Saturday, 7 November 2015

Berawal dari Sebuah Kebohongan

Berawal dari Sebuah Kebohongan

Image result for lie  Siang itu sepulang sekolah aku berjalan hendak pulang. Tiba-tiba seseorang memanggilku. "Gis." ujarnya mendekatiku. Aku menoleh dan kulihat Tya menghampiriku.
    "Lo mau pulang? ikut gue yuk." ujarnya nyengir. Aku merasakan feeling yang tidak enak.
    "Gue ada janji mau pulang cepet udah ditungguin. Tuh." ujarku menunjuk asal sebuah motor gede yang sedang berhenti.
    "Hmm, lo gak boong kan?" ujar Tya menastikan.
    "Iya." ujarku memaksakan senyum.
    "Yaudah sana duluan." ujar Tya dengan sengaja.
    "Ha, iya." ujarku kikuk. "Gue duluan ya." ujarku tersenyum pasrah. Aku berjalan perlahan menuju motor tersebut. Kulirik sekilas kebelakang dan Tya masih menungguku.
    "Sorry." ujarku pelan kepada orang tersebut. Ia pun menoleh sedikit.
    "Lagi buru-buru?" ujarku pelan. Ia hanya diam melihatku dari balik kaca helmnya.
    "Gue numpang ya." ujarku naik ke atas motornya. Aku menoleh ke belakang dan tersenyum kepada Tya. Motor pun berjalan keluar halaman sekolah. Setelah melihat bayangan Tya yang hilang aku pun buru-buru meminta untuk diturunkan.
    "Eh kiri kiri." ujarku menepuk bahunya. Setelah motor berhenti aku pun turun. Cowok itu membuka kaca helmnya dan melihatku dengan bingung.
    "Thanks ya lo udah nyelametin hidup gue." ujarku nyengir. Ia masih melihatku dengan tatapan tak mengerti.
    "Kalo gitu gue duluan ya. Thanks." ujarku tersenyum dan berlari menuju angkutan kota yang biasa kunaiki.
    "Dasar cewek aneh." ujarnya pelan lalu kembali menjalankan motornya.
***
    Keesokan paginya aku datang ke sekolah terlalu cepat. Mataku masih mengantuk. Pagi ini aku kepagian. Aku melewati lorong kelas dengan malas. Aku berpapasan dengan seseorang, ia terus menatapku dari jauh. Namun aku tak terlalu memikirkannya. Yang ada dipikiranku adalah segera masuk kelas dan tidur kembali.
    "Hei." ujarnya ketika aku melewatinya. Aku menoleh dengan tatapan heran.
    "Lo gak inget yang kemarin?" ujarnya tersenyum.
    "Kemarin? Lo mungkin salah orang. Gue duluan ya." ujarku lalu buru-buru kabur. "Tu cowok aneh deh baru ketemu tapi sikapnya gitu. Ganteng si tapi sksd banget." ujarku ketika masuk kelas. Aku menaruh tas di atas meja dan meletakkan kepalaku diatasnya. Tak lama aku pun tertidur.
***
    "Gis bangun." ujar Tya membangunkanku.
    "Hmmm." ujarku masih dengan mata tertutup.
    "Gis sekarang gue gak bakal nyomblangin lo lagi ke cowok-cowok." ujarnya.
    "Serius?" ujarku langsung terbangun.
    "Iya, tapi kita bisa jalan bareng berempat kan? gue penasaran gimana lo bisa kenal sama cowok kemaren." ujarnya nyengir.
    "Eh iya, lain kali ya." ujarku salting.
    "Btw nanti nonton basket yuk." ujar Tya.
    "Ngapain? Ntar yang ada gue cuma nemenin lo nunggu Eza lagi." ujarku asal.
    "Lo masih aja suka malu-malu." ujar Tya nyengir. Aku semakin tak mengerti yang ia katakan. Belum sempat aku bertanya bel masuk sudah berbunyi. Tya langsung duduk disebelahku.
***
    Bel pulang sekolah berbunyi. Aku memasukkan bukuku ke dalam tas. "Gis, jangan alesan ya. Yuk ke lapangan." ujar Tya.
    "Iya gue temenin, tapi kantin dulu ya gue aus." ujarku memakai tas.
    "Iya, yuk." ujar Tya menggandeng tanganku. Kami berdua menuju kantin. Disana aku mengambil minuman rasa jeruk.
    "Ko lo cuma beli satu? Nih satu lagi." ujar Tya memberiku sebotol air mineral. Sebelum Tya mengoceh aku membayar minuman. Tya membeli sebotol teh dan sebotol air mineral. Kami berdua duduk taman pinggir lapangan.
    "Ario ganteng, gak kalah keren sama Eza." ujar Tya sambil memperhatikan para pemain basket.
    "Ario?" ujarku bingung.
    "Iya, itu yang lagi megang bola. Emang gue gak tau cowok yang pulang sama lo kemaren dia." ujar Tya nyengir. Aku memperhatikan cowok itu. 'Cowok yang tadi lagi.' ujarku dalam hati. "Mati gue." ujarku pelan.
    "Lo harusnya bilang kalo lo udah deket sama cowok. Jadi kan gue gak usah repot-repot nyariin lo cowok." ujar Tya.
    "Ty, gue lupa kalo gue disuruh pulang cepet." ujarku asal.
    "Masih aja kabur. Udah lo duduk yang manis aja." ujar Tya menahanku. 'Gue harus gimana sekarang, bisa-bisa Tya tau kalo gue boong.' ujarku dalam hati. 'Apa gue ngaku aja ya? Tapi kalo gue ngaku dia ngambek terus kalo dia tambah parah nyomblangin gue?' ujarku lagi dalam hati. Segala pikiran muncul dibenakku.
    "Gis lo gak usah sampe bengong gitu ngeliatin Ario. Dia emang ganteng si 11 12 lah sama Eza. Tapi lo harus hati-hati, liat deh cewek-cewek disana." ujar Tya menunjuk 3 anak cewek.
    "Mereka suka sama Ario?" ujarku pelan.
    "Iya, dulu sebelum gue jadian sama Eza mereka juga genit sama Eza. Tapi setelah tau gue jadian mereka langsung fokus ke Ario." ujar Tya. Aku pun tertawa mendengar ucapan Tya.
    "Lo ko ketawa." ujar Tya sebal.
    "Iya, lo kan miss jutek nomor 1 diangkatan kita. Gue juga kadang takut si kalo lo udah marah." ujarku asal.
    "Giska." ujar Tya sebal.
    "Just kidding." ujarku nyengir. "Ya walau lo juteknya gak ketulungan, tapi lo juga salah satu kandidat cewek cantik di sekolah. Jadi gue gak heran Eza suka sama lo." ujarku.
    "Thanks akhirnya lo ngakuin kalo gue cantik." ujarnya mengibaskan rambutnya. "Tapi lo kelupaan satu lagi, gue itu cewek yang paling baik kalo udah deket." ujarnya dengan percaya diri.
    "Ih ge-er." ujarku tertawa.
    "Ngobrolin apa si seru banget." ujar Eza menghampiri kami.
    "Nih, cewek lo narsis abis." ujarku tertawa.
    "Tuh kan yang Giska suka jahat sama aku." ujar Tya manja.
    "Dasar kamu." ujar Eza membelai lembut rambut Tya.
    "Nih, aus kan." ujar Tya memberikan sebotol air mineral.
    "Eits Ario lo gak boleh minta ya, jatah lo ada di Giska." ujar Tya mengancam.
    "Pelit dasar." ujar Ario tertawa. Karena Tya aku jadi lupa masalah Ario. Ario duduk disebelahku.
    "Nih." ujarku memberinya sebotol air mineral. Tya tengah sibuk berbincang dengan Eza.
    "Udah inget?" ujarnya singkat.
    "Hehe, sorry, thanks ya kemaren." ujarku tersenyum.
    "Hmmm." ujarnya singkat. Diam menyelimuti kami berdua.
    "Yo, makan yuk. Gue sama Tya mau makan nih." ujar Eza.
    "Boleh, gue juga laper." ujar Ario.
    "Lo ikut juga, lagian Ario kan sendiri jadi lo gak boleh alesan kabur." ujar Tya. Aku hanya bisa menghela nafas. Tya itu kalo udah ngomong susah dibantah.
    "Ganti baju dulu yuk." ujar Ario mengajak Eza. Mereka berdua pun berlalu.
***
    Tak lama mereka berdua kembali. "Yuk jalan." ujar Eza menghampiri kami. Kami berempat pergi menuju tempat parkir motor.
    "Jadi, kemarin itu gara-gara Tya." ujar Ario tersenyum sambil menggunakan helmnya.
    "Yah, you know lah." ujarku pasrah.
    "Tapi lo gak bisa diem terus dia juga bakal tau nantinya." ujar Ario. "Ayo naik, apa lo mau berangkat sendiri?" ujarnya lagi. Aku pun naik dibelakangnya. Empat puluh lima menit perjalanan akhirnya kami sampai di MCD. Kami berempat langsung masuk dan mencari tempat duduk.
    "Pasti lo mau pesen Milo, burger sama kentang." ujar Tya setelah kami berempat duduk.
    "You know lah, nih uangnya nitip ya." ujarku nyengir sambil memberikan uang.
    "Dasar males jalan." ujar Tya sebal.
    "Lo mau apa yo?" ujar Eza.
    "Gue paket cheese burger aja." ujar Ario sambil memberikan uang kepada Eza.
    "Okay." ujar Eza. Tya dan Eza pun pergi memesan makanan. Diam menyelimuti kami berdua.
    "Sorry soal Tya, gue janji kejadian ini gak bakal keulang." ujarku pelan.
    "Ok." ujar Ario tersenyum. Tak lama Tya dan Eza datang membawa makanan. Kami berempat pun makan bersama. Beberapa obrolan menyelingi acara makan hari itu.
