SOULMATE
18 Desember tanggal dimana kami berdua
lahir. Hanya berbeda 18 menit ia lahir lebih dulu dariku. Kami berdua selalu
berada di sekolah, bahkan kelas yang sama. Entah itu takdir atau hanya
kebetulan.
"Ndut." ujar seseorang
merangkulku.
"Hmm." ujarku singkat.
"Hari ini gue ada latihan basket. Lo
balik sendiri ya." ujarnya nyengir.
"Sipp." ujarku tersenyum.
"Rasya." Seorang cowok dari tim
basket memanggilnya. Rasya menoleh dan tersenyum.
"Gue duluan ya." ujar Rasya
mengacak-acak rambutku.
"Lo sama Tasya pacaran ya?" ujar
Doni saat Rasya menghampirinya.
"Ide bagus juga." ujar Rasya
tertawa.
"Ye ini anak. Lo liat cewek yang
disana bro?" ujar Doni melirik ke arah Friska.
"Friska maksud lo?" ujar Rasya
santai.
"Lo udah kenal?" ujar Doni
kaget.
"Iya, dia sering nonton pertandingan
kita, terus minggu lalu dia minta pin gue." aku Rasya.
"Terus?" ujar Doni penasaran.
"Udah gitu aja." ujar Rasya
cuek.
"Lo tuh ya gak peka banget jadi
cowok." ujar Doni.
"Udah lo jangan bawel mending kita
latihan aja." ujar Rasya berlari ke arah lapangan.
***
Aku tiba dirumah pukul 2 siang.
"Panas banget hari ini." ujarku merebahkan tubuhku di atas ranjang.
Aku mengambil handphone dan melihat sebuah pesan masuk.
Udah sampe? lo gak sampe nyasar atau diculik kan? haha
Rasya
Aku tersenyum sebal melihat pesan Dari
Rasya. Aku pun membalasnya.
Baru sampe, gak dong kan penculiknya lagi latihan.
haha
Tasya
Setelah membalas pesan tersebut aku pun
beristirahat.
***
Keesokkan harinya seperti biasa
aku selalu berangkat bersama Rasya. Karna rumah kami bersebelahan, setiap pagi
Rasya menunggu didepan rumah. "Lama deh." ujar Rasya sebal.
"Sorry, tadi kesiangan hehe."
ujarku nyengir. Aku naik ke atas motornya. Kami berdua pun berangkat menuju
sekolah. Perjalanan 45 menit pun berlalu.
"Untung gak telat." ujar Rasya
membuka helmnya.
"Lo kan bawanya gelo." ujarku
asal.
"Makanya kalo bangun jangan siang
ndut." ujar Rasya mengacak-acak rambutku.
"Sya." ujar Nila teman
sebangkuku ketika kami tiba dikelas.
"What?" ujarku santai.
"Tebak siapa yang nyari lo
tadi?" ujar Nila dengan nada yang dibuat-buat.
"Pangeran Williams?" ujarku
nyengir.
"Ngaco." ujar Nila mencubitku.
"Aww." ujarku sebal.
"Udah bangun kan sekarang?" ujar
Nila terkikih.
"Rese lo. So? siapa?" ujarku
kembali ke topik utama.
"Ka Ardi ketua OSIS." ujar Nila.
"Ya ampun gue lupa ka Ardi minta
laporan acara kemaren." ujarku meletakkan kepala di atas meja.
"Dasar." ujar Rasya tersenyum
setelah menyimak pembicaraanku dengan Nila. Tak lama bel masuk pun berbunyi.
Pelajaran hari ini pun dimulai.
***
Bel istirahat berbunyi. Aku langsung
merapihkan barang-barang dan mengambil laporan untuk ka Ardi. "Nila gue ke
ruang OSIS bentar ya, nanti pesenin kaya biasa, ok." ujarku langsung
kabur.
"Dasar Tasya." ujar Nila heran.
Aku berjalan dengan terburu-buru. Tiba didepan ruang OSIS aku masuk dengan perlahan.
"Misi ka." ujarku pelan. Ka Ardi sudah menungguku.
"Ka." ujarku pelan
menghampirinya.
"Pasti kesiangan." ujar Ka Ardi
melihat ke arahku.
"Hehe biasa ka." ujarku nyengir.
"Oh iya, ini laporan acara
kemarin." ujarku menyerahkan satu bundel kertas.
"Ok deh, thanks ya." ujar Ka
Ardi tersenyum. "Lain kali jangan telat lagi ya." ujarnya kembali.
"Sipp. Kalo gitu aku duluan ya
ka." ujarku tersenyum. Aku berjalan menuju kantin tiba-tiba seseorang
menghampiriku.
"Tasya." ujarnya.
"Iya." ujarku sedikit bingung.
"Gue Friska anak IPA 3. Boleh nanya
sesuatu?" ujarnya tersenyum.
"Iya, kenapa Fris?" ujarku bingung.
"Lo pacaran ya sama Rasya?" ujar
Friska.
"Rasya? gak ko, kita emang temenan
dari kecil. Kenapa mang?" ujarku bingung.
"Oh gitu, berarti lo bisa bantuin gue
deket sama Rasya?" ujar Friska tersenyum.
"Gue gak janji ya." ujarku
bingung.
"Gue cuma minta buat jalan berdua
sama dia ko, sekali aja." ujar Friska penuh harap.
"Gue usahain ya Fris." ujarku
tersenyum.
"Thanks ya Sya." ujar Friska
senang lalu ia pun berlalu. Aku berjalan dengan pelan menuju kantin. Entah
perasaanku menjadi tidak menentu. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya ada yang
minta bantuanku untuk dekat dengan Rasya. Dari jauh aku melihat Nila, Galih dan
Rasya sedang berbincang. Aku pun menghampiri mereka.
"Gue laper nih." ujarku duduk.
"Lo tuh ya makan mulu pikirannya. Ntar
gendut aja." ujar Nila asal.
"Kan udah." ujar Rasya santai.
"Gpp, kan sehat. Lagian gue masih
wajar." ujarku tak peduli.
"Tasya bukan masalah sehat atau gak.
Tapi banyak cowok yang suka sama cewek kurus." ujar Nila mulai berdakwah.
"Iya bener." ujar Galih jujur.
"Ih lo berdua mentang-mentang pacaran
kompak banget ceramahin gue." ujarku sebal.
"Faktanya emang gitu." ujar
Rasya angkat bicara. Aku hanya diam. "Tapi lo gak boleh jadi orang lain
cuma untuk disukain." ujar Rasya tersenyum.
"Gue duluan ke kelas ya. Yuk Lih,
ntar kelamaan disini lo bisa jadi ibu-ibu rumpi." ujar Rasya asal.
