Friday, 14 June 2013

Berawal dari Benci



"Hari ini cerah ya." Ujarku kepada Mimo dan Pipo. Mimo dan Pipo adalah kelinci peliharaanku. Aku sayang sekali sama mereka.
"Didie..." Mamah memanggilku.
"Iya mah." Jawabku menghampiri mamah yang berada di ruang tamu.
Tampak disana ada seorang wanita cantik seumuran mamah dan seorang anak perempuan sedang duduk di dekat wanita itu. Wanita itu tersenyum melihat ke arahku dan aku pun membalas senyumannya. Aku duduk disebelah mamah.
"Ini Diandra jeng, anak saya yang waktu itu masih kecil." Ujar mamahku.
"Wah Didie udah gede ya sekarang. Jadi tambah cantik." Ujar wanita itu ramah. Aku hanya tersenyum malu.
"Ini tante Mia temen mamah waktu SMA yang disebelahnya anaknya namanya Keysia." Aku melihat anak itu tampak malu-malu melihatku. Aku pun tersenyum kepadanya dan dia pun membalas senyumanku.
"Oh ya jeng, anaknya yang cowok gak diajak?" Tanya mamahku yang sadar ada yang kurang.
"Iya jeng, Reysia katanya mau jalan-jalan liat-liat daerah sini." Ujar tante Mia.
"Mah aku ke dalem dulu ya, mau ngasih makan Mimo sama Pipo." Ujarku sambil nyengir.
"Mimo Pipo apaan mah?" Tanya Keysia dengan suara pelan ia nampak penasaran.
"Kamu mau ikut?" Ujarku sambil tersenyum. Keysia terlihat senang saat aku mengajaknya.
"Boleh ya mah." Ujarnya penuh harap.
"Iya, tapi kamu jangan nakal ya." Ujar tante Mia mengingatkan.
Akhirnya aku mengajak Keysia ke halaman, sedangkan mamah dan Tante Mia tampaknya sedang mengobrol mengingat masa lalu mereka. Keysia terlihat sangat senang.
Aku mengeluarkan Mimo dan Pipo dari kandangnya. Keysia dengan semangat memberi makan mereka. Aku mengamatinya asyik bermain. 'Mungkin kalo aku punya adik perempuan akan seperti ini.' Ujarku dalam hati.
"Ka Didie.." Suaranya menghamburkan lamunanku.
"Kenapa sayang?" Kataku ramah.
"Aku boleh gak main sama Mimo dan Pipo lagi?" Katanya dengan lugunya.
"Iya sayang, nanti kamu main kesini aja kalo mau main sama Mimo dan Pipo lagi." Mendengar ucapanku ia tampak gembira.
Hari sudah mulai sore. Tante Mia dan Keysia pun pamit pulang. Mereka menyuruh aku dan mamah untuk mampir ke rumahnya. Ternyata Tante Mia baru 2 hari pindah ke komplek perumahan kami. Rumahnya pun tak jauh dari rumah kami. Hanya beda blok saja.
Setelah mereka pulang aku memasukkan Mimo dan Pipo ke kandangnya. "Kalian seneng kan punya temen baru?" Ujarku sambil tersenyum.
Keesokkan paginya aku berangkat sekolah seperti biasa. Ketika sedang melewati lorong seseorang menabrakku hingga aku terjatuh. Brukk... "Aduh." Ujarku kesakitan.
"Eh sorry sorry tadi gue gak sengaja." Ujar orang itu sambil membangunkanku. Seperti terhipnotis aku diam sejenak ketika menatap matanya tetapi aku buru-buru sadar.
"Lain kali kalo jalan pake mata makanya." Ujarku sebal.
"Sekali lagi gue minta maaf ya." Dia meminta maaf yang kedua kalinya lalu pergi meninggalkanku.
Sambil menahan kesal aku berjalan menuju kelasku. "Dasar gak sopan. Pasti dia tukang hipnotis, besok-besok kalo aku liat dia lagi aku gak boleh liat matanya." Ujarku sambil mengomel. Tiba-tiba "Dooorrr.." Seseorang mengagetkanku.
"Ka Bimo apaan sih. Pagi-pagi udah ngagetin orang aja." Ujarku sebal
"Lagi kamu pagi-pagi udah komat kamit aja kaya mbah dukun." Jawabnya dengan santai.
"Aku lagi sebel tau. Hari ini aku ketemu sama tukang hipnotis." Keluhku.
"Kamu pagi-pagi udah ngelucu aja deh. Tukang hipnotis? Deddy corbuzier kali." ka Bimo tertawa mendengar ucapanku. "Aku ke kelas duluan ya de. Jangan komat kamit mulu ntar bibir kamu dower loh hehehe."
Begitulah ka Bimo selalu ceria, selalu ada tawa bila didekat dia. Ka Bimo adalah teman ka Keny, karena ka Bimo ikut pertukaran pelajar selama satu tahun diluar negeri makanya dia yang harusnya sudah lulus masih kelas 3 disini. Ka Bimo sudah menganggapku seperti adiknya sendiri. Karna ka Bimo teman ka Keny yang sering main kerumah dan mamah juga sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri.
Setibanya di kelas aku langsung duduk dan mengeluarkan novel yang belum sempat aku baca. Samar-samar kudengar anak-anak membicarakan tentang anak baru.
"Dia keren banget, udah putih, cakep, pinter, terus denger-denger katanya dia mau masuk tim basket sekolah kita." Ujar Famela cewek yang paling centil di kelas.
"iya bener tuh Fam, katanya dia bakal jadi saingan ka Bimo. Kan ka Bimo bentar lagi ujian gosipnya itu anak baru bakal ngegantiin dia." Ujar Titi. What? Titi yang pendiem sampe ikutan ngomongin tuh anak baru?
"Ada apaan si? Heboh amat kayanya?" Aku pun akhirnya ikutan nimbrung dengan anak-anak cewek itu. Habisnya Titi gitu loh sampe terpesona juga.
"Ah lo di, giliran yang disebut ka Bimo langsung ikutan. Ciyeee." Ledek Famela sedangkan anak-anak cewek yang lain ikut meledekku, bukan rahasia umum kalo satu sekolah tau aku dekat dengan ka Bimo. Ka Bimo kapten tim basket dan salah satu dari cowok populer di sekolah makanya selalu menjadi sorotan.
Dulu waktu ka Keny masih disekolah ini dia dan ka Bimo adalah cowok-cowok populer. Walaupun ka Keny biasa aja tapi karna dia pernah jadi ketua osis dan penerima beasiswa makanya banyak cewek yang mengincarnya.
"Apaan si Fam, kan lo udah tau ka Bimo temennya ka Keny. Gue sama ka Bimo cuma sebatas ade kakak aja." Jelasku. Sudah berkali-kali aku menjelaskan tentang hal itu tetapi banyak yang tidak percaya. Bahkan ada yang sampai membenciku karna kedekatanku dengannya.
"Kalo gitu ka Bimo buat gue ya?" Ucap Famela asal sambil mengedipkan matanya.
"Genit lo dasar." Ujar Tisa sambil tertawa. Keakraban diantara kami memang sangat erat. Bahkan kami saling melindungi. Apabila salah satu diantara kami diganggu kelas lain jangan harap yang lainnya bisa tinggal diam.