    "Gue langsung balik ya Gis, lo balik sama Ario aja, kan udah pernah." ujar Tya nyengir.
    Aku menghampiri Ario dan naik ke belakang motornya. Diperempatan jalan kami pun berpisah. Diam menghampiri kami berdua. Tiba-tiba Ario menghentikan motornya. "Ko berhenti? Motor lo mogok ya? Apa abis bensin?" ujarku bingung.
    Ario membuka helmnya. "Turun." ujarnya dengan santai. Aku terdiam dan menuruti ucapannya. "Hati-hati dijalan ya." ujarnya tersenyum lalu memakai helmnya kembali. Aku masih terdiam tak mengerti apa yang terjadi.
    "Jangan bengong, gue duluan ya." ujar Ario menutup kaca helmnya lalu bersiap untuk pergi.
    "Ario." ujarku sebal karena baru sadar bahwa aku diturunkan ditengah jalan.
***
    Hari ini aku berniat untuk mengatakan yang sebenarnya pada Tya. Aku sudah tidak mau berurusan lagi dengan yang namanya Ario. Melihatnya mengingatkanku pada kejadian kemarin. "Keterlaluan." ujarku sebal.
    Aku berjalan melewati lorong sekolah disana aku melihat Ario. Iya tersenyum melihatku. Aku berpura-pura tidak melihatnya. "So, nyampe rumah dengan selamat kan?" ujarnya nyengir.
    "Hmmm." ujarku sebal.
    "Oh iya jangan lupa bilang ke Tya ya. Kalo gitu gue ke kelas duluan." ujarnya mengacak-acak rambutku.
    "Ario." ujarku sebal namun ia hanya tertawa melihatku. Aku memasuki kelas tapi Tya masih belum datang. Aku pun duduk dan mendengarkan musik di handphone. Aku masih bingung bagaimana memberitahu Tya. Tapi kalo harus berpura-pura aku sudah tidak bisa.
    "Hei, bengong aja." ujar Tya yang baru datang. Aku hanya tersenyum memaksa.
    "Gue seneng banget. Lo harus denger cerita gue." ujarnya tersenyum.
    "Iya, tapi abis lo cerita lo harus dengerin gue ya." ujarku tersenyum.
    "Okay, nanti kita ngobrol pas istirahat aja ya." ujarnya senang. Bel pelajaran pun berbunyi kami memulai pelajaran hari itu. Semua murid memasuki kelas. Hari ini terasa begitu panjang.
***
    Jam istirahat berbunyi. Aku dan Tya beranjak pergi ke kantin. "Kemarin pas nyampe rumah Eza ngasih gue bunga. Padahal dia itu gue minta berkali-kali tapi gak pernah mau ngasih." ujar Tya mulai bercerita.
    "Bunga beneran?" tanyaku singkat.
    "Bukan, bunga palsu si. Dia bilang kalo bunga beneran nanti bisa layu dia gak mau hubungan kita kaya bunga itu jadi dia ngasih bunga palsu biar hubungan kita bisa awet." ujarnya tersenyum. Aku tertawa pelan mendengar ucapan Tya.
    "Lo ko malah ketawa si? jahat." ujar Tya cemberut.
    "Abis gue gak bayangin aja si Eza bisa begitu. Tapi kalo dipikir-pikir mungkin ketularan lo." ujarku tertawa geli.
    "Bilang aja lo iri. Pasti Ario belum pernah ngasih lo bunga." ujar Tya asal.
    "Ye ngapain iri. Lagian ngapain si Ario ngasih gue bunga? Kalo bunga bank gue mau." ujarku sambil tertawa cekikikan.
    "Wuuu dasar. Eh duduk sana yuk ada Eza sama Ario juga." ujar Tya menunjuk meja kantin.
    "Yang lain aja deh. Lagian kan gue mau ngomong sama lo." ujarku menarik tangan Tya.
    "Udah gak ada bangku kosong lagi Gis. Lo lagi kenapa si biasanya juga cuek aja makan sama orang yang lo gak kenal. Gara-gara Ario ya jadi salting." ujar Tya menggodaku.
    "Enak aja." ujarku sebal.
    "Yaudah berarti kita duduk disana." ujar Tya langsung kabur sebelum aku mencegahnya.
    "Hei." ujar Tya menghampiri mereka. Aku mengikutinya dari belakang. Tya duduk disebelah Eza dan aku disebelah Ario.
    "Gue beli makan duluan ya." ujarku kepada Tya.
    "Mau dong Gis, samain ya." ujar Tya nyengir.
    "Iya." ujarku pelan. Aku berjalan ke tukang bakso dan memesan 2 mangkok bakso.
    "Hei, gue boleh duduk disini?" ujar Stella menghampiri mereka. Tya menatap gadis itu dengan sebal. Sebelum iya menjawab Ario lebih dulu angkat bicara.
    "Sorry tapi ada orangnya." ujar Ario tersenyum. Ia bangun dan menghampiriku. Ario mengambil mangkok bakso yang diberikan oleh tukang bakso dan membawanya. Sejenak aku kaget. Lalu aku buru-buru membayar dan mengikutinya dari belakang. Stella yang sebal langsung pergi meninggalkan meja kami. Tya hanya tertawa melihat tingkah Stella.
    "Gue beli minum dulu ya." ujar Ario setelah meletakkan mangkok bakso.
    "Lo pada kesambet apaan? ko jadi pada aneh gitu." ujarku heran.
    "Lo tadi harusnya liat Ario dia keren banget nolak Stella yang mau duduk disini." ujar Tya senang.
    "Jadi aku gak keren karena gak kaya Ario?" ujar Eza.
    "Kamu lebih keren yang soalnya kamu gak bisa nyakitin cewek." ujar Tya mengandeng tangan Eza.
    "Lo berdua mulai deh lebaynya." ujarku asal.
    "Lo juga masih aja suka iri sama kita." ujar Tya.
    "Pada ngomongin apa si?" ujar Ario datang membawa 2 botol air mineral. Ia memberikan 1 kepadaku.
    "Buat gue?" ujar Tya.
    "Minta sama Eza lah. Kan biasanya juga gitu." ujar Ario sambil meminum air yang satunya.
    "Lo berdua udah jadian ya?" ujar Eza curiga. Ario hampir tersedak dengan pertanyaan itu.
    "Ngaco." ujarku buru-buru menjawab.
    "Iya, tapi kalo dipikir-pikir lo berdua cocok deh." ujar Tya ikut angkat bicara.
    "Lo berdua jangan pada kaya mak comblang deh." Ujarku sebal.
    "Ya kali aja lo berdua emang udah jadian." ujar Eza asal.
    "Mau jadian atau gak kan bukan kalian yang ngatur. Lagian kayanya lo berdua salah gue itu gak cocok sama Ario. Coba bayangin kemarin ..." ucapanku terhenti Ario menutup mulutku.
    "Jangan dengerin si Giska dia suka ngarang." ujar Ario nyengir. Aku melepaskan tangan Ario dan melihatnya dengan sebal.
    "Tuh kan lo berdua abis ngapain kemarin?" ujar Tya kepo.
    "Ngapain apanya orang gue di..." ucapanku kembali terhenti Ario kembali menutup mulutku. Ia hanya nyengir. Aku melepaskan tangannya.
    "Lo kenapa si? Gue kan lagi ngomong." ujarku sebal. Eza dan Tya tertawa melihat kami berdua. Bel masuk pun berbunyi.
    "Yah gue belum selesai makan. Lo si ngajak ngomong mulu." ujarku sebal.
    "Udah ayo buruan bangun. Abis ini pelajarannya bu Vina, lo mau diomelin kalo telat?" ujar Tya menarik tanganku.
    "Gue kan masih laper Ty." ujarku sebal.
    "Ntar pulang sekolah gue traktir makan." ujar Tya menarikku bangun.
    "Dahhh." ujar Eza tersenyum.
    "Segala di dadahin." ujar Ario ketika kami telah pergi.
    "Sirik aja lo, eh btw lo kapan kenal sama Giska?" ujar Eza heran.
    "Baru-baru ini." ujar Ario santai.
    "Tapi ko bisa akrab banget? So, udah move on ni ceritanya?" ujar Eza nyengir.
    "Sotoy deh lo." ujar Ario cuek.
    "Ya emang si Giska gak secantik Fanya tapi dia manis lucu lagi." ujar Eza.
    "Iya lo bener, tapi lucunya lebih ke aneh." ujar Ario tertawa mengingat pertemuan pertama mereka.
    "Yaudah coba aja dulu, lagian kalo gak juga bisa nambah temen. Dan lo jadi punya alesan buat nolak ajakan Stella." ujar Eza asal. Ario hanya terdiam memikirkan ucapan Eza. Mereka berdua kembali masuk kelas. Dan pelajaran terakhir pun dimulai.
***
    Siang itu sepulang sekolah aku tengah berjalan bersama Tya. Sesuai janji Tya akan mentraktirku makan dan sesuai dengan yang kujanjikan aku akan mengatakan yang sebenarnya pada Tya.
    "Lo gak lupa sama janji lo kan?" ujarku memastikan kembali.
    "Iya, lo mau makan apa emang? Eh tapi tadi lo mau ngomong apa si sebenernya?" ujar Tya heran.
    "Hmmm, ntar aja deh gue butuh energi buat ngomongnya." ujarku nyengir. Dari jauh aku melihat Eza dan Ario tengah duduk ditaman sekolah.
    "Si Stella mau ngapain lagi si?" ujar Tya sebal melihat Stella bersama mereka. Kami berdua berjalan menghampiri mereka. Tiba-tiba aku melihat Ario tersenyum kepadaku.
    "Kesambet apaan tu anak?" ujarku pelan. Ia berjalan menghampiriku.