"Sya, lo sama Rasya sebenernya gimana
si?" ujar Nila ketika cowok-cowok sudah pergi.
"Gak gimana-gimana." ujarku
cuek.
"Lo berdua kan udah kaya soulmate. lahir
bareng, sekolah bareng sekelas pula, rumah sebelahan, selalu berduaan
mulu." ujar Nila heran.
"Iya itu karna kita tetangga. Lagian
Rasya nganggep gue itu saudaranya." jelasku.
"Dan lo?" ujar Nila.
"Temen kecil." ujarku singkat.
"Lo gak pernah takut kehilangan dia
gitu?" Tanya Nila heran.
"Gak, karna Rasya selalu disamping
gue." ujarku tersenyum. "Btw lo kenal Friska anak IPA 3?"
tanyaku.
"Friska yang Madonna sekolah
itu?" tanya Nila balik.
"Madonna? hmm, iya si dia cantik
soalnya." akuku jujur.
"Kenapa mang Sya?" ujar Nila
bingung.
"Tadi dia minta tolong buat deketin
dia sama Rasya." ujarku pelan.
"Ko bisa? Kalo Friska si Rasya bisa
takluk." ujar Nila.
"Rasya gak gitu." ujarku sebal.
"Jadi ada yang takut kehilangan ni?"
ujar Nila usil.
"Siapa yang takut." ujarku
sebal.
"Sya, gue tau lo sama Rasya deketnya
gimana. Tapi lo gak bisa selamanya disebelah dia. Apalagi kalo dia punya pacar
lo harus bisa ngertiin ceweknya." ujar Nila menasehatiku. Aku hanya diam.
***
Malam itu aku tidak bisa tidur. Tiba-tiba
suara handphone mengagetkanku.
Ndut lo belum tidur?
Rasya
Aku sedikit heran membaca pesan itu.
Kulihat keluar jendela kamar, Rasya tengah duduk didepan jendela kamarnya.
Kamar kami persis bersebelahan walau berbeda rumah. "Lo belum tidur?"
ujarku pelan.
"Belum." ujarnya singkat.
"Lo kenapa? dari tadi siang diem aja." ujarnya lagi.
"Gpp." ujarku singkat.
"Rasya." ujarku pelan.
"Kenapa?" ujar Rasya lembut.
"Kalo lo seandainya lo harus milih
pacar atau temen, lo lebih milih siapa?" ujarku pelan.
"Lo." ujarnya singkat.
"Sya gue serius." ujarku sebal.
Rasya tertawa melihatku.
"Udah ah gue mau tidur aja."
ujarku sebal.
"Tasya." ujar Rasya memanggilku.
"Hmmm." ujarku singkat.
"Kalo lo lebih milih yang mana?"
ujar Rasya.
"Dua-duanya." akuku jujur.
"Curang dasar." ujar Rasya
tersenyum. "Gue gak akan ninggalin lo ko, gue kan udah janji. So lo gak
usah mikir aneh-aneh lagi ok." ujar Rasya tersenyum.
"Iya." ujarku tersenyum.
"Sya, lo kenal Friska?" ujarku lagi.
"Iya, kenapa?" ujar Rasya
bingung.
"Dia cantik ya." ujarku pelan.
"Iya." ujar Rasya singkat.
"Pasti lo suka." ujarku asal.
"Emang lo setuju gue sama dia?"
ujar Rasya.
"Kalo lo suka ya gue pasti
setuju." ujarku pelan. "Gue tidur duluan ya, night." ujarku
menutup jendela kamar.
"Gue lebih suka lo dari Friska."
ujar Rasya.
***
"Tasya." seseorang memanggilku
dari jauh.
"Kenapa Fris?" ujarku bingung.
"Gimana yang kemaren?" ujar
Friska tersenyum.
"Minggu besok gimana?" ujarku.
"Boleh, ketemu di PIM ya." ujar
Friska.
"Ok deh." ujarku mengiyakan.
"Thanks ya Tas. Gue ke kelas dulu
ya." ujar Friska. Aku berjalan menuju kelas. Dari jauh Rasya sudah
melihatku dan Friska. Ia hanya diam.
***
"Sya, minggu besok ke PIM yuk."
ujarku ketika kami akan pulang bersama.
"Boleh." ujarnya singkat.
"Lo kenapa? sakit?" ujarku
bingung.
"Gak ko, yuk balik." ujarnya
tersenyum. Kami berdua pun pulang ke rumah. Sesampainya di rumah Rasya langsung
masuk tanpa sepatah kata pun.
***
Aku terdiam dikamar. Malam itu sepi
sekali. Aku menoleh ke arah jendela kamar Rasya tidak ada orang di sana.
"Ndut lo ngapain ngelamun." ujar Rasya mengagetkanku.
"Hah, gak." ujarku salting.
Rasya hanya menganggkat bahunya.
"Rasya." ujarku pelan.
"Hmm." ujarnya sambil memegang
gitar. "Gue gak salah kan ngasih Friska kesempatan jalan sama lo?"
ujarku dalam hati.
"Ndut?" ujarnya bingung.
"Gak jadi." ujarku tersenyum.
Rasya memainkan lagu Kita dari sheila on 7. Suara dan alunan gitarnya sangat
merdu. Tanpa sadar aku tertidur. Rasya menyadari aku tertidur, ia pun
menghentikan petikan gitarnya sejenak. Ia mengambil handphone dan memotretku.
"Lo mang paling cantik pas lagi
tidur." ujar Rasya pelan. Rasya pun melanjutkan kembali permainan
gitarnya. waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. "Ndut." ujar Rasya
membangunkanku.
"Hmmm." ujarku masih setengah.
"Pindah sana, ntar sakit
badannya." ujar Rasya sambil meletakkan gitatnya. Aku pun bangun dan
pindah ke ranjang.
***
Rasanya hari ini aku malas untuk beranjak
dari tempat tidur. Aku masih berselimut diatas kasur. Ceklek suara pintu kamar
terbuka. "Bentar lagi mah aku bangun." ujarku malas.
"Mau tidur sampe jam berapa
ndut?" suara itu tak asing bagiku.
"Rasya." ujarku kaget.
"Bangun sana ganti baju kita lari pagi."
ujarnya tersenyum.
"Lo aja deh Sya, gue mau tidur lagi
ok." ujarku menarik selimut kembali.
"Ndut lo harus olahraga biar
sehat." ujarnya menarik selimutku.
"Sya lo kan tau gue gak suka
olahraga." ujarku sebal.
"Lo mau bangun apa gue angkat sampe
bawah?" ujarnya serius.
"Kaya kuat aja." ujarku masih
tak mau kalah. Tiba-tiba Rasya mengangkatku. Detak jantungku menjadi tak
menentu. Aku terdiam melihat wajahnya sangat dekat.