"Ah lo sa, sirik aja." Ujar Famela sebal sambil mengibaskan rambutnya. Famela juga termasuk cewek populer dia cantik cuma suka caper kalo ada cowok baru. Katanya hanya untuk kesenangan di sekolah.
"Fam, inget Andre." Ujar Putri. Famela sebenarnya sudah memiliki pacar. Tapi bukan Famela namanya kalo dia tidak caper.
"Famela gitu loh." Ujarku sambil meniru gaya genitnya. Semuanya tertawa termasuk Famela.
"Andre mah always in my heart tapi kalo anak baru pencuci mata gua hehehe." Ujar Famela sambil nyengir.
"Ah lo, udah dapet model masih aja. Ntar kalo Andre selingkuh gimana hayo?" Ledek Tisa.
"Ya jangan lah. Kenapa jadi bahas gue si." Ujarnya sebal kami semua tertawa melihat tingkahnya. Walaupun dia centil tapi Famela bisa berteman dengan siapa aja dan dia easy going. So wajar kalo dia jadi salah satu cewek populer.
"Udah ah serius. Tadi lagi pada ngomongin siapa si?" Ujarku kembali ke topik pembicaraan awal.
"Anak baru dikelas sebelah Di, orangnya ganteng banget." Ujar Tisa dengan nada seperti layaknya seorang fans berat.
"Iya Di, kalo lo liat pasti lo langsung jatuh cinta deh. Tapi sayang dia incerannya si Vanessa." Ujar Famela kecewa. Vanessa itu adalah cewek tercantik disekolah. Banyak murid yang enggan berurusan sama dia. Apalagi dia kakak kelas.
"Si nenek lampir yang suka deketin ka Bimo itu?" Ujarku sambil tersenyum sinis. Aku sangat membenci Vanessa karna dia pernah menyakiti kakakku. Dan dia pernah mengancamku karna aku dekat dengan ka Bimo.
"Parah lo Di, ntar kalo dia denger bisa ngamuk dia." Ujar Putri menyenggol pundakku.
"Tapi emang dia nenek lampir si." Ujar Famela membenarkan.
Bel berbunyi kami menyudahi obrolan kami pagi itu. Pelajaran demi pelajaran silih berganti. Tak terasa waktu dengan cepat berlalu. Jam menunjukkan pukul 13.00 bel pulang pun berbunyi.
Aku berjalan melewati lapangan basket disana aku melihat ka Bimo sedang berbicara dengan seseorang. Tapi aku tak bisa melihat wajahnya karna dia menghadap berlawanan arah denganku.
"Diandra." Ujar ka Bimo memanggilku sepertinya dia memintaku menghampirinya. Oh no, cowok yang sedang berbicara dengan ka Bimo itu si tukang hipnotis. Sudah terlambat untukku melarikan diri. 'Shit' ujarku pelan.
"Di, aku mau ngenalin seseorang sama kamu. Ini Rey dia anggota baru di tim basket sekolah kita." Kata ka Bimo memperkenalkan cowok itu.
"Rey." Ujar cowok itu ramah dengan mengulurkan tangannya.
"Diandra." Aku membalas uluran tangannya.
"Hei, kayanya kamu yang tadi pagi kan?" Ujar cowok itu yang sepertinya ingat insiden tadi pagi.
"Eh iya." Ujarku canggung.
"Maksudnya tadi pagi?" Ujar ka Bimo binggung.
"Tadi kan gue cerita sempet nabrak cewek waktu mau nyari lo." Jelas Rey. 'Matilah aku. Moga ka Bimo gak inget ucapanku tadi pagi.' Batinku
"Oh, jadi ini si Deddy Corbuzier." Ujar ka Bimo geli menahan tawanya. Aku hanya memelototinya saja. 'Awas kalo ampe ka Bimo ember' ujarku dalam hati.
Rey nampak bingung dengan ulahku dan ka Bimo. Karna aku sudah tak tahan harus dekat-dekat dengan si tukang hipnotis. Dan aku lihat ada sorot mata yang menatapku dengan tajam dari kejauhan siapa lagi kalo bukan Vanessa yang sedang mendekat.
"Ka duluan ya. Ada nenek lampir mau kesini." Ujarku asal meninggalkan mereka. Aku sempat beradu pandang dengan Vanessa tetapi aku hanya membuang muka dan itu membuatnya kesal. Dari kejauhan aku melihat Vanessa sedang mendekati ka Bimo dan Rey.
"Dasar ganjen." Ucapku sebal. Sepanjang jalan pulang aku berfikir tentang yang dikatakan anak-anak di kelas. 'Kalo diliat-liat si emang dia ganteng, tapi kayanya dia tukang hipnotis deh. Buktinya aku tadi sempet hampir kena hipnotisnya. Untung aku buru-buru sadar.' Batinku
Setibanya dirumah aku mengganti bajuku dan pergi ke halaman untuk memberi makan Mimo dan Pipo. "Hari ini aku sebel banget." Ujarku sambil memberi makan mereka.
"Kalian bayangin aja ya pagi-pagi aku ketemu sama si tukang hipnotis, eh ternyata dia itu anak baru dan jadi inceran anak-anak di sekolah. Ya wajar si emang dia ganteng, tapi kayanya dia pake hipnotis deh di matanya seremkan. Dan yang lebih parahnya tadi aku ketemu nenek lampir, dia juga ngincer tuh cowok. Dasar ganjen ya." Ujarku panjang lebar menceritakan kekesalanku.
Ketika aku sedang mengeluarkan uneg-unegku tiba-tiba mamah memanggilku. "Didie." Kata mamah menghampiriku. Dan tebak siapa yang dia bawa. Si kecil Keysia.
"Ka Didie." Anak itu menghampiriku lalu memelukku.
"Hai cantik, kamu udah ijin ke sini sama mamah?" Tanyaku ramah.
"Iya, tadi abis aku pulang sekolah aku langsung minta dianterin ke sini. Tapi kata mamah ka Didie nya belum pulang.
"Iya kakak pulangnya kan siang. Emangnya kamu pulang sekolah jam berapa?" Tanyaku sambil membelai rambut anak itu. Keysia adalah anak yang lucu dan dia bisa menghilangkan rasa kesalku hari ini.
"Jam 10 ka." Ujarnya polos
"Oh iya kamu kan masih SD ya. Kamu mau main sama Mimo dan Pipo?" Ujarku sambil mengeluarkan Mimo dan Pipo dari kandangnya.
"Mau ka." Ujarnya bersemangat.
"Tadi kamu kesini sama siapa?" Tanyaku
"Tadi dianterin mamah, tadi katanya mamah mau belanja terus aku gak mau ikut jadi aku minta kesini aja." Kata Keysia sambil memberi makan kedua kelinci itu.
"Lah kakak kamu emang kemana?"
"Kak Tasya kuliah di Semarang, kalo ka Reysia belum pulang sekolah." Jawabnya lugu.
"Ka Reysia emang kelas berapa?" Tanyaku lagi
"Kelas 2 SMA. Kakak sendiri kelas berapa?" Tanya anak itu.
"Kelas 2 juga." Ujarku sambil tersenyum.
"Nanti kalo ka Reysia udah pulang aku kenalin deh sama kakak." Ujarnya polos. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.
Jam sudah hampir menunjukkan pukul 4 sore, tetapi Keysia masih asyik bermain dengan Mimo dan Pipo. Karna sudah sore aku meminta mamah menemani Keysia sebentar karna aku mau mandi. Setelah mandi aku akan mengantarnya pulang. Kasian kan kalo dia harus pulang sendiri.