    "Yuk jalan." ujarnya menggandeng tanganku. "Eh lo mau ngapain?" ujarku bingung. Tya pun tak kalah bingung melihat tingkah Ario.
    "Gue pinjem Giska dulu ya Ty." ujar Ario nyengir lalu menarikku untuk mengikutinya. Masih dengan bingung aku mengikutinya. Eza menghampiri Tya yang masih bingung dengan apa yang terjadi.
    "Si Ario kenapa yang?" ujar Tya heran.
    "Mungkin dia mau pdkt sama Giska." ujar Eza nyengir.
    "Udah yuk kita pulang aja." ujar Eza merangkul Tya. Tya pun tersenyum.
    Di parkiran aku melepaskan genggaman tangan Ario. "Lo kenapa si aneh banget? Katanya udah gak mau ikutan kebohongan gue? Sekarang malah jadi nunjukkin kita deket." ujarku sebal.
    "Gue punya penawaran buat lo. So, gue mau lo denger dulu sebelum lo ngaku ke Tya." ujar Ario santai.
    "Terus?" ujarku singkat.
    "Sekarang kita cari tempat makan biar enak ngobrolnya." ujar Ario.
    "Oh iya, gue kan mau ditraktir Tya. Lo si." keluhku sebal.
    "Udah jangan bawel ntar gue traktir, lo mau makan apa si?" ujar Ario heran.
    "Ok tempatnya gue yang nentuin ya." ujarku senang.
    "Iya, yaudah yuk naik." ujar Ario yang sudah siap untuk pergi. Aku mengikuti ucapannya. 45 menit perjalanan kami lalui. Panasnya ibu kota kami lalui. Kami pun sampai disebuah ruko mie ayam dekat sebuah komplek perumahan.
    "Jangan bilang lo mau makan disini karna ini deket rumah lo." ujar Ario curiga.
    "Iyap, itu lo tau, seengaknya sekali nenyelam 2 3 pulau terlampaui." ujarku tertawa.
    "Dasar." ujar Ario tersenyum. Deg. Untuk pertama kalinya jantungku berdetak melihat Ario tersenyum.
    "Yuk masuk." ujarku buru-buru menghilangkan perasaan aneh itu. "Mang Asep mie ayamnya 2 ya, sama minumnya es jeruk 2." ujarku memesan makanan.
    "Neng Giska tumben makan bawa temen cowok, pacarnya ya?" ujar Mang Asep. Ario hanya tersenyum mendengarnya.
    "Ye si mamang sok tau nih. ini mah gojek saya." ujarku nyengir. Mang Asep pun tertawa mendengar ucapanku.
    Kami berdua duduk didekat kipas angin. Ario membuka jaketnya. Siang itu udara masih cukup panas. "So?" ujarku membuka pembicaraan.
    "Gini Gis, gue mau nawarin lo kerjasama. Gue bantuin lo bebas dari Tya dan lo bantuin gue bebas dari Stella." ujarnya santai.
    "Gue? Hmm, kayanya sekarang lo yang mau minta bantuan gue deh." ujarku dengan nada di buat-buat.
    "Udah deh gak usah sok jaim gitu. Gue tau ko lo gak suka dicomblangin sama Tya kan? ya seengaknya lo gak harus kenalan sama cowok-cowok yang aneh-aneh. Seengaknya lo gak rugi juga gue kan ganteng." ujar Ario dengan PD nya.
    "Ye PD." ujarku tertawa. "Tapi gue akuin si lo salah satu cowok ganteng di sekolah. Tapi kegantengan lo berkurang karna lo terlalu PD." ujarku asal.
    "Itu kenyataan namanya." ujar Ario tertawa. Tak lama mie ayam pesanan kami pun tiba. Kami kembali membahas kerjasama antara kami berdua.
    "So?" ujar Ario sambil menyuap mie ayam.
    "Boleh gue si setuju aja. Tapi gue aneh deh sama lo. Lo kan cakep kenapa gak nyari cewek asli aja eh bukan berarti gue bukan cewek ya." ujarku.
    "Belum nemu yang cocok aja." ujarnya dengan santai. "Lo sendiri kenapa gak nyari pacar?" ujar Ario bertanya balik.
    "Sama kaya lo." ujarku santai.
    "So? kita sepakat nih ya." ujar Ario.
    "Hmmm." ujarku sambil memakan mie ayam.
    "Ok, tapi gue punya syarat, lo harus pulang bareng gue tiap hari." ujar Ario.
    "Hah? gak mau ah, nungguin lo latihan kan lama, ntar gue diturunin ditengah jalan lagi." ujarku sebal. Ario tertawa mendengar ucapanku.
    "Sorry, kemaren itu gue lagi buru-buru lagian gue kan nurunin lo sampe angkutan yang lo naikin lewat. Ok ok gue tetep salah si. Sorry." ujar Ario menyesal.
    "Hmmm, kalo lo mau pulang bareng, gue maunya di jemput kalo pagi, terus anterin gue sampe depan rumah persis." ujarku menegaskan kembali.
    "Iya, eh ko gue jadi kaya gojek beneran si?" ujar Ario sadar akan permintaanku. Aku pun hanya menahan tawa.
    "Gini aja kita buat kontrak pura-pura pacaran. So, lo tulis apa yang harus dan gak boleh gue lakuin. Nanti gue juga gitu. Gimana?" ujarku tersenyum.
    "Setuju." ujar Ario singkat. Kami berdua menuliskan masing-masing apa yang harus dan tidak kami lakukan. Setelah selesai nenulis kami bertukar kertas untuk membaca keinganan masing-masing. Ario tertawa membaca tulisanku.
    "Lo ko ketawa yo?" ujarku sebal.
    "Lo lagian takut banget gue turunin lagi ditengah jalan." ujar Ario.
    "Antisipasilah." ujarku sebal. "Jadi yang harus gue lakuin cuma gak boleh nurunin dijalan, sama anter jemput sekolah?" ujar Ario.
    "Iya, dan yang dilarang itu lo gak boleh ngelakuin yang aneh-aneh." ujarku dengan tegas.
    "Kayanya itu buat lo, lo kan suka susah ditebak." ujar Ario asal.
    "Ario." ujarku sebal. Ario hanya tertawa. Aku mengalihkan pandanganku darinya.
    "Pulang bareng, bawain minum pas latihan, pura-pura jadi pasangan di depan orang lain?" ujarku bingung.
    "Iya, ya gak harus kaya Eza sama Tya juga, cuma jangan kaku aja. Oh iya, walau lo cuma jadi pacar pura-pura gue, lo gak boleh protektif, gue gak suka diatur-atur." ujar Ario santai.
    "Lagian siapa juga yang mau ngatur lo. Nyokap lo juga bukan gue." ujarku asal.
    "Nah tuh lo ngerti." ujar Ario tersenyum mengacak-acak rambutku.
    "Ario gue bukan anak kecil. Sini gue tambahin lagi." ujarku sebal.
    "Gak mau itu gerakan refleks jadi gak bisa dilarang." ujarnya sambil tertawa.
    "Curang." ujarku sebal.
    "So? perjanjian kita sampe kenaikan kelas gimana?" ujar Ario kembali serius.
    "5 bulan berarti?" ujarku polos.
    "Iya, setelah 5 bulan kita liat situasi udah aman atau belum." ujar Ario.
    "Ok, sepakat." ujarku tersenyum.
    "Oh iya, gue lupa satu lagi kita belum punya foto berdua." ujar Ario mengeluarkan handphonenya.
    "Gak nyangka lo narsis juga." ujarku heran.
    "Ini itu buat bukti biar orang-orang percaya." ujar Ario. Kami berdua mengambil beberapa foto mulai dari foto jaim hingga memasang wajah aneh.
    "Yang ini lucu deh." ujar Ario menunjukkan sebuah foto kepadaku.
    "Iya, yang ini juga bagus." ujarku menunjuk foto yang lain. Tanpa sadar wajah kami hampir berdekatan. Aku kembali ke posisi dudukku semula.
    "Gue kirim bbm aja ya nanti." ujar Ario sedikit kaku.
    "Iya, nih invite." ujarku menunjukkan pin ku padanya.
    "Okay, nanti kalo udah sampe rumah gue kirim ke lo ya." ujar Ario tersenyum.
    "Sipp, btw balik yuk udah sore." ujarku melihat hari sudah mulai senja.
    "Yuk, gue bayar dulu ya." ujar Ario. Ia berdiri menuju Mang Asep dan membayar makanan kami.
    "Thanks ya mang." ujar Ario tersenyum.
    "Sering-sering mampir ya kang."
    "Sipp deh mang." ujar Ario nyengir.
    "Makasih ya mang, balik dulu." ujarku sambil nyengir.
    "Iya neng." ujar mang Asep ramah. Ario mengantarkanku sampai depan rumah.
    "Thanks ya." ujarku tersenyum.
    "Iya, besok jam setengah 7 gue jemput, jangan kesiangan." ujar Ario serius.
    "Iya, lo bbm aja kalo mau berangkat." ujarku cuek.
    "Okay, gue langsung balik ya." ujar Ario. Setelah pamit ia pun pergi. Aku melihat bayangannya yang mulai menghilang lalu masuk ke rumah.
    "Pulang sama siapa kamu?" ujar mamah melihatku masuk.
    "Temen, lumayan mah abis ditraktir." ujarku nyengir.
    "Dasar kamu." ujar mamah tertawa melihat tingkahku.
    "Udah sana mandi terus istirahat." ujar Mamah lagi.
    "Sipp, mah." ujarku tersenyum. Aku menaiki tangga dan masuk ke kamarku. Setelah meletakkan tas aku bergegas pergi mandi dan beristirahat. Hari ini hari yang panjang.