"Rasya." Tiba-tiba suara pintu
terbuka. Ka Bayu mengagetkan kami berdua. Rasya yang kaget tanpa sengaja
menjatuhkanku diatas kasur.
"Aww." ujarku kaget. Ka Bayu
hanya tertawa melihat kami berdua.
"Lagi main putri-putrian ni
ceritanya." ujarnya usil. Rasya hanya tersenyum malu.
"Ka Bayu." ujarku sebal. Ka Bayu
hanya menganggkat kedua bahunya tak peduli.
"Sya turun yuk jadi lari pagi kan
kita." ujar Ka Bayu mengajak Rasya turun.
"Iya ka." ujar Rasya tersenyum.
"Bangun jangan tidur lagi."
ujarnya ketika ka Bayu sudah turun.
"Hmmm." ujarku malas. Ketika ia
telah pergi aku pun melanjutkan tidurku kembali.
***
"Rasya." ujarku terbangun karna
kaget. Aku melihat jam sudah menunjukkan pukul 9. Dalam mimpi aku melihat Rasya
pergi dengan orang lain tanpa menoleh ke arahku.
"Mimpi buruk." ujarku pelan. Aku
beranjak dari kasur dan bergegas untuk mandi. Selesai berpakaian aku pun turun
untuk sarapan.
"Pasti baru bangun." ujar Ka
Bayu yang tengah duduk bersama Rasya di meja makan.
"Apa si ka." ujarku sebal. Rasya
hanya tersenyum melihat kami.
"Papah Mamah mana ka?" ujarku
ikut duduk bersama mereka.
"Udah pergi tadi pagi ada acara
kantor katanya." ujar Ka Bayu.
"Ohh." ujarku pelan.
"Kakak nanti mau pergi juga kamu gak
apa-apa kan dirumah sendiri?" ujar Ka Bayu. "Kalo takut ajak Rasya
main aja. Tapi jangan main putri-putrian lagi, kasian Rasya gendong kamu
berat." ujarnya usil.
"Ka Bayu." ujarku sebal.
"Makanya ikut olahraga kalo
pagi." ujar Rasya ikut bicara.
"Ok ok fans cukup ya nasehat
singkatnya." ujarku asal.
"Dasar kamu." ujar Ka Bayu. Kami
bertiga pun melanjutkan sarapan kami. canda tawa menemani kami pagi itu.
"Kakak mau mandi dulu ya." ujar
Ka Bayu selesai makan. Rasya membantuku membereskan meja makan.
"Mau nyari apa ke PIM?" ujar
Rasya membuka pembicaraan.
"Hmmm, liat-liat aja." ujarku
bingung menjawab apa.
"Dasar." ujar Rasya
mengacak-acak rambutku.
"Sya." ujarku pelan.
"Hmmm." ujarnya.
"Gak jadi." ujarku tersenyum.
"Gue balik dulu ya mau mandi nanti
kalo udah mau jalan bbm ok." ujarnya tersenyum.
"Ok deh." ujarku.
"Apa gue bilang aja ya sama Friska
gue gak bisa?" ujarku setelah Rasya pergi.
"Gak bisa apa hayo?" ujar Ka
Bayu mengagetkanku.
"Kakak ngagetin aja." ujarku
sebal.
"Kamu punya rencana aneh ya buat
Rasya." ujar Ka Bayu penasaran.
"Gak ka." ujarku singkat.
"Yaudah." ujar Ka Bayu.
"Ka Bayu." ujarku pelan.
"Aku gak salah kan ngasih kesempatan
Friska jalan sama Rasya?" ujarku pelan.
"Gak ko, tapi harusnya kamu minta
pendapat Rasya juga." ujar Ka Bayu mengelus lembut rambutku.
"Iya ka. Tapi aku takut." ujarku
dengan nada berat.
"Takut Rasya bakal ninggalin
kamu?" ujar Ka Bayu. Aku hanya bisa mengangguk lemah.
"Kamu udah gede ya." ujar Ka
Bayu tersenyum.
"Kakak." ujarku sebal. Ka Bayu
pun tertawa.
"Coba tanya hati kamu kenapa kamu
sekarang kaya gini." ujar Ka Bayu tersenyum. "Kakak pergi dulu
ya." ujarnya lagi. Aku terdiam sejenak memikirkan ucapan Ka Bayu. Aku
masih belum méngerti maksud dari perkataannya.
"Hmmm mungkin aku emang harus bilang
ke Rasya soal Friska." ujarku dengan yakin lalu bersiap untuk pergi.
***
Aku berkaca didalam kamar. Kulihat
pantulan diriku disana. Aku mengenakan celana jeans dan kaos polos dilengkapi
dengan jaket jeans. "Semoga mimpi itu gak jadi kenyataan." ujarku
mengingat mimpi burukku tadi pagi. Rasya sudah menungguku di depan rumah. Ia
mengenakan pakaian yang tak jauh berbeda denganku. Kami berdua berangkat menuju
PIM.
"Sya." ujarku saat kami tiba
ditempat parkir PIM.
"Hmmm." ujarnya sambil melepas
helm.
"Sebenernya..." ujarku ragu
untuk melanjutkan ucapanku.
"Kenapa?" ujar Rasya lembut.
"Hari ini sebenernya yang mau jalan
sama lo itu Friska." ujarku menunduk.
"Thanks udah jujur." ujar Rasya
tersenyum. "Terus nanti lo mau nunggu gue dimana?" ujar Rasya.
"Gue bisa pulang sendiri ko, jadi lo
bebas seharian jalan sama Friska." ujarku tersenyum.
"Kalo lo bt atau mau pulang bilang
gue ya." ujarnya sambil mengacak-acak rambutku. Aku hanya mengangguk
pelan.
"Ok deh kalo gitu gue langsung ke
tempat Friska." ujar Rasya tersenyum lalu pergi meninggalkanku. Aku
berjalan mengelilingi beberapa toko yang ada disana.
"Tasya." seseorang memanggilku.
"Nila, lo lama banget si
datengnya." ujarku sebal.
"Lo lagian tiba-tiba banget nyuruh
gue ke sini. Untung gue belum janjian sama Galih." ujar Nila yang gak mau
disalahin.
"Hehe, abisnya gue bingung mau
ngapain. Masa iya gue langsung balik." akuku jujur.
"Lagian lo aneh-aneh aja si. Ngapain
coba pake bantuin Friska jalan sama Rasya." ujar Nila heran.
"Gue kan gak enak kalo nolaknya. Udah
ah jangan bahas lagi, mending kita nonton FF7 aja." ujarku sambil menarik
tangan Nila menuju bioskop.
