
"Tadi
Putri ngomong sesuatu kan?" Ujar Adit yang sepertinya sudah tahu apa yang
sebenarnya terjadi.
"Hmm,
apalagi waktu lo bilang kita pacaran." Ujarku lesu.
"Lo
gak suka ya gue bilang gitu?" Ujar Adit serius. Berbeda saat dia
mengatakannya tadi. Aku hanya mengangkat bahuku.
"Putri
emang dari dulu suka sama gue. Tapi gue nganggep dia temen gak lebih."
Jelas Adit.
"Tapi
Putri kan cantik." Ujarku pelan.
"Gue
gak bilang Putri jelek ko." Ujar Adit mengakui kecantikkan Putri.
"Terus?"
Tanyaku tak mengerti.
"Gue
suka sama cewek lain. Lo masih gak ngerti juga ya?" Ujar Adit mulai kesal.
"Maksudnya?"
Aku tambah bingung dengan ucapan Adit.
"Gue
suka sama lo Fanya." Ujar Adit serius.
"Gue
serius dit, jangan becanda." Ujarku.
"Gue
serius Fan, ngapain gue kenalin lo sebagai cewek gue kalo gue gak serius."
Ujarnya mulai kesal.
"Jadi?
Yang tadi bukan becanda?" Ujarku kaget.
"Yes,
I'm serious." Kata Adit menunggu jawabanku. Tapi aku hanya diam.
"So?" Ujarnya menunggu jawaban. Aku hanya memandangnya tak mengerti.
"Do
you want to be my girlfriend?" Ujarnya sambil memegang tanganku.
Beberapa
lama aku terdiam. "Yes, I do." Ujarku tersenyum. Pertanyaan yang
selama ini aku tunggu darinya kini keluar juga.
"So
kalo Putri ngancem lo lagi bilang gue, oke." Ujarnya tersenyum lalu
membelai rambutku.
"Balik
yuk. Mamah pasti udah nyariin." Ujarku mengajak Adit pulang.
"Oke
honey." Ujar Adit lembut.
Kami
berjalan berdua. Adit menggenggam erat tanganku seperti waktu kami kecil dulu.
Liburanku di Bandung berjalan sangat menyenangkan. Meskipun liburanku telah
berakhir namun cinta kami tidak berakhir sampai di sini. Bahkan ini barulah
awal dari perjalanan cinta kami berdua.
The end.
No comments:
Post a Comment