    Malam setelah perjanjian kami, aku tengah berbaring diranjang. Aku memainkan handphone melihat-lihat media sosial. Kubuka recent update di bbm dan aku melihat Ario Prasetyo tengah menganti dp. Kulihat dia memasang foto kami. Aku membuka profilnya kulihat statusnya berisi:
"Jauh-jauh minta makan disini biar deket pulangnya ._."
    Aku pun mengomentari statusnya di chat.
Giska : Makanya jangan nurunin ditengah jalan
    Tak lama pesan itu berubah dari tanda D menjadi R, dan sebuah chat balasan pun masuk.
Ario : hahaha kan lo duluan yang minta diturunin
Giska : squint emotikon
Ario : grin emotikon
Giska : Lo baru nyampe?
Ario : Udah daritadi, lumayan juga dari rumah lo setengah jam ke rumah gue squint emotikon
Giska : olahraga dikit grin emotikon, eh mana foto nya kirim yaaa
Ario : Waitttt...
    Ario mengirimkan foto-foto yang kami ambil tadi. Aku tersenyum melihat foto yang dikirim Ario. Aku pun mengganti dp dan statusku "sebelum pulang diajak foto bareng udah berasa jadi artis grin emotikon"
    Baru beberapa detik aku mengganti dp bbm ku, sebuah panggilan muncul di layar handphoneku. "Tya?" ujarku bingung.
    "Hallo Ty." ujarku menganggkat telepon.
    "Lo jadian sama Ario?" ujar Tya langsung to the point.
    "Kata siapa?" ujarku heran.
    "Dari statusnya Ario dia masang GA. itu lo kan maksudnya?" ujar Tya dengan cepat.
    "Dasar tu anak." ujarku menahan tawa.
    "Jadi beneran?" ujar Tya senang.
    "Hmm, tanya Ario aja." ujarku santai.
    "Tapi lo jahat gak cerita sama gue." ujar Tya sebal.
    "Ahaha maaf." ujarku tertawa.
    "Besok lo sama Ario harus traktir." ujar Tya memaksa.
    "Ih apaan? lo jadian aja gue gak minta PJ." ujarku sebal.
    "Gue gak mau tau, sampai besok ya, jangan kabur." ujar Tya segera menutup teleponnya.
    "Dasar ini anak." ujarku pelan. Aku kembali melihat bbm. Chat dari Ario masuk.
Ario : harusnya lo bersyukur diajak foto sama artis
    Aku tersenyum dan membalasnya.
Giska : artis basket? :')
Giska : Tya nelpon gue tadi, gara-gara liat status lo, terus dia minta PJ
Ario : iya dia nanya ke gue di chat sampe berkali-kali, dia takut gue php
Giska : Tya sampe segitunya?
Ario : iya, dia care sama lo tandanya
Giska : jadi gak enak boongin dia
Ario : eh tapi kita udah sepakat kan
Giska : iya gue tau ahaha
Giska : ya lumayan juga si besok gue pasti jadi tranding topik hehe
Ario : wuuu.. tidur sana besok kesiangan gue tinggal tongue emotikon
Giska : iya, night yo
Ario : night gis
    Setelah membaca bbm dari Ario aku pun tertidur. Besok adalah hari yang panjang untukku.
    "Giska sayang bangun udah pagi." ujar Mamah membangunkanku.
    "5 menit lagi mah." ujarku malas.
    "Udah jam 6 lewat nanti kamu kesiangan." ujar Mamah menarik selimutku.
    "Jam 6?" ujarku kaget lalu berlari ke kamar mandi.
    "Buruan Mamah udah siapin makanan. papah nungguin kamu tuh." ujar mamah sebelum keluar kamar. Aku keluar kamar mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah. Kubuka handphoneku. beberapa chat Ario masuk. Aku buru-buru turun.
    "Temen kamu udah nungguin dari tadi tuh." ujar Mamah melihatku turun.
    "Iya mah, aku lupa. Aku berangkat ya." ujarku mengambil segelas susu dan meminumnya.
    "Jadi sekarang gak bareng papah lagi ni." ujar papah menggodaku.
    "Ada gojek pah sekarang." ujarku cekikikan.
    "Jalan dulu ya." ujarku pamit.
    "Nih bawa buat makan disekolah." ujar Mamah memberikanku bekal sandwich.
    "Thanks ya mah." ujarku nyengir. Aku berjalan buru-buru keluar rumah. kulihat Ario tengah duduk sambil mendengarkan musik. Aku pun nyengir menghampirinya. "Pasti kesiangan." ujar Ario sedikit sebal.
    "Hehe maaf, yuk jalan." ujarku nyengir. 45 menit perjalanan kami lalui. Kami berdua tiba disekolah pukul setengah 8 kurang. Anak-anak yang baru datang memenuhi parkiran pagi itu.
    "Untung gak telat." ujar Ario menghela nafas lega.
    "Gue sering telat ko." ujarku nyengir.
    "Dasar." ujar Ario mengacak-acak rambutku.
    "Ario." ujarku sebal.
    "Makanya jangan telat." ujar Ario asal.
    "Bisaan." ujarku sebal. Kami berjalan memasuki sekolah.
    "Mau kantin dulu?" ujar Ario.
    "Lo belum makan?" ujarku refleks
    "Udah, lo kan yang belum." ujar Ario.
    "Lo peka juga ya, gue kira lo cuek." ujarku asal.
    "Kalo lo sakit ntar gue yang repot lagi." ujar Ario asal.
    "Dasar. Gue dibawain sandwich ko. Lo mau?" ujarku hendak mengambilnya di tas.
    "Gak usah, masuk sana, tuh Tya udah ngeliatin dari tadi." ujar Ario melirik ke arah Tya. Aku menoleh sedikit.
    "Gue ke kelas ya, jangan lupa dimakan." ujar Ario tersenyum lalu berlalu. Aku berjalan memasuki kelas. Kelas sudah hampir penuh pagi itu. Aku duduk dikursiku. Anak-anak cewek dikelas menghampiriku.
    "Giska lo deket sama Ario anak basket?" ujar Nadia teman sekelasku. Aku hanya nyengir kuda.
    "Bukan deket lagi tapi udah jadian." ujar Tya menggodaku.
    "Congrats ya." ujar Alika senang.
    "Akhirnya lo punya pacar juga." ujar Dea.
    "Ye emang gue segitu gak lakunya apa." ujarku asal.
    "Just kidding." ujar Dea nyengir. Bel pelajaran berbunyi. Semua anak-anak kembali ke tempatnya masing-masing.
    "Yah gak keburu makan deh gue." keluhku pelan.
    "Makanya pagi-pagi jangan langsung mesra-mesraan jadi diintrogasikan." ujar Tya asal.
    "Siapa yang mesra-mesraan, kelas kita kan deketan jadi bareng deh." ujarku cuek.
    "Dasar, udah makannya ntar aja udah ada Bu Wati tuh." ujar Tya melirik keluar kelas. Pelajaran berjalan sangat lama. Aku menanti bel istirahat dengan tidak sabar.
***
    Pelajaran demi pelajaran pun berlalu. Jam istirahat pun berbunyi. Aku buru-buru memasukkan buku dan mengeluarkan kotak makanku. "Yuk kantin." ujarku setelah melihat Pak Deni keluar kelas.
    "Ya ampun lo udah laper banget ya?" ujar Tya heran.
    "Ntar keburu gak dapet tempat." ujarku menarik tangan Tya. Saat kami berdua berjalan menuju kantin kami bertemu dengan Ario dan Eza. Tya pun tersenyum lalu menghampiri Eza terlebih dahulu. Mereka berjalan menuju kantin duluan.
    "Giliran ada Eza aja langsung kabur." ujarku sebal.
    "Gak usah cemberut juga." ujar Ario menghampiriku.
    "Hmmm." keluhku pelan.
    "Belum dimakan?" ujar Ario melihat kotak bekal yang kubawa.
    "Iya, gak sempet." ujarku pelan.
    "Yuk buruan kantin." ujarku teringat akan tujuan utamaku untuk makan. Ario terdiam sejenak melihatku.
    "Dasar." ujarnya tersenyum lalu menyusulku. Kami berdua tiba dikantin. Eza dan Tya telah duduk disana. Kantin hari itu sangat penuh.
    "Yuk pesen makan Za." ujar Ario mengajak Eza. Mereka berdua memesan makanan.
    "Lo gak mau beli bakso lagi kan?" ujar Tya melihatku membuka kotak makan.
    "Beli dong, ini mah cemilan." ujarku cekikikan.
    "Lo cuek banget, lo gak malu makan banyak didepan Ario?" ujar Tya heran.
    "Gak, mang makan salah? lo mau gak?" ujarku menawarkan sandwich.
    "Haduh, lo tuh ya, mau punya pacar atau gak sama aja." ujar Tya. Tak lama Ario dan Eza datang membawa 2 mangkok bakso.
    "Nih." ujar Ario memberiku semangkok bakso.
    "Thanks." ujarku nyengir.
    "Gue beli minum dulu ya. No nitip." ujarku melihat ke arah Tya.
    "Pelit." ujar Tya sebal.
    "Udah aku yang jalan aja." ujar Eza beranjak. Ario mengambil sepotong sandwich dan memakannya.
    "Gue sekarang tau kenapa lo berdua bisa jadian." ujar Tya.
    "Kenapa?" ujar Ario masih sibuk makan sandwich.
    "Lo berdua sama-sama aneh." ujar Tya sotoy.
    "Lo ngomongin gue ya?" ujarku datang membawa dua botol minuman. Eza berada dibelakangku.
    "Ye pd." ujar Tya cuek.
    "Tuh kan lo mau juga." ujarku melihat Ario makan sandwichku.
    "Gue cuma bantuin lo doang." ujar Ario cuek.
    "Wuu, nih." ujarku memberinya sebotol minuman.
    "Lo berdua jadian kemarin?" ujar Eza membuka pembicaraan.
    "Hmmm." ujar Ario cuek sambil makan.