"Karna lo yang ngajak so lo yang
traktir ya." ujar Nila sambil nyengir kuda.
"Iya, udah gak usah pake bawel
deh." ujarku menarik Nila masuk. Ketika kami menuju antrian tiket aku
melihat Friska dan Rasya sedang mengantri tiket. Aku merasakan seperti dejavu.
"Sya, lo ko diem." ujar Nila
mengagetkanku.
"Gak ko, ada Rasya." ujarku
pelan.
"Friska gak di sekolah gak di luar
tetep cantik ya." ujar Nila.
"Iya." ujarku pelan. "Gue
mesen tiket dulu ya." ujarku ketika melihat mereka telah pergi.
Selesai membeli tiket kami membeli pop
corn dan pepsi untuk cemilan didalam. Saat kami menuju pintu bioskop Rasya
sedang berdiri disana. Rasya melihat kami dan tersenyum.
"So Friska sekarang?" ujar Nila
menggoda Rasya. Ia hanya tersenyum.
"Nonton FF7 juga?" ujar Rasya.
"Iyap, Friska mana?" ujar Nila.
"Toilet, paling bentar lagi juga
muncul." ujar Rasya. Tak lama Friska pun muncul. Ia tersenyum melihat
kami.
"Masuk yuk sya." ujarnya
mengajak Rasya masuk bioskop.
"Duluan ya." ujar Rasya
tersenyum. Aku hanya diam tak bisa bicara apa-apa.
"Yuk Sya kita masuk juga." ujar
Nila menarik tanganku. Kami masuk ke dalam. Kami duduk dua bangku dibelakang
mereka.
"Nil mereka cocok ya?" ujarku
pelan.
"Lumayan." ujar Nila sambil
memakan beberapa pop corn. Aku hanya diam.
"Sya lo kenapa tadi diem aja? Lo
cemburu?" ujar Nila. Aku hanya diam.
"Sya, walau gue baru kenal sama lo
tapi gue bisa liat kalo lo sama Rasya itu punya feel tersendiri. Kalo mang lo
suka sama dia lo jangan ngasih kesempatan cewek lain." ujar Nila lembut.
"Gue gak tau Nil, sebenernya ini
bukan yang pertama kali gue bantuin cewek deket sama dia. Dan Rasya pun pernah
punya pacar tapi gue gak gini-gini banget." ujarku.
"Iya karna dulu lo masih belum sadar
sama perasaan lo." ujar Nila.
"Eh tapi Rasya pernah punya
pacar?" ujar Nila kaget.
"Iya, waktu di SMP dulu. Itu juga
karna gue yang ngenalin kaya gini." akuku jujur.
"Tapi bukannya Rasya selalu sama lo
terus ya?" ujar Nila bingung.
"Iya, paling mereka jalan weekend
doang." ujarku.
"Tega lo." ujar Nila tertawa
pelan.
"Ko tega si?" ujarku sebal.
"Gue si kalo sebagai ceweknya bakal
bt sama lo. Lo memboikot pacar orang." ujar Nila dengan nada bercanda.
"Ye itu mah si Rasya nya aja yang
selalu sama gue." ujarku asal.
"Tapi lo nya juga nyaman kan."
ujar Nila menggodaku. Aku hanya diam mengiyakan ucapan Nila.
"Tasya tanpa lo sadar perasaan lo ke
Rasya itu udah tumbuh bukan sebates temen kecil. Sekarang saran gue sebelum
Rasya jadian sama Friska mending lo jujur atau gak coba lo kasih kode ke
dia." ujar Nila.
"Tapi Friska kan perfect banget semua
cowok aja ngantri jadi pacarnya." ujarku pelan.
"Iya si, tapi yang gue liat Rasya gak
gitu ko. Harusnya lo kan lebih tau Rasya daripada gue. Kemaren kan lo sendiri
yang bilang." ujar Nila heran.
"Iya si, cuma untuk kali ini gue gak
yakin." ujarku pelan.
"Lo harus yakin, gue bakal bantuin lo
ko." ujar Nila semangat. "Tuh kan jadi ketinggalan filmnya lo si kan
sayang udah gratis gak ditonton." ujar Nila melihat film yang udah
berputar 30menit. Kami berdua pun melanjutkan tontonan kami. Sesekali aku
melihat kearah Rasya mereka tampak akrab. Kali ini aku merasa takut untuk
kehilangan dia.
***
"Film nya seru ya." ujar Nila
saat film berakhir.
"Iya, yuk, lo mau kemana abis
ini?" ujarku sambil bersiap-siap untuk keluar.
"Muter-muter aja yuk gue mau
liat-liat baju buat prom night sama Galih." ujar Nila sambil nyengir.
"Wuu dasar. Emang wajib beli baju
baru kalo mau prom?" ujarku asal.
"Gak si, cuma gue mau tampil fresh
aja, masa gue pake baju itu-itu lagi." ujar Nila.
"Ndut." ujar Rasya memanggilku
ketika kami melewati mereka. Aku pun menoleh, Rasya menghampiriku.
"Makan yuk, gue sama Friska mau makan
nih." ujarnya. Friska hanya tersenyum namun dapat kulihat bahwa ia
memintaku untuk membiarkan mereka berdua.
"Gue sama Nila masih mau liat-liat,
lo duluan aja ya. Oh iya kalo lo mau pulang duluan gak apa-apa nanti gue bareng
Nila." ujarku tersenyum.
"Oh yaudah kalo gitu." ujar
Rasya sedikit kecewa. "Jangan pulang malem-malem." ujar Rasya
tersenyum lalu pergi bersama Friska.
"Lo tuh ya." ujar Nila
mencubitku.
"Awww, lo kenapa si Nil?" ujarku
sebal.
"Gue heran sama lo katanya takut
kehilangan Rasya tapi malah ngasih kesempatan cewek lain mulu." ujar Nila
sebal.
"Gue cuma mau kasih kesempatan aja
Nil, untuk hari ini." ujarku. Kami berdua masuk kedalam beberapa toko dan
melihat beberapa dress cantik.
"Sya, ini cocok deh kayanya buat
lo." ujar Nila sambil menunjukkan dress cantik berwarna merah muda.
"Kan lo yang mau beli, kenapa jadi
gue." ujarku asal.
"Udah jangan bawel cobain sana."
ujar Nila memaksaku.
"Huhh, dasar. Just nyoba ya."
ujarku mengambil baju tersebut dan mencobanya. Setelah selesai mencoba akupun
keluar untuk memperlihatkannya pada Nila. "Udah?" ujarku sebal.
"Tuh kan cocok. Tinggal make up dikit
lo udah jadi Cinderella deh." ujar Nila tersenyum. Aku melihat pantulan
diriku dikaca.