10 menit kami berjalan, tidak ada rasa lelah di wajah Keysia. Iya terlihat senang bersamaku. Bahkan ia bilang ia mau main tiap hari kerumahku. Tapi tante Mia melarang karna takut merepotkanku. Tapi aku tidak merasa direpotkan malah senang karna punya teman. Sejak ka Keny kuliah di luar negeri rumah jadi sepi. Ka Keny dapat beasiswa kuliah di USA.
"Itu dia rumahku ka." Kata Keysia sambil menunjuk sebuah rumah yang bergaya barat. Di depan gerbang tampak seorang cowok baru saja tiba masih dengan seragam sekolahnya.
"Ka Reysia." Ujar Keysia sambil memeluk cowok itu yang baru saja turun dari motor dan masih mengenakan helmnya.
"Dari mana kamu sayang?" Ujar cowok itu. Dari suaranya sepertinya aku kenal. Aku menghampiri mereka berdua. Tetapi aku menghentikan langkahku saat melihat cowok itu dan melihat wajahnya. "Tukang hipnotis" ujarku pelan.
"Aku dari rumah ka Didie. Itu orangnya." Kata Keysia menunjuk kearahku. Aku terpaksa tersenyum. Dan cowok itu tersenyum sepertinya dia ingat aku.
"Masuk dulu yuk Di." Ujar Rey dengan ramah sambil tersenyum. 'Jangan liat matanya' ujarku dalam hati.
"Eh gak usah deh, udah sore gue langsung pulang aja." Ucapku buru-buru pamit. Kalo aku tidak buru-buru pulang bisa-bisa aku terhipnotis olehnya.
"Oh ya udah kalo gitu. Thank's ya udah nemenin ade gue." Ucap Rey sambil membelai rambut adiknya yang masih menempel padanya.
"Ka anterin ka Didie pulang ya." Pinta Keysia penuh harap. Aku hanya diam mendengar ucapannya yang tak terduga.
"Eh, gak usah. Kakak pulang sendiri aja. Kan kasian kakak kamu kan baru pulang masih cape." Ujarku beralasan.
"Gak apa-apa lagi di. Lo kan udah nganterin ade gue pulang." Ujar Reysia yang sepertinya tidak mau mengecewakan adiknya.
"Gak usah deh Rey, kalo lo nganterin gue ntar gue harus nganterin lo balik lagi. Yang ada main anter-anteran." Ucapku seadanya.
"Ada-ada aja lo di. Ya udah kalo gitu hati-hati ya dijalan." Ucap Reysia sambil tertawa melihat tingkahku yang terlihat salting. Aku tak perduli yang penting aku bisa cepat-cepat pulang karna aku sudah tidak nyaman.
"Besok aku main lagi ya ka. Dadah ka Didie." Ucap Keysia yang akhirnya memperbolehkanku pulang sendiri.
"Untung aja Keysia gak maksa aku dianterin kakaknya bisa kena hipnotis aku." Ujarku diperjalanan pulang. Setibanya di rumah aku masuk ke kamar dan tiduran sebentar. "Hari yang melelahkan" ujarku.
Rasanya aku malas pergi ke sekolah hari ini, apalagi kalo harus ketemu si tukang hipnotis. Untung kelas kami beda walaupun sebelahan juga si. Tidak seperti biasanya sekarang mataku mulai siaga, soalnya kalo aku melihat tanda-tanda dari si tukang hipnotis aku bisa langsung menghindar.
Saat melewati lapangan aku melihat ka Bimo sedang bermain dan bercanda dengan anak-anak basket lain. Dan saat aku perhatikan dengan seksama. Oh no, ada si tukang hipnotis. Aku pun buru-buru pergi. Sekilas aku melihat dia melihatku, tapi aku langsung pergi pura-pura tidak melihat.
"Bisa mati gue kalo begini terus." Ujarku saat tiba dikelas. Hari ini kelas tidak seramai kemarin. Tumben banget biasanya kalo ada cowok cakep bisa jadi trend topik selama sebulan, tapi kali ini?
"Tumben pada adem ayem aja. Biasanya juga kemaren udah berkicau." Ujarku bercanda.
"Di lo hati-hati ya." Ucap Titi dengan wajah takut.
"Hati-hati kenapa ti? Emang gue anak kecil?" Ucapku asal.
"Tadi si nenek lampir kesini nyariin lo, lo bikin masalah apa lagi si sama dia?" Famela akhirnya angkat bicara, dia malas kalo harus berurusan dengan Vanessa.
"Gue gak ngapa-ngapain Fam, gue juga males nyari masalah sama dia. Ya dianya aja yang syirik sama gue." Ujarku diikuti dengan anggukan teman-temanku yang lain.
"Iya juga si, waktu lo deket sama ka Bimo juga dia kaya gitu." Putri sudah mulai anggkat bicara.
"Iya bener, padahalkan ka Bimo bukan pacar dia." Tisa juga ikut berbicara.
"Tapi gak bisa gitu di, lo kan udah tau Vanessa gimana harusnya lo bisa ngehindarin masalah sama dia. Jangan jatuh dilubang yang sama gini." Ujar Famela care. Diantara yang lain Famela yang paling berani dan setia kawan. Dia tidak segan-segan membantu teman yang kesusahan bahkan sekalipun temen itu gak minta pasti dia langsung bantu. Bisa dikatakan dia tukang ikut campur urusan orang lain. Cuma versi lebih baiknya.
"Jadi kemaren si nenek lampir liat gue lagi ngobrol sama ka Bimo dan anak baru. Mungkin dia iri kali." Ujarku sambil menganggkat kedua bahu.
"Sejak kapan lo bisa kenal anak baru? Gue aja belum sempet kenalan." Ujar Famela pura-pura ngambek.
"Ka Bimo yang ngenalin." Ujarku singkat.
"Menurut lo gimana di? Ganteng kan?" Famela yang tidak bisa marah akhirnya menyudahi acting ngambeknya.
"Iya die pasti perfect kan?" Ujar Putri ikut-ikutan memuji anak baru itu.
"Diandra itu beruntung banget ya, udah deket sama ka Bimo sekarang anak baru."
"Iri nih gue." Ujar Famela diiringi anak-anak yang mengiyakan ucapannya.
"Ntar kalo ketemu gue kenalin deh." Sebenarnya berat mengatakan hal itu, apalagi kalo harus mengobrol dengan Rey lama-lama.
"Jadi menurut lo dia gimana?" Tanya Famela penasaran ingin tahu apa komentarku tentang anak itu.
"Cukup perfect untuk menarik perhatian Vanessa." Kataku cuek
Kelasku memang selalu kompak, ya walau anak-anak cowok jarang ngobrol dengan cewek-cewek tapi kalo dimintai tolong mereka dengan senang hati mau membantu. Tidak terasa waktu istirahat sudah berbunyi. Aku buru-buru keluar karna ingin pergi ke toilet.
"Diandra mau kemana?" Tanya Titi.
"Toilet." Ucapku sedikit kencang. Aku sedikit berlari karna sudah tidak tahan. Tanpa sengaja aku menabrak seseorang.
"Eh sorry." Ujarku minta maaf. Rey? Kenapa mesti nabrak dia si?