    "Gimana ceritanya?" ujar Tya heran.
    "Ya dia nembak gue." ujar Ario asal.
    "Enak aja." ujarku refleks. "Orang lo yang..." aku belum sempat melanjutkan ucapanku Ario sudah memotongnya.
    "Gue yang nembak." ujar Ario dengan cepat.
    "Lo berdua gak boong kan?" ujar Tya curiga. Aku terdiam sejenak. "Just kidding, gue tau ko lo gak bakal boongin gue." ujar Tya nyengir. Aku merasa sedikit tak enak pada Tya.
    "Oh iya, weekend lo berdua harus teraktir kita ya." ujar Tya lagi.
    "Wuuu, curang, lo berdua jadian aja gue gak ditraktir." ujarku asal.
    "Biarin." ujar Tya cuek. Kami berempat melanjutkan makan. Siang itu terasa menyenangkan.
    Tak terasa sudah hampir 3 bulan kami berpura-pura pacaran. Banyak hal yang kami lalui bersama. Hari ini seperti biasa kami berangkat bersama. Papah dan Mamah pun sudah terbiasa dengan kehadiran Ario. Kukira hari-hari yang menyenangkan tak akan berhenti. Namun aku salah.
    "Giska gue punya info buat lo." ujar Tya menarikku untuk segera duduk.
    "What's? tumben pagi-pagi udah heboh." ujarku asal.
    "Gue denger kemarin ada anak baru pindah dikelas Eza." ujar Tya.
    "Terus? lo cemburu?" ujarku asal.
    "Eza mah setia awas aja dia berani lirik yang lain." ujar Tya sebal.
    "Galak amat, nanti Eza takut loh." ujarku cekikikan.
    "Eh ko jadi ke gue? ini soal Ario." ujar Tya memelankan suaranya.
    "Kenapa gitu?" ujarku bingung.
    "Anak baru itu Fanya. Jadi dia temen kecilnya Ario. Ario gak cerita ke lo?" ujar Tya masih dengan nada pelan.
    "Gak." akuku jujur.
    "Intinya lo jangan cemburu ya, yang gue denger si Fanya itu deket Ario mulu." ujar Tya lagi.
    "Iya, tenang aja." ujarku tersenyum. Didalam hatiku banyak pertanyaan muncul. 'Fanya? kayanya nama itu gak asing.' ujarku pelan. Aku buru-buru menghilangkan pikiran itu dan fokus pada pelajaran hari itu.
***
    Bel pelajaran berakhir pun berbunyi. Aku dan Tya berjalan menuju kantin. Dari jauh aku melihat Ario dan Eza sedang bersama seseorang. 'Fanya?' ujarku dalam hati. "Yuk kesana." ujar Tya menggandeng tanganku. Kami berdua berjalan ke arah mereka. Ario melihatku dan tersenyum. Fanya pun ikut melihat kearah kami berdua dan tersenyum.
    "Hai." ujar Tya tersenyum.
    "Hai, lo pasti Tya." ujar Fanya ramah.
    "Iya, Tya." ujar Tya memperkenalkan diri.
    "Fanya." ujarnya ramah.
    "Hmm, kalo yang ini pasti Giska." ujar Fanya tersenyum.
    "Iya." ujarku tersenyum. Kami berdua pun duduk. Aku duduk disebelah Tya.
    "Beli makan yuk Ty." ujarku melihat tukang bakso yang sudah mulai sepi.
    "Yuk, lo mau ikut Fan?" ujar Tya.
    "Gak, gue udah makan ko." ujar Fanya ramah.
    "Kita mesen makan dulu ya." ujar Tya lagi.
    "Lo baik-baik aja kan?" ujar Tya ketika kami sudah meninggalkan meja.
    "Iya, lo lebay deh. Gue mesen bakso dulu ya." ujarku nyengir.
    "Yaudah gue beli somay ya." ujar Tya. Kami berdua pun berpisah. Aku diam menunggu antrian bakso.
    "Jangan ngelamun." ujar seseorang mengagetkanku. Aku menoleh dan Ario berdiri disebelahku.
    "Siapa yang ngelamun?" ujarku asal.
    "Lo gak lagi cemburu kan?" ujar Ario.
    "Gak, ngapain juga mesti cemburu." ujarku sebal.
    "Bagus deh." ujar Ario tersenyum.
    "Lo ngapain nyamperin gue?" ujarku bingung.
    "Ya kali aja lo mau nanya something gitu." ujar Ario. Aku hanya diam. Tukang bakso memberikanku semangkok bakso.
    "Ko lo yang bayar?" ujarku bingung.
    "Lo kelamaan diemnya, beliin gue minum ya." ujar Ario tersenyum. Dari jauh Fanya memperhatikan kami berdua.
    "Minum apa ya?" ujarku melihat minuman dingin di freezer.
    "Air mineral aja." ujar Ario mengambil 2 botol air mineral.
    "Bayar ya jangan lupa." ujar Ario nyengir.
    "Dasar." ujarku tersenyum. Kami berdua berjalan menuju meja kantin. Ario meletakkan mangkuk baksoku disebelahnya. Aku pun duduk disebelahnya. Fanya terus mengajak Ario berbicara sedangkan aku ngobrol dengan Eza dan Tya. Tanpa terasa waktu pun berlalu bel masuk berbunyi. Kami bergegas kembali ke kelas.
    "Gue kekelas duluan ya." ujarku tersenyum.
    "Iya." ujar Ario tersenyum. Kami berdua pun berpisah.
***
    Aku disuruh Bu Indar untuk memfotocopy soal. Aku menunggu dikoperasi sekolah. Tiba-tiba Fanya menghampiriku. "Hai." ujarnya ramah.
    "Hai." ujarku tersenyum.
    "Lo gak masuk kelas?" ujarnya.
    "Lagi fotocopy soal." ujarku.
    "Btw gue duluan ya." ujarku ketika melihat fotocopyan sudah selesai.
    "Gis, bareng." ujar Fanya.
    "Lo ada perlu sama gue?" ujarku bingung.
    "Iya, hari ini gue pinjem Ario ya, gue mau beli buku. Ya gue tau si lo pacarnya tapi boleh dong sekali-kali gue pergi sama dia. Lagian kan pacar bukan berarti lo monopoli. Eh gue gak maksud ngelarang lo loh." ujar Fanya merasa tak enak.
    "Iya, gue ngerti ko. Lo kalo mau minta anterin Ario gak papa." ujarku tersenyum.
    "Thanks ya." ujarnya tersenyum. "Btw gue duluan ya." ujar Fanya langsung kembali ke kelas.
***
    "Hari ini jalan yuk berempat udah lama gak jalan bareng." ujar Tya saat kami bersiap pulang sekolah.
    "Gak bisa deh kayanya." ujarku santai.
    "Lo pasti mau berduaan sama Ario." ujar Tya sebal.
    "Ye ngaco. Tadi si Fanya bilang mau minta temenin sama Ario nyari buku." ujarku.
    "Terus lo iyain?" ujar Tya heran.
    "Iya, lagian bukannya aneh kalo gue larang?" ujarku bingung.
    "Gue mulai curiga deh sama Fanya. Dia nempel mulu kaya permen karet gue aja liatnya sebel." ujar Tya jujur.
    "Gak boleh gitu." ujarku. Tapi dalam hati akupun merasa aneh dengan sikap Fanya.
    "Ario ngapain didepan?" ujar Tya. "Apa Ario lebih milih pulang sama lo?" ujar Tya cekikikan.
    "Ngaco." ujarku.
    "Udah ah gue balik Eza udah nungguin. Bye." ujar Tya nyengir.
    "Lo ko disini?" ujarku heran.
    "Iya, nunggu lo." ujar Ario.
    "Fanya gak jadi?" ujarku bingung.
    "Jadi, dia lagi ke toilet." ujar Ario.
    "Ohhh, gue bisa balik sendiri ko." ujarku meyakinkan.
    "Iya gue tau ko." ujar Ario tertawa.
    "Terus lo ngapain?" ujarku masih tak mengerti.
    "Nganterin lo sampe angkutan umum, seengaknya gue nganterin lo lah." ujar Ario asal.
    "Dasar." ujarku tertawa.
    "Tadinya gue mau main kerumah lo, pasti tante bikin kue hari ini." ujar Ario.
    "Dasar, udah sana kasian si Fanya nungguin." ujarku ketika kami sudah sampai halte depan sekolah.
    "Iya, kabarin ya kalo udah sampe." ujar Ario tersenyum.
    "Iya, hati-hati lo." ujarku tersenyum.
    "Iya, gue gak selingkuh ko." ujar Ario nyengir.
    "Dasar, gue duluan ya." ujarku melihat angkutan kotaku akan datang. Setelah melihat angkutan kota yang kunaiki berlalu Ario kembali masuk ke sekolah.
    "Gue nyariin tau dari tadi, gue kira lo ilang." ujar Fanya melihat Ario.
    "Sorry, tadi gue nganterin Giska dulu. Lo mau nyari buku dimana?" ujar Ario tersenyum.
    "Citos aja yuk." ujar Fanya nyengir.
    "Ok, yuk nanti kesorean." ujar Ario berjalan menuju motornya. Satu jam perjalanan berlalu, mereka pun tiba di Citos. Sampai di sana mereka menuju Gramedia. Ario mengeluarkan handphonenya dan mengirimiku bbm.
Ario : udah sampe?
    "Yo, ke sana yuk." ujar Fanya mengandengnya.
    "Lo tumben minta anterin gue, biasanya juga sama si Roy." ujar Ario.
    "Gue udah putus." ujar Fanya santai.
    "Makanya lo pindah ke sini?" ujar Ario.
    "Ye, gue pindah karna bokap kerja disini. Lagian ada hikmahnya juga kan kita bisa sering pergi bareng lagi." ujar Fanya senang. Ario hanya diam membisu.