"Coba lo kurusin dikit pasti tambah
ok." ujarnya lagi. Aku hanya diam.
"Sekarang gue mau nyoba dress ini lo
komen ya." ujarnya menunjukkan dress putih yang anggun. Aku langsung
mengganti baju kembali dan meletakkan dress tersebut pada tempatnya.
"Gimana?" ujar Nila keluar dari
kamar pass. Nila terlihat cantik dengan dress tersebut. Walau tak seterkenal
Friska, Nila merupakan salah satu cewek popular di sekolah.
"Cantik." ujarku tersenyum.
"Cocok kan." ujarnya senang.
"Gue ambil yang ini deh." ujarnya tersenyum. Setelah berganti baju ia
pun membayar dress tersebut. Kami berjalan kembali menelurusi beberapa toko.
Tiba-tiba handphone Nila berbunyi.
"Hallo." ujarnya dengan riang.
"Aku di PIM nih sama Tasya, kamu udah
disini mau jemput?" ujarnya bingung. Nila menoleh ke arahku dan aku
mengijinkannya. Ia pun tersenyum senang.
"Ok deh, aku kesana ya." ujarnya
senang.
"Beda deh yang dijemput pacar
mah." ujarku menggoda Nila.
"Iya dong. Oh iya, nih harus lo pake
ya pas prom nanti kalo gak gue marah." ujar Nila nyengir. Nila memang
salah satu anak pejabat namun dia selalu sederhana dan rendah hati.
"Thanks ya, pasti lo kode minta kado
bulan depan mau ultah." ujarku menggodanya.
"Nah itu maksudnya." ujarnya
tertawa senang.
"Gue balik duluan ya, kasian Galih
nunggu dari tadi." ujarnya tersenyum lalu pergi meninggalkanku. Aku
berjalan sendiri tiba-tiba seseorang merangkulku, aku pun langsung menoleh dan
Rasya melihatku tersenyum. Deg. Detak jantungku berdetak dengan cepat.
"Lo ngapain ngelamun sendirian?"
ujarnya masih belum melepaskan rangkulannya.
"Gak ko, orang gue lagi
liat-liat." ujarku mengelak. "Friska mana?" ujarku bingung.
"Balik." ujar Rasya dengan
santai.
"Lo gak nganterin?" ujarku
heran.
"Gak, kalo gue nganterin dia terus
yang nganter lo pulang siapa?" ujarnya santai.
"Kan gue bisa pulang sendiri."
ujarku cuek.
"Gue takut lo diculik ntar."
ujarnya nyengir. "Ikut gue yuk." ujarnya lagi mengenggam tanganku.
Aku hanya diam mengikutinya.
"Kita mau kemana?" ujarku ketika
kami berdua sampai diparkiran. Langit sore itu sudah mulai gelap.
"Makan terus pulang deh." ujar
Rasya tersenyum.
"Bukannya tadi lo udah makan?"
ujarku bingung.
"Belum." ujar Rasya “Udah yuk
buruan naik.” Ujarnya lagi. Aku pun menuruti ucapannya. Motor yang ia kendarai
menyusuri jalanan ibu kota yang cukup padat. Hampir satu jam perjalanan yang
kami lalui. Rasya menepikan motornya ke sebuah tempat makan yang berada di
pinggir jalan namun dengan suasana candle light dinner. Aku turun dan
mengikutinya masuk. Diam menghampiri kami berdua.
"Lo mau makan apa Tas?" ujarnya
melihat menu disana.
"Gue ayam bumbu Bali." ujarku
melihat list menu disana.
"Ok, minumnya?" ujar Rasya.
"Milkshake coklat." ujarku.
Rasya mengisi list menu ia memesan ayam
betutu dan capucino serta ayam bumbu Bali dan milkshake coklat. Ia pun
memanggil pelayan dan memberikan menu tersebut. "Tempatnya enak kan?"
ujarnya tersenyum. Aku hanya tersenyum.
"Lo kenapa diem terus daritadi?"
ujarnya kembali.
"Gak ko, jadi gimana tadi sama
Friska?" ujarku dengan hati-hati.
"Fun, dia baik orangnya." ujar
Rasya.
"Bakal jadi calon pacar selanjutnya
dong." ujarku sambil memainkan lilin yang menyala. Sejenak Rasya diam
melihatku. Lalu ia tersenyum.
"May be yes may be no." ujarnya
santai.
"Why? Friska kan suka sama lo?"
ujarku bingung.
"Terus?" ujar Rasya cuek. Aku
hanya diam karna sebal mendengar ucapannya.
"Tasya seandainya ada cowok yang suka
sama lo mang lo langsung terima?" ujarnya serius. Aku hanya menggeleng
pelan.
"Terus? kalo seandainya ada cewek
lain, dia gak secantik dan seperfect Friska lo bakal milih dia apa
Friska?" ujarku tanpa berani melihatnya.
"Siapa mang ceweknya? kalo lo mungkin
gue bakal milih lo." ujar Rasya santai. Deg. hatiku berdetak kencang.
"Lo paling becanda." ujarku
asal. Rasya hanya tertawa melihatku. Makanan kami pun datang. Pembicaraan
sejenak berhenti.
"Enak." ujar Rasya sambil
menyuap ayam betutunya.
"Sambelnya pedes." ujarku
kepedesan. Aku memang tidak terlalu suka pedas berbeda dengan Rasya.
"Anak kecil." ujarnya tersenyum.
"Tapi tempat sama makanannya enak
kan?" ujarnya lagi.
"Ia rekomended. Bakal lebih romantis
kalo bawa pasangan ke sini." ujarku sambil makan. Rasya sedikit kaget
mendengar ucapanku. Ia sempat tersedak.
"Lo gak apa-apa?" ujarku
bingung.
"Iya, cuma kaget aja lo ngomong
gitu." ujarnya setelah minum.
"Ye gue kan juga pengen punya
pacar." ujarku sebal.
"Kan ada gue." ujar Rasya asal.
"Lo mah gak setia punya pacar yang
lain." ujarku jujur.
"Lo cemburu?" ujarnya serius.
"Gak." ujarku salting. Rasya pun
tertawa melihatku.
"Btw belanja apa tadi?" ujar
Rasya melihat tentengan yang kubawa.
"Oh ini, biasa Nila beliin baju kode
minta dikadoin pas ultah." ujarku asal.
"Oh gitu." ujar Rasya. Setelah
selesai kami berdua pun pulang ke rumah.
"Langsung tidur jangan begadang besok
kita kesiangan lagi." ujarnya.
"Iya." ujarku tersenyum. Kami
berdua masuk ke dalam rumah masing-masing. Setelah membersihkan diri dan
berganti baju aku pun tidur.