"Gak apa-apa ko." Ucapnya sambil tersenyum ramah. Sepertinya selain matanya dia juga memakai senyuman untuk menghipnotis orang. Terlihat dia selalu tersenyum. Teoriku asal.
"Gue duluan ya." Ujarku yang tersadar tujuan utamaku berlari. Aku pun buru-buru pergi dan samar-samar aku mendengar dia berkata "Cewek yang unik" tapi aku tak memperdulikannya pasti aku salah denger pikirku.
"Akhirnya." Ucapku setelah keluar dari toilet. Aku berjalan menuju kantin untuk membeli beberapa makanan. Saat aku sedang memilih-milih makanan tiba-tiba seseorang datang menghampiriku.
"Heh cewek centil, lo kayanya selalu nyari gara-gara ya sama gue?" Ucap Vanessa yang memang sudah mencariku dari pagi.
"Maksudnya apa ya?" Ucapku pura-pura tidak mengerti.
"Gak usah pura-pura sok baik deh lo. Awas aja kalo lo berani deketin inceran gue lagi." Semua sorot mata di kantin menuju ke arahku, mereka semua sudah tau kalo aku dan Vanessa tidak punya hubungan yang baik.
"Maaf ya kakak, gue juga gak pernah mau tuh punya urusan sama lo." Ucapku sambil meninggalkannya. Aku tau pasti dia kesal banget mendengar ucapanku tadi. Aku senang melihatnya stres dengan ulahku. Itu membuatku bahagia.
"Hei, senyum-senyum sendiri aja." Sapa ka Bimo saat aku melewati lapangan basket. Nampaknya ia sedang latihan.
"Biasa nenek lampir." Kataku sambil nyengir.
"Wu dasar kamu, selalu aja nyari masalah. Kalo Keny tau bisa-bisa dia langsung balik ke Indonesia."
"Ahaha gak gitu juga ka. Btw aku ke kelas dulu ya mau makan nih." Ujarku sambil menunjukkan makanan yang tadi aku beli.
"Oke deh." Kata ka Bimo, lalu ka Bimo pergi menuju lapangan kembali ketempat teman-temannya sedang bermain. Sekilas aku lihat sosok Rey tersenyum melihatku tapi aku pura-pura tidak melihat.
Aku memasuki kelas masih dengan senyum gembira. Teman-teman melihat ke arahku. Lalu akhirnya Famela memberanikan diri menghampiriku.
"Di, lo gak apa-apa kan?" Ujar Famela sedikit takut.
"Hmm.." Kataku yang sibuk mengunyah makanan. Aku melihat kearah Famela dia hanya diam melihatku. "Gue gak apa-apa ko Fam, emang kenapa si?" Tanyaku sesudah makanan yang ada dimulut habis.
"Syukur deh." Ujarnya sambil memelukku.
"Haduh udah dong gue gak bisa nafas nih." Ujarku yang mulai sesak karna Famela memelukku terlalu erat.
"Uuupss sorry." Famela melepaskan pelukannya. "Abis tadi kata anak-anak abis ada perang dunia ke 2 dikantin. Mana pas balik lo senyum-senyum kaya orang gila lagi. Gue kira lo shock di omelin Vanessa." Katanya sambil nyengir.
“Ahaha yang ada juga Vanessa yang shock." Ujarku sambil tertawa.
"Ko bisa?" Famela tambah bingung lalu teman-teman yang lainnya mendekati kami berdua.
"Iya di, ko dia yang shock." Ujar Tisa.
"Cerita dong." Ucap Putri penasaran juga.
"Cerita gak ya? Hehehe" Aku meledek mereka, dan serempak mereka berkata "Diandra cepet." Aku makin tertawa melihat tingkah teman-temanku.
"Kepo banget sih kalian." Ucapku sambil nyengir. Tuk tuk tuk... Jitakkan dari teman-temanku pun mampir di kepalaku.
"Aduh, curang banget mainnya keroyokan." Ujarku sebal.
"Makanya cerita." Ujar Famela yang udah gak sabar ingin mendengar ceritaku.
"Jadi waktu gue lagi beli makanan si nenek lampir dateng. Eh dia ngancem gue supaya jangan deket-deket sama gebetannya." Ujarku panjang lebar lalu aku minum dengan santai.
"Terus?" Celetuk Titi yang dari tadi diem aja.
"Terus gue bilang aja gue juga males berhubungan sama si nenek lampir." Jelasku lagi.
"Terus di?" Tanya Famela supaya aku meneruskan ceritaku sedangkan yang lainnya menyimak dengan seksama. Aku sudah seperti guru TK yang sedang mendongeng kepada anak kecil.
"Terus gue tinggal pergi deh." Ujarku santai.
"Yah gue kira perang dunianya ada bacok-bacokan gitu kan seru tuh." Canda Famela sambil nyengir.
"Iye seru kalo gue kena bacok kan?" Ujarku sebal dan diiringi tawa oleh yang lainnya.
"Eh liat tuh Rey lewat kelas kita." Ujar Famela tanpa mempedulikan aku yang sedang marah. Semuanya menoleh ke arah jendela termasuk aku. Ku lihat Rey juga menoleh ke arah kami dan dia tersenyum.
'Pasti selalu ngeluarin jurus andalannya senyuman maut. Gimana gak mau banyak yang suka lah dianya aja tukang tebar pesona gitu' keluhku dalam hati.
"Ganteng banget ya." Ujar Famela saat Rey sudah menghilang.
"Kaya malaikat." Ujar Titi yang masih terpesona dan yang lainnya mengiyakan. Aku tidak menghiraukan mereka dan melanjutkan makanku.
"Tadi pasti dia senyum sama gue." Kata Putri dengan pd nya.
"Senyum sama gue kali." Kata Famela sambil mengibaskan rambutnya yang panjang. Saat mereka sedang berdebat bel berbunyi mereka kembali ke tempat duduk masing-masing.
Dua pelajaran pun telah kami lewati tidak terasa waktu berjalan dengan cepatnya. Aku ingin cepat pulang dan tidur. Rasanya beberapa hari ini aku sudah kena hipnotis dan aku harus mengistirahatkan pikiranku sejenak.
Saat aku berjalan hendak pulang tiba-tiba ada yang memanggilku. "Diandra." Ujarnya cukup kencang hingga membuatku menoleh. Suara itu tidak asing. Oh tuhan semoga bukan dia.
"Mau pulang ya?" Ujar Rey ramah.
"Iya." Jawabku singkat.
"Bareng yuk." Ajaknya sopan.
"Lo mang gak latihan basket?" Ujarku mencari alasan.
"Gak ko." Jawabnya santai. Aku berharap dia lupa dan kembali lagi masuk ke sekolah untuk latihan. Tetapi tuhan berkata lain.
"Hei ko diem?" Ujar Rey yang melihat aku melamun. "Kan kita searah." Lanjutnya.
"Gue pulang sendiri aja deh." Ujarku mencari alasan lain. Saat aku melihat ka Bimo lewat aku memanggilnya. "Ka Bimo."
"Kenapa di?" Ujarnya menghampiri kami berdua.
"Anterin aku pulang yuk." Ucapku dengan wajah penuh harap. Semoga ka Bimo mengerti apa maksudku.
"Kenapa kamu gak bareng Rey? kan kalian searah." Ucap ka Bimo sambil mengedipkan matanya. 'Thank's ka' ujarku dalam hati.