***
    Aku tiba dirumah kurebahkan badanku disofa. "Kamu udah pulang? tumben gak sama Ario." ujar Mamah menghampiriku.
    "Iya Ario lagi ada urusan mah. Tadi dia bilang mau nyobain kue Mamah." ujarku.
    "Yaudah besok kamu bawain aja." ujar Mamah.
    "Iya, aku ke kamar dulu ya mah." ujarku tersenyum lalu beranjak pergi ke kamar. Sampai dikamar aku meletakkan tasku kulihat handphone. Bbm dari Ario. Aku pun membalasnya.
Giska : baru sampe nih, lo udah balik?
    Selesai membalasnya aku pun pergi mandi dan beristirahat.
***
    Keesokan paginya aku melihat handphoneku. Kulihat bbm dari Ario.
Ario : untung gak diculik grin emotikon
Ario : udah ko, ni baru sampe. lo pasti udah tidur ya? jangan kesiangan besok tongue emotikon
    Aku tersenyum melihat bbm darinya. Aku membalasnya.
Giska : udah bangun ni, gak kesiangan dong grin emotikon
    setelah membalasnya Aku pun bersiap berangkat sekolah. Setelah siap aku pun turun untuk sarapan. "Nanti ini buat Ario ya." ujar Mamah memberiku kotak makan.
    "Buat anaknya gak ada nih?" ujarku asal.
    "Kamu kan udah biasa." ujar Mamah. Suara motor terdengar didepan rumahku.
    "Aku berangkat dulu ya mah, pah." ujarku pamit. Aku berjalan keluar rumah. Ario menunggu disana.
    "Tumben udah rapi." ujarnya menggodaku.
    "Udah dong, yuk jalan." ujarku naik keboncengannya. Kami berdua berangkat menuju sekolah. Sesampainya disekolah masih belum ramai. "Ario." seseorang memanggilnya. Kami berjalan menuju kelas. Sepanjang jalan Fanya selalu menempel pada Ario.
    "Gue ke kelas duluan ya." ujarku ketika kami tiba didepan kelasku.
    "Ok." ujar Ario tersenyum.
    "See you Gis." ujar Fanya tersenyum.
    "Iya." ujarku tersenyum. Aku masuk kedalam kelas kulihat belum banyak yang datang. Aku duduk dikursiku dan meletakkan kepalaku diatas tas. 'Ko gue jadi sebel? tapi kan gue cuma pacar boongan, lagian kontraknya juga sebulan lagi udahan, tapi Ario juga harusnya gak boleh gitu dong.' keluhku dalam hati. 'Apa gue larang? tapi kan dikontrak gak boleh ngelarang.' ujarku lagi dalam hati.
    "Weyyy." ujar Tya mengagetkanku.
    "Tya." ujarku sebal.
    "Lo ngapain pagi-pagi udah lesu gitu." ujar Tya nyengir.
    "Gak ko." ujarku pelan.
    "Lo tumben dateng pagi, gak berduaan dulu?" ujar Tya mengeluarkan handphpnenya.
    "Bertigaan yang ada." ujarku sebal.
    "Tuh kan ketauan. Fanya?" ujar Tya hati-hati.
    "Iya, ya gue ngerti si Fanya temen dari kecilnya tapi makin lama dia kaya mau nyingkirin gue gitu." akuku jujur.
    "Tuh kan, gue bilang juga hati-hati, lo si ngeyel. Lo udah coba ngomong ke Ario?" ujar Tya menasehatiku.
    "Belum, nanti deh gue coba bilang." ujarku pelan.
    "Ario pasti ngerti ko, jadi lo jangan galau lagi ya." ujar Tya tersenyum.
    "Thanks ya Ty." ujarku tersenyum. 'Andai lo tau kalo gak semudah itu, Ario cuma pacar pura-pura gue.' ujarku dalam hati.
***
    Waktu istirahat pun tiba. Aku dan Tya seperti biasa pergi ke kantin. Suasana yang sama terulang kembali. Seperti ada sekat yang memisahkan kami. Aku tak banyak berbicara dengan Ario. Sampai saat pulang sekolah pun sama seperti biasa.
    "Tumben Ario sebelum latihan kesini." ujar Tya heran.
    "Mungkin gue disuruh balik duluan." ujarku asal.
    "Jangan gitu, tapi bagus juga si kita bisa hangout bareng." ujar Tya nyengir.
    "Temuin dulu sana." ujar Tya. Aku berjalan keluar kelas. Kelas saat itu sudah mulai sepi.
    "Nih dari nyokap." ujarku memberikan sebuah kotak makan.
    "Thanks ya." ujarnya senang.
    "Tumben kesini? bukannya latihan udah mau mulai?" ujarku heran.
    "Iya, hari ini kayanya gue latihan sampe sore deh. Lo kalo mau balik duluan gpp." ujar Ario.
    "Iya, Tya juga ngajak main." ujaku.
    "Jangan pulang sore-sore." ujar Ario tersenyum.
    "Ok deh, lo juga abis latihan langsung pulang." ujarku.
    "Iya, lo jangan lupa makan lemes banget dari tadi. Gue duluan ya." ujar Ario mengacak-acak rambutku. Aku hanya memasang wajah tersenyum terpaksa.
    "Yuk kita mau kemana?" ujarku menghampiri Tya.
    "Makan aja yuk." ujar Tya nyengir.
    "Lo udah bilang Eza?" ujarku.
    "Udah, dia latihan sampe sore jadi gue disuruh balik aja." ujar Tya. Suatu pikiran lega menghampiriku. Hampir saja aku berpikiran negatif pada Ario. Kami berdua pun pergi hangout berdua. Semua beban hilang sementara. Sudah lama sejak aku pergi berdua dengan Tya. Selesai menghilangkan jenuh kami berdua pun pulang.
***
    Selesai latihan Ario dan Eza duduk ditepi lapangan berdua. "Lo gak deket lagi kan sama Fanya?" ujar Eza.
    "Ko lo nanya gitu?" ujar Ario.
    "Lo kan sekarang udah sama Giska. Ya gue tau si Giska cuek gak sebawel Tya tapi tetep aja. Pasti cemburu liat lo sama yang lain." ujar Eza.
    "Ya sampe saat ini si Giska belum bilang apa-apa." ujar Ario.
    "Kalo lo emang masih belum move on dari Fanya mending lo udahin aja sama Giska. Ya lo pikirin dulu deh baiknya gimana." ujar Eza. Ario hanya terdiam mendengar ucapan Eza.
***
    Masih banyak yang belum berubah antara aku dan Ario. Siang itu saat aku tengah duduk sendiri menunggu Tya, Fanya menghampiriku. "Gue tau ko hubungan lo yang sebenernya sama Ario gimana." ujarnya serius.
    "Lo ngomong apa si Fan? gue gak ngerti." ujarku asal.
    "Lo cuma pura-pura pacaran kan? Lo tau kenapa alesan Ario gak punya pacar? Karna dulu gue sempet nolak dia." ujar Fanya tanpa menatapku.
    "Ario cerita ke lo?" ujarku kaget.
    "Lo udah tau kan tanpa gue jawab?" ujar Fanya.
    "Terus lo pindah kesini buat Ario?" ujarku.
    "Cuma kebetulan aja si. Tapi kayanya kita berdua emang jodoh deh." ujar Fanya dengan PD.
    "Selamet deh, gue juga sama Ario gak bakal lama lagi." ujarku bergegas pergi.
    "Gue belum selesai ngomong." ujar Fanya menarikku. Aku melepaskan tangan Fanya. Dia pura-pura terjatuh. Dan saat itu Ario datang.
    "Lo gak apa-apa?" ujar Ario membantu Fanya berdiri.
    "Gak ko, tadi Giska gak sengaja buat gue jatuh." ujar Fanya.
    "Gis ikut gue." ujar Ario menarik tanganku.
    "Lo kenapa si?" ujar Ario ketika kami tengah berdua.
    "Lo yang kenapa? gue maklum ko lo deket sama Fanya tapi gak mesti cerita kalo kita pura-pura doang kan?" ujarku meluapkan semua amarah.
    "Lo gak mesti dorong dia juga." ujar Ario.
    "Gue gak dorong dia yo. terserah lo percaya apa gak." Ujarku kekeuh.
    "Kayanya hari ini gue gak bisa pulang bareng lo. Gue mesti liat Fanya." ujar Ario.
    "Sekarang gue ngerti kenapa lo cerita semuanya. Kayanya gak usah nunggu 2 minggu lagi. Thanks." ujarku pergi. Ario menarik tanganku.
    "Lo kenapa si? Gue gak pernah cerita ke siapa-siapa." ujar Ario menarik tanganku.
    "Udahlah yo. Gue udah tau semuanya. Sekarang lo bebas ko deket sama dia." ujarku menahan tangis. Tiba-tiba handphoneku berbunyi. Mamah menelpon.
    "Hallo mah." ujarku menahan tangis.
    "Iya aku udah pulang. Ni aku mau kedepan." ujarku lalu menutup telepon. Ario masih berdiri disampingku. Aku pun pergi meninggalkannya sendiri.
    "Lo gak marahin Giska kan?" ujar Fanya melihat Ario menghampirinya.
    "Lo pulang sendiri aja ya. Gue mau sendiri." ujar Ario lalu pergi meninggalkan Fanya.
***
    "Hallo Gis lo dimana?" ujar Tya menelponku.
    "Gue udah dijalan Ty, tadi maaf ya gue buru-buru nyokap udah jemput soalnya." ujarku.
    "Iya, gws ya buat Oma lo." ujar Tya turut sedih karena Oma dirawat.
    "Iya, kayanya gue izin deh besok, senin baru masuk. Tadi nyokap udah bilang sama Bu Wati buat izin." ujarku.