***
Keesokan harinya kami berdua berangkat
sekolah seperti biasa. Saat istirahat sesuatu yang tak biasa pun terjadi.
Friska berdiri didepan kelasku. Aku menyenggol tangan Nila. Friska melambaikan
tangannya dan Rasya membalasnya. Rasya menghampirinya dan mereka pergi bersama.
"Sya, Rasya gak jadian kan sama
Friska?" ujar Nila bingung.
"Kemarin Rasya gak bilang apa-apa ke
gue." ujarku pelan.
"Mereka cuma makan bareng doang kali,
jangan pada mikir aneh-aneh deh." ujar Galih ikut nimbrung.
"Tapi kan gak biasanya." ujar
Nila.
"Ssttt." ujar Galih memberikan
kode kepada Nila.
"Iya Sya, mending kita kantin aja
yuk." ujar Nila menarik tanganku. Sesampainya dikantin kami melihat Rasya
dan Friska sedang bercanda berdua. Kami duduk tak jauh dari mereka. Aku
mengambil kursi yang membelakangi mereka berdua. Ketika pulang sekolah Rasya
pun pulang bersama Friska. Ia bahkan tak menjelaskan apa pun. Kejadian itu
berlangsung hingga satu minggu.
***
"Sya." ujarku pelan saat kami
tiba di sekolah.
"Hmmm." ujarnya sambil melepas
helm.
"Gak jadi." ujarku tersenyum.
"Dasar." ujarnya tersenyum
sambil mengacak-acak rambutku.
"Hari ini latihan?" ujarku.
"Iya, paling sampe jam 4 mau
liat?" ujar Rasya tersenyum.
"Hari ini Nila minta temenin nyari
sepatu." ujarku.
"Jangan pulang malem-malem."
ujar Rasya tersenyum.
"Sya." ujar Galih memanggilnya
saat kami tiba di kelas. Rasya pun menghampirinya. Mereka berdua pun berbicara
serius. Aku duduk ditempatku disana Nila sudah menunggu.
***
Sepulang sekolah aku dan Nila berangkat
menuju sebuah mall tak jauh dari sekolah kami. Kami berdua berjalan menusuri
beberapa toko untuk melihat beberapa sepatu cantik.
"Sya, itu cocok sama dress
kemarin." ujar Nila menghampiriku yang sedang melihat sepatu heels merah
muda.
"Iya, cantik kan." ujarku
tersenyum dan mencobanya.
"Tuh kan pas lagi." ujar Nila
tersenyum.
"Iya tapi masih belum biasa buat
jalan, lo udah dapet yang cocok?" ujarku.
"Nanti juga biasa." ujar Nila.
"Ini gimana?" ujar Nila
menunjukkan sepatu heels putih yang anggun.
"Bagus." ujarku tersenyum. Kami
berdua pun membayar sepatu tersebut. Sebelum pulang kami sempat membeli ice
cream.
"Jadi, lo bakal pergi sama
Rasya?" ujar Nila sambil menyuap ice creamnya.
"Gak tau, lo kan tau dia lagi deket
sama Friska." ujarku.
"Iya so, coba aja lo ajak duluan. Gue
yakin Rasya pasti mau." ujar Nila tersenyum.
"Iya." ujarku tersenyum. Selesai
makan kami berdua pun pulang. Diperjalanan aku banyak terdiam. Pukul 6 aku
sampai di rumah. Mamah sedang menyiapkan cake coklat didapur.
"Tumben mah buat cake coklat."
ujarku mengambil sepotong.
"Iya, buat Rasya." ujar mamah
lembut.
"Tumben." ujarku asal.
"Kamu gak tau? Rasya tangan kanannya
luka pas tadi main basket." ujar mamah.
"Luka gimana mah?" ujarku
bingung.
"Mamah juga kurang tau. Nanti kita
jenguk aja." ujar mamah. "Udah sana mandi terus ganti baju."
ujarnya lagi. Aku masuk kedalam kamar. Kulihat dari jendela kamar Rasya sedang
tertidur. Aku tersenyum melihatnya baik-baik saja
"Makanya hati-hati lain kali."
ujarku pelan. Aku pun bergegas mandi dan mengganti baju. Setelah selesai aku
pun turun dan menghampiri mamah. "Mah." ujarku pelan.
"Udah siap? yuk jalan." ujar
mamah tersenyum. Kami berdua pergi ke rumah Rasya. Disana tante Rika menyambut
kami.
"Jeng Tari sama Tasya sampe nenggok
ke sini." ujarnya ramah.
"Iya jeng, Rasya gimana
keadaannya?" ujar mamah khawatir.
"Cuma keseleo aja ko jeng, paling 3-4
hari juga udah sembuh." ujar tante Rika tersenyum.
"Syukur jeng kalo gitu." ujar
mamah.
"Om Bram mana tan?" ujarku
ramah.
"Mas Bram lagi ke Surabaya dinas.
Besok baru pulang." ujar tante Rika.
"Mah." suara Rasya terdengar.
Tak lama ia pun muncul.
"Eh ada tante Tari." ujar Rasya
tersenyum.
"Gimana masih sakit tangannya?"
ujar mamah.
"Gak ko tan, udah mendingan. Cuma
belum boleh bawa motor aja." ujar Rasya nyengir.
"Lain kali hati-hati. Ini tante bawa
cake coklat kesukaan kamu." ujar mamah tersenyum.
"Thanks ya tan." ujar Rasya
senang.
"Kamu ngobrol sambil makan cake aja
sama Tasya. Mamah sama jeng Tari mau ngobrol diruang tamu." ujar tante
Rika ramah. Rasya mengajakku duduk di meja makan.
"So? lo gak mau nyiapin cake buat
gue?" ujarnya.
"Kan gue tamunya." ujarku heran.
"Tapi kan gue yang lagi sakit."
ujar Rasya tak mau kalah.
"Wuu, lo tuh ya kalo sakit pasti
manja banget." ujarku sebal. Rasya hanya menganggkat bahunya. Aku
mengambil piring dan garpu. Setelah memotong kue menjadi beberapa potongan
kecil aku memberikannya pada Rasya.
"Kenapa?" ujar Rasya saat aku
melihatnya sedang makan.
"Lo gimana ceritanya bisa sampe luka
gitu?" ujarku heran.
"Tadi gue lagi latihan terus gak
sengaja ada yang nyengol gue jatuh eh keseleo deh." ujarnya santai.
"Makanya lain kali hati-hati."
ujarku.
"Ko lo gak kaget atau khawatir
gitu?" ujar Rasya menatapku heran.
"Lonya kan gak apa-apa." ujarku
asal.
"Gak perhatian dasar." keluh
Rasya manja.
"Manja dasar." ujarku tertawa.