"Kalo gitu gue duluan ya Rey. Titip Diandra ya jangan mpe lecet pokoknya." Kata ka Bimo sambil nyengir.
"Mang aku barang apa." Ucapku kesal.
"So?" Tanya Rey. Dia telah berhasil membuatku menerima tawarannya.
“Ya udah." Kataku pasrah.
Dari arah lain aku melihat sorot mata yang memperhatikan kami dari tadi. Siapa lagi kalo bukan Vanessa dia hendak menghampiri kami. "Rey." Ujarnya saat kami baru sampai parkiran.
"Iya, kenapa?" Jawab Rey ramah.
"Anterin aku pulang yuk." Ujarnya manja dan itu membuatku jengkel. 'Dasar ganjen' keluhku.
"Sorry tapi gue mau balik sama Diandra."
Ucapan Rey tadi membuat muka Vanessa malu. Dia melihat kearahku dengan tatapan kebenciannya dan aku hanya membalas dengan senyuman kemenangan. Aku pun naik ke motor Rey dengan senang. Kalo dapat membuat Vanessa aku rela harus pulang bareng tukang hipnotis ini.
"Duluan ya kakak." Ledekku saat kami pergi meninggalkannya. Mukanya semakin memerah mendengar ucapanku. Aku tersenyum penuh kemenangan.
"Lo kenapa senyum-senyum? Tadi nolak pulang bareng gue sekarang malah jadi seneng banget." Ujar Rey tampak bingung.
"Seneng aja bisa bikin nenek lampir marah." Ucapku asal.
Selama diperjalanan tidak banyak yang kami bicarakan. Malah suasananya sepi banget. Tapi aku tidak peduli karna aku sedang senang bisa membuat Vanessa marah.
"Thank's ya." Ucapku ketika kami sudah sampai di depan rumahku. Aku lihat mamah sedang merapihkan pepohonan diteras rumah.
"Die, Reysia nya gak diajak mampir dulu." Ujar mamahku dari teras. Dia menghampiri kami. "Masuk dulu nak Rey, tante mau nitip sesuatu buat mamah kamu."
Rey melihat kearahku aku hanya mengangkat bahu. "Ayo masuk." Akhirnya aku terpaksa mengajaknya masuk ke rumah.
"Gue ganti baju dulu ya." Ujarku meninggalkannya di halaman tempat biasanya aku bermain bersama Keysia.
"Minum dulu nih." Aku menyodorkan segelas orange juice dingin.
"Thank's ya." Kata Rey ramah.
Aku menuju ke kandang kelinci untuk memberi mereka makan. Rey memperhatikanku dari tempat duduknya.
"Jangan liatin gue terus ntar naksir loh." Candaku sambil tertawa.
"Pd lo di." Ujarnya sambil tersenyum.
"Lagian lo ngapain ngeliatin gue?" Ujarku sambil mengeluarkan Mimo dan Pipo.
"Bukan lo tapi kelinci. Itu Mimo sama Pipo ya?"
"Iya, tau dari Keysia ya." Ujarku sambil duduk disebelahnya.
"Iya, dia sering banget cerita tentang lo dan kelinci lo." Ujarnya sambil membelai Mimo.
"Keysia jarang bisa deket sama orang lain, tapi kenapa ya dia bisa langsung akrab sama lo." Rey menoleh kearahku.
"Mungkin karna gue cantik." Ujarku bercanda tapi Rey menanggapinya dengan serius.
"Lo emang cantik." Katanya sambil memberi Mimo makan.
Entah kenapa aku menjadi senang mendengar pujiannya. Apa aku sudah mulai terhipnotis? Oh no. Suasana pun menjadi sunyi. Hingga akhirnya mamah menghampiri kami.
"Nak Reysia titip buat mamah ya." Ucap mamah sambil memberikan sebuah kotak. Sepertinya isinya kue.
Setelah menerima kotak itu Reysia pamit pulang. Aku mengantarnya sampai gerbang rumah. Sepertinya aku sudah terhipnotis karna aku mulai menyukainya.
"Gue pulang dulu ya." Ucapnya pamit kepadaku.
"Iya, salam buat Keysia sama tante Mia ya." Ujarku sambil tersenyum. Rey pun akhirnya pulang.
"Oh my god, gue bener-bener kena hipnotis. Mati gue." Ujarku di dalam kamar.
Tiba-tiba handphoneku berbunyi ada sebuah sms dari nomor yang tidak aku kenal. Aku membukanya, disana tertulis :
Thank's ya Die kue nya.
Keysia bilang dia iri katanya dia juga mau main kerumah lo.
Besok berangkat bareng yuk
By > Reysia
"Reysia? Dia tau dari mana nomor gue? Apa dari tante Mia atau jangan-jangan ka Bimo. Pasti kerjaan ka Bimo nih." Ujarku sebal. Aku pun membalas sms nya:
Sipp, nanti gue sampein sama nyokap.
Besok kesini aja.
By > Diandra
Keesokan harinya ketika aku masih sarapan tiba-tiba ada suara motor berhenti di depan rumah. Pasti ka Bimo. Pikirku.
"Mah, pah berangkat dulu ya." Ucapku sambil mencium tangan kedua orangtuaku. Bel rumah berbunyi beberapa kali.
"Ngapain si ka Bimo mencet-mencet bel biasanya juga langsung masuk." Ucapku sebal.
Aku membuka pintu rumah tampak sosok itu bukan seperti ka Bimo. Aku pun menghampirinya.
"Rey? Lo ngapain pagi-pagi kesini." Tanyaku bingung.
"Jemput lo." Ujarnya sambil tersenyum.
"Kan gue gak minta di jemput."
"Semalem kan gue udah bilang." Katanya
"Gue kira lo becanda semalem. Lumayan si tebengan gratis." Ujarku sambil nyengir kuda. Kami pun berangkat bersama. Setibanya disekolah kami berdua pun menjadi sorot perhatian. Saat melewati lapangan kami melihat beberapa anak basket sedang mengobrol disana.
"Gue kesana dulu ya, ntar kalo pulang bareng gue sms." Ucap Rey sebelum kami berpisah.
Aku berjalan menuju kelas. Setibanya dikelas anak-anak langsung menghampiriku. "Ko lo kemarin pulang bareng Rey die? Tadi juga berangkat bareng?" Pertanyaan-pertanyaan datang bertubi-tubi.
"Iya die, pokoknya lo harus cerita ke kita-kita." Ucap Famela yang penasaran.
"Rey tuh tetangga gue, jadi wajar dong gue pulang dan pergi bareng." Jelasku santai. "Pada cemburu ya?" Candaku.
"Diandra curang, kemarin ka Bimo sekarang Rey." Ujar Famela ngambek.
"Iya ni kamu curang die." Ujar Titi sedih.
"Famela kan udah punya Andre, Putri lo suka sama Rico kan kakak kelas kita, Tisa lo juga lagi deket kan sama anak basket, dan Titi lo juga bukannya suka sama Edwin si murid teladan." Ucapku panjang lebar.
"Ko lo tau?" Tanya Tisa penasaran.
"Ya asal tebak aja si hehe ." Ujarku setengah becanda.
"Pokoknya kalo lo jadian sama Rey lo harus teraktir kita sebagai gantinya." Ujar Famela diikuti dengan anggukan anak-anak yang lain. Akhirnya aku terpaksa mengiyakan permintaan mereka. Kalo gak bisa-bisa mereka ngambek terus mogok ngomong seharian.