    "Iya, lo hati-hati ya. Kalo gitu gue balik dulu ya Eza udah nungguin. Dahh." ujar Tya mengakhiri teleponnya.
***
    Hari itu banyak yang muncul dipikiranku dan Ario. Aku duduk diluar ruangan Oma dirawat. Pikiranku kalut. Aku sangat khawatir dengan keadaan Oma. Aku tidak mau memikirkan masalahku dulu. Disisi lain, Ario tengah terdiam dikamarnya. "Kenapa si dia?" ujarnya memejamkan mata. Ia tau diam tak akan menyelesaikan masalah. Ario mengirim bbm kepadaku.
Ario : lo udah gpp?
    Lama ia menunggu dan tak ada balasan. Ia pun mengirim bbm lagi.
Ario : udah tidur ya?
Ario : Sorry kalo tadi gue marah, gue cuma kaget aja
Ario : besok kalo lo udah gak kesel kita obrolin lagi
Ario : jangan kesiangan besok gue jemput kaya biasa
Ario : night
    Ario meletakkan handphonenya dan terdiam. Ia harus segera menentukan sikap atas masalah ini.
***
    Keesokan paginya Ario melihat handphonenya dan Giska belum membaca pesannya. Ia pun bersiap pergi sekolah. Tak lupa ia pergi ke rumah Giska. Saat ia tiba disana rumah tersebut tampak sepi. Bahkan mobil yang biasa terparkir disana pun tak ada. Ia pun akhirnya pergi berangkat ke sekolah. Disekolah ia melihat Tya dan Eza sedang mengobrol di luar kelas.
    "Ty, Giska hari ini gak masuk ya?" ujar Ario menghampiri mereka.
    "Oh, iya, Oma nya yang di Bogor sakit. Lo mang gak tau?" ujar Tya bingung.
    "Oh, gak. Nanti kabarin gue ya kalo Giska hubungin lo." ujar Ario. Ia pun kembali ke kelasnya.
    "Mereka lagi berantem ya?" ujar Tya heran.
    "Jangan sotoy deh kamu, siapa tau Giska lupa ngasih kabar." ujar Eza.
    "Iya si, btw aku masuk ya, udah mau bel." ujar Tya nyengir.
    "Ok." ujar Eza tersenyum.
    "Giska gak ngasih kabar?" ujar Eza menghampiri Ario
    "iya." ujar Ario pelan.
    "Lo sebenernya sukanya sama Giska apa Fanya?" ujar Eza heran. Ario hanya diam. "Kalo lo suka sama Giska lo harus lebih jaga perasaan dia. Tapi kalo lo masih suka sama Fanya mending udahin aja sama Giska." ujar Eza menasehati Ario. Ario pun terdiam mendengar ucapan Eza.
***
    Aku diam duduk didepan kamar Oma dirawat. Keadaan Oma sudah jauh lebih baik. Aku membuka pesan dari Ario. "Apa gue kelewatan?" ujarku pelan. Aku menekan tombol call untuk meneleponnya.
    "Hallo." ujar seorang wanita diseberang sana. Suara seseorang yang kukenal. Fanya. Aku hanya diam membisu.
    "Ario lagi ke toilet. Mau nitip pesen?" ujarnya berlagak ramah.
    "Gak usah." ujarku pelan.
    "Okay, jangan ganggu Ario lagi ya. Oh iya thanks ya karna lo gak masuk beberapa hari gue jadi bisa berdua terus sama Ario." ujar Fanya tanpa rasa bersalah. "Udah dulu ya Ario udah manggil gue." ujarnya langsung menutup telepon.
    "Percuma ngapain gue telepon dia." keluhku pelan.
    "Sayang kamu lagi ngapain?" ujar Mamah menghampiriku.
    "Gak ko mah." ujarku tersenyum.
    "Oh iya, nanti sore kamu pulang duluan ya sama papah. Mamah masih harus jaga Oma disini." ujar Mamah lembut.
    "Iya mah." ujarku tersenyum. Selama perjalanan rasanya Aku tidak ingin pulang. Aku masih belum tau bagaimana harus bersikap didepan Ario. Aku pun masih belum bisa melihat Ario bersama Fanya.
***
Keesokan paginya Aku bersiap pergi ke sekolah. Papah mengantarkanku pagi itu. Karna ini hari Senin kami pergi lebih awal. "Kamu nanti sarapan di sekolah aja ya. Papah pagi ini ada rapat soalnya." ujar papah diperjalanan menuju sekolahku.
    "Iya pah." ujarku tersenyum. Tak lama Aku pun tiba didepan pintu gerbang.
    "Pah, makasih ya." ujarku pamit. Aku pun turun dari mobil. Aku berjalan memasuki halaman sekolah.
    "Giska." ujar seseorang memanggilku.
    "Hai." ujarku melihat Tya yang baru tiba bersama Eza. Aku juga melihat Ario yang baru tiba setelah mereka berdua. Belum sempat Aku melihat Ario melepas helmnya, Tya sudah mengajakku masuk.
    "Lo kemana aja, gak ngasih kabar." ujarnya sebal.
    "Maaf, kemarin gak sempet megang hp." ujarku nyengir.
    "Wuuu, tapi lo ko gak bareng Ario?" ujarnya heran.
    "Iya, tadi gue dianterin bokap. Oh iya, gue ke kantin bentar ya. Belum sarapan. Nitip tas." ujarku nyengir. Aku berjalan menuju kantin dan membeli sekotak susu dan sebuah roti coklat.
    "Belum sarapan?" ujar seseorang dari belakangku. Suara yang kukenal. Ario.
    "Iya, tadi buru-buru soalnya. Lo mau beli juga?" ujarku bersikap biasa.
    "Gak ko, gue cuma mau liat lo aja." ujar Ario.
    "Ario." seseorang memanggilnya. Fanya.
    "Gue duluan ya." ujarku melihat Fanya menghampiri kami. Aku buru-buru kabur sebelum Ario menahanku lebih lama. Eza dan Tya sedang mengobrol didepan kelas. Aku menghampiri mereka dan duduk disebelah Tya.
    "Laper neng." ujar Tya menggodaku.
    "Iya, rasanya gue belum makan seminggu." ujarku asal.
    "Lebay deh." ujar Tya asal. Eza hanya tersenyum melihat tingkah kami.
    "Btw Ario mana tadi katanya mau kantin juga."
    "Gak tau, mungkin lagi sama Fanya." ujarku cuek sambil memakan roti yang kubeli. Bel upacara berbunyi kami pun bersiap untuk ke lapangan. Upacara berlangsung hampir 1 jam. Selesai upacara kami kembali ke kelas masing-masing.
***
    Bel istirahat berbunyi.
    "Kantin yuk." ujar Tya.
    "Lo aja deh, gue mau nyalin catetan yang kemaren." ujarku.
    "Lo gak lagi berantem sama Ario kan?" ujar Tya curiga.
    "Gak lah. Gue kan bukan anak kecil." ujarku cuek.
    "Okay deh, kalo mau nitip bbm yak." ujar Tya nyengir. Aku memakai headset dan mulai menyalin catatan. Sebenarnya Aku malas harus melihat Ario dan Fanya bersama.
    "Nyebelin." ujarku pelan. Tiba-tiba seseorang meletakkan kotak susu dan roti didepanku. Aku menoleh Ario berdiri di sana.
    "Lo ngapain?" ujarku bingung.
    "Nemenin lo." ujarnya duduk didepanku. Aku melihatnya tak mengerti.
    "Buruan makan lo laper kan." ujarnya cuek.
    "Thanks." ujarku mengambil kotak susu dan meminumnya. Ario terus memperhatikanku.
    "Lo kenapa si?" ujarku bingung dengan sikapnya.
    "Gpp." ujar Ario cuek. Aku pun melanjutkan menulis catatan. Ario mengambil secarik kertas dan pensil. Ia mulai sibuk sendiri. Bel berakhirnya istirahat berbunyi.
    "Gue ke kelas dulu ya, jangan lama-lama marahnya." ujarnya tersenyum lalu pergi. Aku terdiam melihatnya. Kulihat kertas yang ia tulis tadi. Ia menggambar setangkai mawar yang indah. Disana juga tertulis kata maaf. Aku tersenyum melihatnya.
***
    Bel pulang sekolah berbunyi. Aku bersiap hendak pulang. Aku dan Tya berjalan keluar kelas. Aku melihat Ario berdiri didepan kelas. Ia menghampiri kami. "Ty, gue pinjem Giska dulu ya." ujar Ario tersenyum dan menarik tanganku. Aku hanya diam tak mengerti dengan sikapnya.
    "Mau kemana?" ujarku bingung.
    "Ikut aja." ujar Ario tanpa melepaskan tanganku. Semua anak melihat kami berdua. Dan Fanya salah satunya.
    "Gak usah digandeng juga gue kan udah gede." keluhku.
    "Gpp, nanti lo kabur kalo gak dipegangin." ujar Ario asal.
    "Dasar." ujarku pelan. Kami berdua berjalan menuju parkiran. Setelah itu Ario langsung mengajakku pergi. Kami berhenti disebuah taman kota.
    "Ngapain ke sini?" ujarku bingung.
    "Udah diem aja." ujar Ario. Aku mengikutinya. Ia duduk didekat danau yang ada disana. Aku pun duduk disebelahnya. Diam menyelimuti kami berdua.
    "Sorry." ujarnya pelan.
    "Hmmm." ujarku singkat.
    "Gue gak pernah ngasih tau siapapun tentang kita." ujarnya memulai pembicaraan. Aku hanya diam. "Itu hak lo buat percaya atau gak." ujar Ario.
    "Kalo gue bilang gue gak pernah dorong Fanya kemarin lo percaya?" ujarku tanpa menoleh ke arahnya. Ario terdiam. "Mungkin emang harusnya kita gak mulai ini semua." ujarku pelan.