"Wuu, oh iya gue besok gak bisa bawa
motor dulu." ujar Rasya.
"Iya, kita naik busway aja, selama 4
hari gue bakal jadi bodyguard lo." ujarku asal.
"Ok." ujar Rasya tersenyum.
"Udah malem, gue balik dulu ya."
ujarku tersenyum. Rasya mengantarkanku ke ruang tamu. Disana mamah dan tante
Rika masih berbincang.
"Mah balik yuk, udah malem."
ujarku.
"Iya, jeng saya pulang dulu ya. Sya
cepet sembuh ya." ujar mamah ramah.
"Thanks ya tan." ujar Rasya
tersenyum.
"Tan aku pulang ya. Kalo si Rasya
bandel jewer aja tan kupingnya." ujarku sambil nyengir.
"Makasih ya sayang. Sering-sering
main ke sini." ujar tante Rika tersenyum. Setelah pamit aku dan mamah pun
pulang ke rumah. Aku pun masuk ke kamar untuk beristirahat. Hari ini sangat
melelahkan untukku.
***
Hari ini aku bangun lebih pagi dan bersiap
untuk berangkat sekolah. Saat aku keluar rumah Rasya pun sedang keluar dari
rumahnya pula. "Tumben gak kesiangan." ujarnya tersenyum.
"Kalo naik busway bisa kesiangan
kali." ujarku sebal. Rasya pun tertawa. Kami berdua berjalan menuju
stasiun busway yang jaraknya tak jauh dari komplek perumahan kami. Pagi itu
stasiun cukup ramai. Saat busway tiba Rasya mengenggam tanganku. Ia
mengandengku masuk ke dalam busway. Kami berdua berdiri didekat pintu.
Penuhnya busway hari itu membuat kami
harus berdiri. Rasya melindungiku dari penuh sesaknya orang-orang. Tubuh Rasya
melekat dekat denganku. Aku dapat merasakan jantungku berdetak dengan cepat.
"Semoga dia gak denger jantung gue." ujarku dalam hati.
Aku menoleh dan kulihat wajahnya terlihat
sangat dekat. Ia tersenyum menyadari aku melihatnya. Aku pun langsung salting
dan membuang pandanganku darinya. Setelah satu jam perjalanan kami pun tiba di
halte sekolah kami.
"Penuh banget." ujar Rasya
ketika kami telah turun dari busway. Aku hanya diam.
"Lo kenapa? pusing?" ujar Rasya
melihatku dari dekat.
"Gak ko." ujarku salting.
"Yuk buruan nanti telat." ujarku lalu berjalan lebih dulu darinya.
Rasya mengikutiku dari belakang tanpa berkata apa pun.
"Sya." ujarku pelan.
"Hmm." ujarnya singkat.
"Rasya." seseorang memanggilnya.
Friska menghampirinya. Aku pun berjalan lebih dulu dan masuk ke kelas duluan.
"Rasya mana Sya?" ujar Nila
melihatku datang sendiri.
"Lagi sama gebetannya." ujarku
asal.
"Friska maksud lo?" ujar Galih
yang memang sedang mengobrol dengan Nila.
"Emang Rasya cerita kalo Friska
gebetannya?" ujar Nila kaget.
"Gak." ujar Galih nyengir.
"Lagian lo berdua kan sering rumpiin mereka." ujarnya asal.
"Ih lo tuh ya." ujar Nila
mencubit tangan Galih.
"Aww, bisa gak si gak pake
nyubit." ujar Galih sebal.
"Lo berdua tuh ya gak keliatan
pacaran. Jangan-jangan kalo lagi jalan berdua berantem mulu lagi." ujarku
meledek mereka.
"Galih mah cuma diluarnya gitu, kalo
lagi berdua juga beda." ujar seseorang dari belakangku. Aku menoleh dan
kulihat Rasya berdiri di sana.
"Lo sejak kapan diri di sana?"
ujarku heran.
"Sejak Nila nyubit Galih."
ujarnya santai.
"Lo Sya kaya gak gitu aja sama Tasya."
ujar Galih membalas ucapan Rasya.
"Iya dong." ujar Rasya tertawa.
Tak lama bel pun berbunyi. Kami kembali ke tempat duduk masing-masing.
***
Bel istirahat berbunyi. Kami berempat duduk
bersama di kantin. "Pasti susah ya Sya pake tangan kiri." ujar Nila
ketika kami sedang makan.
"Iya lumayan, tapi gak percuma si gue
jadi dapet bodyguard deh." ujar Rasya melirik kearahku.
"Paling juga kebalik." ujar
Galih nyengir.
"Iya si, ujung-ujungnya gue
juga." keluh Rasya. Aku menyenggol tangan Rasya yang sakit dengan sengaja.
"Aww." ujar Rasya. Aku hanya
cuek saja. Galih dan Nila tertawa melihat kami.
"Lo berdua tuh ya, kenapa gak jadian
aja si?" ujar Galih heran.
"Hmmm, boleh juga ide lo lih. Tapi lo
gak dapet PJ ya." ujar Rasya tertawa. Aku hanya diam.
"Pelit lo." ujar Galih sebal.
"Lo bukannya sama Friska?" ujar
Nila bingung dengan becandaan mereka.
"Gak." ujar Rasya cuek.
"Tapi kan lo deket banget sama
dia." ujarku angkat bicara.
"Lo cemburu?" ujar Rasya
menatapku.
"Lo tuh ya iseng banget." ujar
Galih menyenggol tangan kiri Rasya. Rasya hanya nyengir.
"So?" ujar Nila.
"Just friend." ujar Rasya
mengangkat bahunya.
"Tapi lo berduaan mulu kemaren."
ujar Nila.
"Itu karna gue ada urusan berdua.
Tunggu dulu lo berdua gak bikin gosip yang aneh-aneh kan?" ujar Rasya
melihat ada yang aneh. Nila pun nyengir. Rasya tersenyum melihatku.
"Lain kali kalo mau nanya jangan ragu
makanya." ujar Rasya. Aku hanya mengangguk pelan. Bel berbunyi dan kami
kembali masuk ke kelas.
***
Siang itu aku menunggu Rasya di dekat
taman sekolah. Tiba-tiba Friska menghampiriku. "Hai Tas." ujarnya
tersenyum.
"Hai Fris." ujarku ikut
tersenyum.
"Nunggu Rasya?" ujarnya. Aku
mengangguk pelan.
"Lo gimana sama Rasya?" ujarku
pelan.
"Rasya belum cerita sama lo?"
ujar Friska. Aku menggeleng pelan.
"Jadi waktu kita berdua jalan pas
makan sebelum gue bilang gue suka, Rasya udah cerita duluan kalo dia punya
orang yang dia suka." ujarnya.