"Tapi gimana sama si Vanessa die?" Tanya Titi.
"Gue si seneng aja liat di kesel. Lagian juga toh belum tentu gue sama Rey kita cuma temenan doang." Ujarku santai.
Pelajaran demi pelajaran berlalu begitu cepat. Aku mengecek handphoneku. Ada sebuah sms:
Tunggu di kelas ya nanti gue kesana.
By > Reysia
Aku pun buru-buru membalasnya:
Oke http://static.ak.fbcdn.net/images/blank.gif
By > Diandra
Aku tidak sabar menunggu bel. Aku ingin cepat-cepat bertemu dengannya. Mungkinkah aku sudah benar-benar terhipnotis olehnya? Yang jelas aku jatuh cinta.
Bel pulang berbunyi, aku membereskan buku-bukuku tetapi aku masih belum beranjak dari tempat dudukku. "Die lo gak pulang?" Tanya Putri yang heran melihatku masih anteng di dalam kelas.
"Tau nih biasanya juga kalo bel lo yang paling pertama kabur. Pasti ada apa-apanya." Ujar Famela curiga.
"Diandra." Seseorang memanggilku dari luar seketika semuanya menoleh kearahnya. Sedangkan cowok itu hanya melemparkan senyumannya.
"Gue mau tepatin janji gue ngenalin kalian sama dia." Ujarku sambil melirik kearah Rey. Mereka semua hanya diam membisu.
"Rey sini bentar deh. Gue mau ngenalin lo sama temen-temen gue." Ujarku sambil mengedipkan mata kepada mereka. "Ini Famela, Putri, Titi, dan Tisa." Lanjutku.
"Salam kenal." Ujarnya ramah dengan senyumnya yang khas. "Btw gue mau ngajak Diandranya pulang duluan boleh kan." Ujarnya lagi.
"Boleh ko." Ujar Famela sambil mengibaskan rambutnya sedangkan yang lainnya hanya senyum-senyum malu.
"Duluan ya semuanya." Kata Rey pamit. Aku dan Rey berjalan keluar kelas. Aku melihat dari kaca jendela mereka berempat masih terhipnotis dengan sosok Rey.
"Temen-temen lo lucu ya." Kata Rey memulai pembicaraan.
"Sorry ya tadi gue main kenalin lo sama mereka tanpa persetujuan lo." Ujarku merasa tidak enak.
"No problem, gue suka ko punya banyak temen." Rey menoleh kearahku dan tersenyum.
"Lo tuh hobby senyum ya?"
"Bukannya bagus ya kalo suka senyum." Ujarnya bingung.
“Ya bagus si, cuma bikin nambah fans aja." Ujarku asal.
"Banyak fans gak apa-apa dong, daripada banyak pacar." Canda Rey.
"Ya tapi kan kasian pacar lo, ntar dia cemburu loh."
"Gue gak punya pacar ko. Jangan-jangan lo cemburu ya?" Rey menoleh kearahku dengan muka serius. "Hahaha just kidding." Lanjutnya lagi sambil tertawa.
"Rese lo haha." Aku pun ikut tertawa dalam candaannya.
Perjalanan pulang terasa sangat singkat. Kenapa aku jadi ingin selalu didekatnya? Batinku.
"Thank's ya." Ujarku ketika sampai didepan rumah.
"Iyap, gue langsung balik ya." Kata Rey pamit.
"Gak mampir dulu?" Tanyaku keceplosan.
"Lain kali aja ya." Ujarnya sambil tersenyum lalu pergi.
Setelah melihatnya menghilang aku pun masuk ke dalam rumah. "Mah aku pulang." Ujarku cukup kencang. Aku langsung naik ke atas menuju kamar. "Aku harus gimana ni?" Ujarku sambil merebahkan tubuhku dikasur.
"Mungkin aja dia baik sama gue karna gue anaknya temen nyokapnya. Jadi gue gak boleh ge-er." Aku menasehati diriku sendiri.
Aku mengganti pakaian dan turun untuk memberi makan Mimo dan Pipo. Aku melihat mamah sedang menyiapkan makan siang. "Masak apa mah?" Ujarku saat menuju meja makan.
"Balado kentang sama ayam goreng. Tadi kamu dianterin Reysia lagi?"
"Iya." Ujarku santai sambil menyendok makanan.
"Ko gak disuruh mampir?"
"Dia nya mau langsung pulang katanya."
Aku menghabiskan makananku lalu masuk ke kamar, hari ini aku lelah mau tidur siang. Baru saja aku mau memejamkan mata handphoneku berbunyi, ada sms:
Die lagi sibuk gak?
By > Reysia
Huh, gimana aku bisa menghilangkan hipnotisnya sedangkan setiap saat dia selalu muncul.
Gak ko, kenapa Rey?
By > Diandra
Akhirnya aku memutuskan tidak jadi tidur. Rasa ngantukku sudah hilang karna orang itu. Tidak lama kemudian handphoneku berbunyi lagi.
Temenin gue jemput Keysia yuk.
Gue jemput lo ya sekarang.
By > Reysia
What? Tanpa minta persetujuan gue dia langsung mutusin gitu aja. Gimana gue gak salah paham jadinya kalo begini caranya. Batinku.
Aku dengan terpaksa mengganti pakaian, tidak beberapa lama suara mamah terdengar memanggilku. "Didie, ada nak Reysia ni." Ujar mamahku. "Ayo masuk dulu." Kata mamahku ramah.
"Makasih tante." Jawabnya dengan ramah juga.
Tidak lama kemudian aku muncul, aku hanya memakai kaos panjang dan celana jeans pendek. Aku sengaja berpakaian santai kalo rapi-rapi ntar dia ke-pd-an lagi. Aku lihat juga dia hanya memakai kaos dan celana jeans.
"Ayo." Ujarku singkat. Kami berdua pamit lalu pergi. Kali ini kami tidak naik motor tapi naik mobil.
"Thank's ya udah mau nemenin gue." Ujarnya masih dengan mata tertuju ke depan.
"Oke, lagiankan lo anaknya tante Mia." Ucapku keceplosan.
"Kalo gue bukan anaknya tante Mia?" Tanya Rey dengan nada serius, aku tidak berani menegok ke arahnya.
"Eh maksudnya gak gitu." Aku mulai bersikap salting, tapi ternyata Rey malah tertawa melihatku.
"Ko lo ketawa si?" Kataku bingung.
"Gue suka aja liat lo gugup kaya tadi." Akunya jujur. Entah aku harus senang atau kesal melihat tingkahnya.
"Rese lo." Ucapku dengan wajah bt. Aku kesal karna dia seperti memberi harapan palsu padaku.
"Becanda die. Abisnya daripada sendirian kan lebih enak kalo ada temennya."
"Ya juga si." Akhirnya aku bersikap biasa lagi, toh percuma aku marah-marah dianya juga gak tau apa yang aku pikirin.
"Ayo turun." Ujarnya ketika kami sampai didepan sebuah sekolah dasar. Aku melihat Keysia sedang bersama teman-teman dan gurunya. Keysia menunjuk kearah kami.
"Gue kesana bentar ya." Ujar Rey meninggalkanku hendak menuju ke mereka. Aku melihat mereka sedikit berbicara sambil melihat kearahku. Setelah itu Rey dan Keysia menghampiriku.