    "Lo nyesel?" ujar Ario.
    "Gak ko, cuma kayanya kita gak bisa lanjutin ini lagi. Bukan gue marah atau apa. Tapi gue sadar ini gak bakal berjalan lancar." ujarku pelan.
    "Sorry." ujar Ario pelan.
    "Ini bukan salah lo sepenuhnya ko. Lagian gue gak mau nahan lo lebih lama lagi." ujarku jujur.
    "Iya gue ngerti. Gue juga gak mau buat lo lebih kecewa lagi." ujar Ario.
    "Thanks." ujarku tersenyum.
    "Tapi jangan ngindarin gue lagi." ujar Ario mengacak-acak rambutku.
    "Ario." ujarku sebal. Ia hanya tertawa.
    "Cari tempat makan baru yuk." ujar Ario. Kami berdua pun pergi mencari tempat makan. Hari itu kami telah mengakhiri hubungan kami. Semuanya berakhir. Mungkin ini terakhir kalinya kami pergi bersama.
***
    Kami berdua menjalani hidup kami kembali. Walau tidak lagi bersama kami masih tetap berteman. Ujian kenaikan kelas telah berakhir. Nanti malam akan diadakan prom night. Aku masih tidur-tiduran dikamar. Sebuah pesan bbm masuk.
Ario : Lo dateng nanti?
    Aku pun membalasnya.
Giska : Maybe, Gue si niatnya mau tidur Ngantuk squint emotikon
    Tak lama Ario membalas kembali.
Ario : Dasar squint emotikon
    Baru saja Aku hendak membalas tiba-tiba seseorang masuk ke dalam kamarku. "Tya?" ujarku bingung.
    "Lo masih belum siap?" ujarnya mulai heboh.
    "Gue kayanya gak ikut deh." ujarku malas.
    "Ayo bangun." ujarnya membangunkanku.
    "Lo pergi aja sama Eza. Nanti gue jadi obat nyamuk doang lagi." ujarku asal.
    "Giska, lo gimana mau punya pacar lagi kalo lo gini. Apa lo masih belum move on dari Ario?" ujar Tya.
    "Ye ini gak ada urusannya." ujarku sebal.
    "Apa lo mau dijemput Ario bukan gue?" ujar Tya menggodaku.
    "Ih ngaco." ujarku sebal.
    "Makanya buruan siap-siap." ujar Tya.
    "Iya, gue ganti baju dulu." ujarku beranjak dengan malas kekamar mandi. Setelah menganti baju dengan dress biru muda Aku keluar.
    Tya menarikku dan merias wajahku dengan sedikit make up. "Harus pake make up juga?" keluhku.
    "Iyalah non. Lo kan mau ke prom masa polos banget gak pake apa-apa." ujar Tya. Ia merias wajahku dengan cepat.
    "Selesai." ujarnya. Aku terdiam melihat pantulan diriku di cermin. "Cantik kan. Yuk berangkat." ujar Tya tersenyum. Kami berdua turun ke bawah. Kulihat Eza duduk di ruang tamu.
    "Yuk jalan." ujar Tya menghampirinya. Kami pun pamit kepada orang tuaku. Diperjalanan Tya banyak mengajakku berbicara. "Aku berbakat kan yang." ujarnya kepada Eza.
    "Iya." ujarnya tersenyum.
    "Iya bakat maksa. Untung gue gak jadi ondel-ondel." ujarku asal. Eza hanya tertawa.
    "Lo cantik ko Gis." ujar Eza.
    "Aku gak cantik gitu?" ujar Tya cemberut.
    "Kamu lebih cantik." ujar Eza lembut. Tya pun tersenyum.
    "Dasar cemburuan." ujarku sambil tertawa. Kami pun tiba di tempat prom. Banyak siswa yang sudah datang. Kami pun duduk dikursi tak jauh dari taman. Eza pergi menghampiri teman-temannya.
    "Lo gak ngikutin Eza?" ujarku asal.
    "Gak, dia mau nyari Ario dulu." ujar Tya asal.
    "Ngapain?" ujarku bingung.
    "Buat nemenin lo." ujar Tya nyengir.
    "Pasti ini rencana lo." ujarku sebal.
    "Sorry." ujar Tya cekikikan.
    "Itu mereka. Selamat berduaan." ujar Tya kabur.
    "Dasar." ujarku pelan.
    "Katanya gak dateng." ujar Ario duduk didepanku.
    "Tuh kerjaan anak berdua." ujarku sebal. Aku menoleh ke Ario dia terdiam memperhatikanku.
    "No comment." ujarku menutup wajahku malu. Ario tertawa.
    "Tuh kan, gue apus aja deh." ujarku.
    "Jangan, Lo gak aneh ko." ujar Ario tersenyum.  "So, lo mau gebet siapa?" ujar Ario.
    "Ye gue gak mau gebet orang. Lo kan tau kelakuan Tya." ujarku sebal. Tiba-tiba Ario berdiri dan menarik tanganku.
    "Mau kemana?" ujarku bingung.
    "Lo gak cuma mau duduk doangkan?" ujarnya mengandeng tanganku. Ario mengajakku berdansa.
    "Lo gak sama Fanya?" ujarku pelan.
    "Gak." ujarnya singkat.
    "Tumben." ujarku asal.
    "Lo mau jadi Tya kedua? nyomblangin gue sama Fanya?" ujarnya asal.
    "Ye, gue kan cuma nanya." ujarku. Diam menyelimuti kami berdua. Kami saling bertatapan satu sama lain. Wajah kami pun sangat dekat.
    "Ambil minum yuk." ujarku mulai salting karna Ario terus menatapku. Kami berdua duduk didekat kolam.
    "Lo bosen?" ujar Ario.
    "Gak ko." ujarku pelan.
    "Ario." ujar seseorang menghampiri kami. Fanya. Ia terlihat sangat cantik dengan dress merah muda. "Lo dari tadi?" ujarnya.
    "Lumayan. Derian mana?" ujar Ario.
    "Tuh lagi ambil minum. Btw gue kesana ya have fun." ujarnya tersenyum.
    "Pacar Fanya?" ujarku melihat Fanya bersama cowok lain.
    "Iya." ujar Ario.
    "Lo gak patah hati kan?" ujarku tanpa pikir panjang. Ario tertawa.
    "Gue sama Fanya cuma temenan." ujarnya santai.
    "Okay kayanya gue tau lo ditolak." ujarku asal.
    "Sotoy." ujar Ario mencubit pipiku pelan. "Ikut gue yuk." ujarnya tersenyum.
    "Kemana?" ujarku bingung.
    "Udah ikut aja." ujar Ario. Aku pun mengikutinya. Kami berdua keluar dari tempat prom dan menuju mobil.
    "Lo gak mau nyulik gue kan?" ujarku ketika kami dijalan.
    "Untuk malam ini, iya." ujar Ario tersenyum.
    "Ngaco, gue kabarin Tya dulu takut dia nyariin." ujarku mengambil handphone.
    "Yang ada Tya yang nyulik lo." ujar Ario santai. Aku diam tak mengerti. Kami pun tiba disebuah restoran. Disana tidak terlalu ramai. Kami berdua masuk kedalam. Suasana romantis langsung menghampiri kami. Seperti telah dipersiapkan, kami duduk dimeja yang telah dipesan.
    "Ini rencana Tya?" ujarku curiga.
    "Bukan." ujar Ario sebal.
    "So?" ujarku bingung.
    "Lo kebanyakan nanya." ujar Ario. Tak lama makanan pun datang. Suara alunan musik menambah romantis suasana malam itu. Seorang pelayan memberikanku sebuah kartu. Aku membukanya disana tertulis "Do you want to be my girlfriends?" Aku melihat Ario menunggu jawabanku. Aku menulis dibawahnya dan memberikannya kepada Ario. "Do you play a joke?" Aku tertawa melihat wajah Ario yang sebal.
    "Just kidding." ujarku tersenyum.
    "Dasar." ujarnya sebal.
    "Lo gak mau denger jawaban gue?" ujarku.
    "Gak, gue gak jadi nembak lo." ujar Ario asal.
    "Dasar." ujarku sambil tertawa. Kami pun makan malam berdua. Canda menghampiri acara makan malam itu. Kami berdua pun bergegas pulang. Tapi Ario menghentikan mobilnya di taman tak jauh dari rumahku.
    "Lo nyebelin." ujarnya. Aku tertawa melihatnya.
    "Katanya gak jadi nembak gue." ujarku asal.
    "Dasar." ujar Ario tersenyum. "Sorry untuk yang kemarin. Gue tau gue udah nyakitin lo. Gue baru sadar kalo gue sayang sama lo setelah lo pergi." ujarnya serius. Aku terdiam.
    "Gue mau mulai semuanya dari awal. Bukan karna orang lain atau kontrak. Gue sayang sama lo bukan karna lo pelarian gue. Maaf karna sempet ragu." ujar Ario.
    "Gue ngerti ko." ujarku tersenyum. "Maaf untuk yang tadi." ujarku pelan.
    "Iya, tadi gue mau jemput lo, eh lo keduluan diculik Tya." ujar Ario sebal. Aku pun tertawa mendengarnya.
    "So?" ujar Ario.
    "Lo yakin mau pacaran sama gue? kalo gue cemburu terus ngelarang-larang lo gimana? Ntar gue dipu.." Belum selesai Aku melanjutkan ucapanku Ario sudah menutup mulutku.
    "Cukup tetep disamping gue. Gue gak bakal kasih aturan lain." ujarnya tersenyum.
    "Dasar." ujarku mengalihkan pandanganku kedepan menutupi wajahku yang memerah. Ario mengantarku pulang. Hari itu kami resmi jadian bukan karna orang lain bukan karna kontrak. Meski masih suka berdebat hubungan kami berjalan dengan apa adanya.

the end