"Ka Didie." Keysia berlari kearahku lalu ia memelukku. Rey hanya tersenyum melihat tingkah adiknya.
"Ayo pulang. Die lo duduk depan aja, biar Keysia di belakang." Ujar Reysia.
Sepanjang perjalanan Keysia selalu berbicara, tapi mungkin karna dia lelah dia pun akhirnya tertidur. "Keysia tuh lucu ya." Ujarku sambil melihat Keysia tidur.
"Ya kalo udah deket sama orang emang gitu."
"Pasti lo sayang banget ya sama dia." Ujarku sambil tersenyum.
"Iya, tapi sayang setiap gue punya cewek jarang ada yang deket sama Keysia. Makanya Keysia suka marah kalo gue pergi sama mereka."
"Anak kecil juga bisa cemburu Rey, gue aja suka cemburu kalo kakak gue gak ada waktu buat gue." Ujarku lalu membayangkan kejadian dulu. "Jadi wajar aja kalo Keysia ngerasain hal yang sama."
Tidak terasa kami sudah tiba di depan rumahku. "Thank's ya udah mau nemenin gue." Ujar Rey dari dalam mobil.
"Sipp, salam aja ya buat Keysia."
"Iya, sampe ketemu besok pagi."
Rey memacu mobilnya meninggalkanku. Semakin lama aku semakin yakin dia sudah menghipnotisku dan membuatku jatuh cinta padanya. Setiap hari kami pergi dan pulang bersama sampai suatu hari Rey seperti menjauhiku. Semenjak tim basket ada pertandingan mereka jadi harus pulang sore setiap hari.
"Die, anterin ini kerumah tante Mia ya." Ujar mamah sambil memberikan sebuah bungkusan. Saat kulihat isinya sebuah baju.
"Mamah aja ya." Ujarku dengan wajah memohon.
"Mamah lagi sibuk. Kamu lagi marahan ya sama Reysia?" Tanya mamahku bingung. Sudah beberapa hari ini aku pulang dan pergi sekolah sendiri dan Keysia juga tidak pernah main lagi.
"Gak si." Ujarku pelan.
"Yaudah sana, buruan itu pesenan tante Mia."
"Kenapa tante Mia nya gak kesini aja si mah?" Ujarku mencari alasan.
"Tante Mia gak sempet ngambil. Udah sana jangan banyak cari alasan."
Mamah sepertinya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Aku melangkah dengan malas. Perjalanannya pun menjadi sangat lama. "Mamah nyebelin." Ujarku mengeluh.
Tiba dirumah tante Mia aku membunyikan belnya. "Semoga yang keluar bukan Rey." Ujarku berharap. Setidaknya kalo yang keluar tante Mia aku bisa langsung pamit pulang. Tidak lama pintu terbuka dan yang keluar ternyata Rey. Aku menyesal sudah mau pergi kesini.
"Eh Diandra, kenapa kesini?" Rey tampak salah tingkah melihatku tiba-tiba datang. Aku melihat seorang wanita bersama dengan Keysia keluar. Sosok itu tak asing untukku. Finka putri sekolahku. Aku memang dengar kabar kalo Rey dekat dengan Finka akhir-akhir ini. Aku semakin menyesal datang di waktu yang tidak tepat.
"Mau ngasih titipan dari mamah." Ujarku singkat sambil menyerahkan titipan dari mamah tadi.
"Ka Didie." Ujar Keysia menghampiriku dan Rey.
"Mau masuk dulu?" Tanya Rey sedikit kikuk.
"Gak usah deh, lagi ada tamu takut ganggu." Ucapku jutek. "Keysia kakak pulang dulu ya." Ujarku lagi sambil tersenyum kepada Keysia. Lalu aku pun pergi, sekilas aku melihat wajah Rey yang seperti tidak enak.
"Diandra lo liat kan cewek tadi, mungkin Rey udah jadian sama dia. Dan Keysia juga kayanya deket banget sama dia." Omelku sepanjang jalan. "Harapan palsu." Ujarku sinis.
Sejak kejadian itu aku selalu menghindari Rey. Setiap aku akan bertemu dengannya aku selalu merubah arahku. Aku tidak mau terhipnotis lagi. Dari pagi aku hanya diam saja melamun semua teman-temanku melihatku tapi mereka tidak berani mendekat bahkan Famela sekalipun.
Sepanjang jam pelajaran aku tidak memperhatikan guru aku hanya melamun sampe bel istirahat.
"Die, lo kenapa si beberapa hari ini diem aja." Ujar Famela yang akhirnya memberanikan diri mendekatiku.
"Gue gak apa-apa ko." Ujarku memaksakan senyum.
"Gara-gara Rey deket sama Finka ya?" Ucap Famela hati-hati.
"Gak ko Fam, kan udah gue bilang gue sama Rey cuma temenan aja. Jadi itu hak dia mau deket sama siapa aja." Aku menghembuskan nafas sejenak. "Gue ke toilet dulu ya." Lanjutku lalu meninggalkan Famela yang hanya terdiam di kelas.
Keluar dari toilet aku bertemu Vanessa, dia terlihat senang melihatku. "Kayanya ada yang dicampakkan ni." Ujarnya meledekku. Aku tidak memperdulikannya aku terus berjalan dan dia menarikku.
"Ya gue tau si Rey pasti milih Finka lah, secara lo gak ada apa-apanya dibanding Finka." Katanya dengan nada sinis lalu ia mendorongku sampai jatuh.
"Lo apa-apaan si Van." Ujar seseorang di belakangku. Lalu Vanessa pun pergi. Aku menoleh ke belakang dan aku melihat Finka dan Rey. Ternyata itu suara Finka. Rey berusaha membangunkanku tapi aku menolaknya.
"Gue bisa sendiri." Ujarku ketus, Rey tampak kecewa.
"Lo gak apa-apa die?" Tanya Finka cemas.
"Gue gak apa-apa kok." Kataku singkat.
"Gue anterin lo ke kelas ya." Ujar Rey.
"Gak usah gue bisa sendiri." Kataku dengan nada terdengar marah. Ini sangat memalukan bagiku. Aku tidak ingin dikasihani olehnya. Itu cuma akan menambah rasa sakitku.
"Thank's ya Fin." Ujarku sebelum pergi meninggalkan mereka.
Aku akhirnya izin untuk pulang cepat. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku bilang kalau aku sakit ke guru piket dan mereka mengijinkanku pulang. Setibanya di rumah aku langsung tidur. Mamah yang mengetahui keadaanku membiarkanku beristirahat.
Piippp piippp..
Suara handphone membangunkanku. Ada sebuah pesan masuk.
Die gimana keadaan lo?
Tadi pas pulang Rey nyariin lo tapi gue bilang lo udah izin pulang duluan.
By > Famela.
Diantara teman yang lain memang Famela lah yang paling dekat denganku. Aku pun membalasnya.
Iya gue udah gak apa-apa besok juga gue masuk.
Thank's ya.
By > Diandra.
Tak lama kemudian handphoneku berbunyi kembali pasti dari Famela batinku. Aku pun membuka pesan itu.
Gimana keadaan lo?
Udah baikan?
Gws ya.
By > Reysia
Aku tidak membalas sms darinya. Aku sudah tidak tau harus bersikap bagaimana di depannya. Rasanya aku tidak ingin bertemu dengannya dulu untuk beberapa hari ini.
Aku sengaja berangkat pagi-pagi karna aku merasa Rey akan menjemputku. Setibanya di sekolah aku duduk di kelas dan meletakkan kepalaku di meja. Aku harus bersikap seperti biasa. Batinku menyemangati diriku sendiri.
"Hei Die." Ujar seseorang mengagetkanku.
"Finka? Ngapain pagi-pagi kesini?" Tanyaku bingung.
"Mau ketemu lo." Ujarnya sambil tersenyum dan duduk di depanku. "Menurut lo Rey orangnya gimana?" Tanyanya dengan ramah.
"Ko lo tanya gue, kan lo lebih deket sama dia dibanding gue." Ujarku. 'Ni cewek sengaja kali ya manas-manasin gue pagi-pagi.' Kataku dalam hati.
"Ya cuma mau tau aja gimana pendapat lo." Katanya santai.
"Lo suka ya sama Rey?" Tanyaku keceplosan.
"Mana ada si cewek yang gak suka sama dia." Katanya. "Oh iya gue kekelas dulu ya." Katanya lalu meninggalkanku sendiri.
Aku kembali meletakkan kepalaku di atas meja. Handphoneku bergetar ada sebuah sms.
Die pulang sekolah nonton yuk
By > Bimo
Mungkin setelah jalan-jalan pikiranku akan lebih tenang. Aku pun akhirnya menyetujuinya.
Oke deh ka
Lagi butuh hiburan ni
By > Diandra
Tidak beberapa lama sms balasannya pun datang.
Nanti aku tunggu di depan parkiran
By > Bimo
Semoga jalan-jalan sama ka Bimo bisa ngilangin rasa kesel aku. Pelajaran demi pelajaran pun berlalu hingga waktu pulang tiba. Setelah bel aku langsung ke tempat janjian. Ternyata ka Bimo belum tiba, tidak beberapa lama ka Bimo datang.
"Sorry ya lama." Ujarnya sambil nyengir.
"Udah biasa, kakakkan tukang ngaret." Ka Bimo seperti mencari seseorang. "Nyari siapa ka? Ayo jadi gak?" Tanyaku bersemangat.
"Tunggu bentar ya." Kata ka Bimo. "Rey." Panggilnya aku menoleh 'shit' Rey dan Finka mereka berjalan kearah kami.
"Kita gak pergi sama mereka kan ka?" Tanyaku memastikan.
"Hehe tadi kakak lupa bilang." Katanya sambil nyengir.
"Aku gak jadi ikut deh ka." Ujarku.
"Jangan dong, udah ayo ikut aja." Ka Bimo merangkulku, kami berjalan menghampiri mereka. Ka Bimo denganku sedangkan Rey dengan Finka.
Kami pun sampai di sebuah mall yang cukup terkenal di Jakarta. Sepanjang jalan ka Bimo terus berbicara dengan Finka.
"Lo marah ya sama gue?" Ujar Rey mulai mengajakku bicara.
"Kenapa harus marah?" Aku balik bertanya kepadanya. Aku sudah menahan emosiku sebisa mungkin, karna aku tidak mau ka Bimo sampai tau.
"Karna lo mau marah." Katanya tapi aku hanya diam diapun melanjutkan ucapannya. "Gue minta maaf die." Ujarnya.
"Mang lo salah apa sama gue?"
"Gak tau, tapi gue ngerasa gue harus minta maaf."
"Kalo lo gak tau apa salah lo buat apa minta maaf." Ujarku jutek.
"Die, lo mau nonton apa?" Tanya Finka kepadaku.
"Apa aja deh Fin." Kataku sambil memaksakan senyum.
"Kita nonton ini aja ya." Ujar Finka sambil menunjuk sebuah poster film luar.
Kami menonton film berempat. Sepanjang film ka Bimo terlihat sangat dekat dengan Finka. 'Harusnya tadi gue gak usah ikut.' Ujarku dalam hati. Film 2 jam seperti 1 hari. Aku memutuskan untuk pulang duluan.
"Gue balik duluan aja ya." Ujarku setelah film selesai.
"Ko pulang die?" Ujar Finka dengan nada kecewa.
"Kamu sakit?" Tanya ka Bimo.
"Gak ko ka, cuma cape aja. Gue balik duluan ya Fin." Kataku sambil tersenyum.
"Ya udah gue juga balik." Ujar Rey. Ka Bimo dan Finka akhirnya melanjutkan jalan-jalan mereka.
"Gue mau pulang sendiri." Ujarku setelah kami meninggalkan ka Bimo dan Finka.
"Lo pulang sama gue." Ujar Rey sambil menarik tanganku supaya aku mengikutinya. Tidak pernah aku melihat Rey seserius ini sebelumnya.
Akhirnya aku menurutinya aku sudah tidak tau apa yang harus aku perbuat sekarang. Kami akhirnya pulang, tetapi Rey tidak membawaku pulang. Dia membawaku ke danau dekat komplek kami. Disana tidak ada orang lain kecuali kami berdua.
"Kita ngapain si kesini." Kataku sambil mengikuti Rey yang berjalan mendekati danau.
"Gue udah gak tahan die liat sikap lo ke gue. Lo selalu ngindarin gue, di sekolah lo diem aja. Lo kenapa si?" Tanya Rey sedikit kesal.
"Gimana rasanya? Enak digituin?" Tanyaku dengan nada sinis.
"Jadi lo bales gue karna waktu itu gue sempet ngejauh dari lo?" Tanya Rey kesal.
"Lo tiba-tiba ngehindarin gue dan ternyata lo malah deket sama Finka. Gue udah gak mau nerima harapan palsu lagi Rey. Gue cape, mending kita masing-masing aja." Tangisku pecah. Semua beban yang selama ini aku tanggung aku keluarkan semuanya. Diluar dugaan Rey memelukku, awalnya aku kira dia akan marah kepadaku.
"Maafin gue ya." Ujarnya menyesal.
"Lo jahat Rey." Ujarku sambil menangis di pelukkannya. Kami hanya diam, Rey memelukku hingga tangisanku berhenti. Setelah aku tenang dia melepaskan pelukkannya.
"Jangan nangis lagi ya." Ujarnya tersenyum lalu ia mengelap air mataku. Aku hanya diam tertunduk.
"Kemaren bukannya gue ngejauhin lo, tapi karna gue sibuk latihan basket. Kalo soal Finka dia sepupu gue, Finka udah lama suka sama Bimo makanya dia minta tolong sama gue." Kata Rey menjelaskan dengan lembut.
"Terus kenapa waktu gue kerumah lo, lo malah salah tingkah mana gue liat ada Finka disana." Kataku sambil cemberut.
"Gue kaget aja tiba-tiba lo dateng ke rumah gue. Lo cemburu ya?" Ujar Rey sambil nyengir.
"Gak ko." Kataku menyembunyikan perasaanku yang sebenarnya.
"Iya juga gak apa-apa." Kata Rey sambil mengacak-acak rambutku. "Jangan kaya gini lagi ya, gue gak bisa liat cewek yang gue suka murung terus." Katanya tersenyum kepadaku. Aku hanya mengangguk.
"Kita pulang ya." Kata Rey lembut. Ia merangkulku. Hubungan kami berjalan seiring dengan berjalannya waktu.
The End