"Sorry gue gak tau masalah itu."
ujarku merasa bersalah.
"Emang si sedikit sedih tapi dia
gentle menurut gue." ujarnya tersenyum.
"Tapi kemaren lo kan deket sama
dia." ujarku.
"Oh, itu gue ada urusan sama dia.
Lagian juga gue temenan sama dia sekarang. Upps, lo gak cemburu kan?" ujar
Friska.
"Sempet si, tapi itu hak Rasya deket
sama siapa aja." ujarku tersenyum.
"Tapi lo gak penasaran siapa yang
Rasya suka?" ujar Friska heran.
"Penasaran tapi gue nunggu Rasya
cerita ke gue. Selama orang itu baik dan bisa buat Rasya bahagia its ok."
ujarku tersenyum.
"Lo orang baik Tas. Sekarang gue
ngerti alesan Rasya." ujar Friska tersenyum.
"Ini rahasia ya, sebenernya lo
orangnya." ujar Friska mengedipkan sebelah matanya. Aku diam karna kaget.
"Hai Sya." ujar Friska. Aku
menoleh dan Rasya berjalan menuju kami.
"Ko lo belum pulang?" ujar Rasya
nyengir.
"Iya, nunggu seseorang dong. Kan gak
cuma lo yang ditungguin." ujar Friska dengan nada bercanda.
"I know." ujar Rasya.
"Btw gue duluan ya. Tas, duluan ya."
ujar Friska tersenyum. Aku membalas senyuman Friska.
"Yuk pulang." ujar Rasya ketika
Friska pergi. Aku mengikuti Rasya, banyak pikiran dibenakku. "Gak mungkin
gue kan?" ujarku dalam hati.
"Tas?" ujar Rasya menatapku. Aku
hanya tersenyum.
"Friska ngomong yang aneh-aneh
ya?" ujar Rasya khawatir.
"Gak ko, bener kata lo dia fun dan
baik." ujarku tersenyum.
"Ya gitulah." ujar Rasya
nyengir.
"Lo gak latihan?" ujarku.
"Gimana latihannya kalo gini?"
ujar Rasya sambil melirik tangan kanannya.
"Oh iya." ujarku nyengir. Tak
lama busway yang kami tumpangi datang, Rasya mengandengku masuk ke dalam. Aku
memperhatikan tangan kami berdua. Sampai didalam Rasya mengajakku duduk.
"Akhirnya dapet duduk." ujar
Rasya. Aku pun tertawa melihatnya.
"Ye, ketawa lagi." ujar Rasya
tersenyum. Perjalanan pun berlanjut. Tanpa terasa aku tertidur. Kepalaku
bersandar padanya. Rasya tersenyum melihatku. Satu jam perjalanan pun berlalu.
Ketika kami hampir sampai Rasya membangunkanku.
"Pegel." ujarku ketika kami
sedang berjalan menuju rumah.
"Makanya jangan tidur sambil
duduk." ujar Rasya.
"Abis cape banget kalo naik
busway." ujarku asal.
"Dasar." ujar Rasya tersenyum.
Saat kami tiba dirumah Rasya dan aku masuk ke rumah kami masing-masing. Aku
masuk ke kamar dan mengganti baju. Aku berbaring sebentar di ranjang. Setelah
beristirahat aku pun turun untuk makan siang.
"Rasya." ujarku kaget melihat
Rasya duduk di meja makan bersama mamah.
"Kamu udah istirahatnya? Sini makan
bareng." ujar mamah. Aku duduk bersama mereka.
"Lo ngapain disini?" ujarku
heran.
"Kamu ko ngomong gitu? Biasanya juga
Rasya kesini tiap hari." ujar mamah.
"Tuh dengerin." ujar Rasya
nyengir.
"Dasar manja." ujarku sebal.
Kami bertiga makan bersama. Beberapa canda menemani suasana siang itu. Selesai
makan aku mengajak Rasya naik ke atas untuk menonton film.
"Tante Rika lagi kerja?" ujarku
sambil menyetel film insidious.
"Iya, bosen dirumah sendiri."
ujar Rasya.
"Lo kan emang biasanya main ke sini
tiap hari." ujarku. Aku duduk disebelah Rasya sambil membawa beberapa
cemilan.
"Lo kan abis makan?" ujar Rasya.
"Terus?" ujarku cuek.
"Ntar tambah gendut aja." ujar
Rasya mengambil cemilan dan memakannya. "Tapi gue suka lo yang kaya
gini." ujar Rasya tersenyum.
"Kalo gitu kita pacaran." ujarku
asal.
"Dasar." ujar Rasya tertawa.
"Udah ah gue ambil minum dulu,
ok." ujarku tersenyum.
Aku naik ke atas dan membawa 2 gelas
orange juice. Aku mendekati Rasya. Dia tertidur disana. "Sya, lo gak
pernah sendiri. Kita akan selalu bersama." ujarku tersenyum.
Aku duduk dibawah dan melanjutkan menonton
film. Rasya membuka matanya dan tersenyum. "Cuma lo yang selalu ada buat
gue Tas." ujarnya dalam hati. Film pun berakhir, waktu sudah menunjukkan
pukul setengah 6 sore.
"Sya." ujarku membangunkannya.
"Hmmm." ujarnya masih memejamkan
mata.
"Udah setengah 6, nyokap lo udah
balik dari tadi." ujarku.
"Iya." ujar Rasya yang masih
tampak mengantuk. "Gue balik dulu ya, thanks." ujarnya tersenyum lalu
pulang ke rumah. Aku masuk ke dalam kamar dan mencoba berjalan dengan heels
baruku. Beberapa kali aku hampir terjatuh. Dari jauh Rasya melihatku dari
jendela kamarnya. Ia tersenyum.
***
Sudah 4 hari waktu berlalu. Nanti malam
adalah malam prom. "Sya, lo udah ngajak Rasya ntar malem?" ujar Nila
menghampiriku di kelas.
"Belom." ujarku singkat.
"Terus ntar malem lo dateng sama
siapa?" ujarnya bingung.
"Liat nanti, okay." ujarku
tersenyum.
"Rasya kemana gak keliatan?"
ujar Nila.
"Latihan, yuk balik." ujarku
menggandeng tangan Nila. Tiba dirumah aku berbaring diatas ranjang. Aku
memandangi langit-langit kamarku. Tiba-tiba sebuah pesan masuk.
Lo gak mau ngajak gue ke prom?
Rasya
Aku tersenyum melihat pesannya. Lalu aku
langsung membalasnya.
Ok nanti malem gue tunggu jam setengah 7 ya
Tasya
Pesan pun terkirim. Diseberang sana Rasya
tersenyum melihat pesan Tasya.
***
Aku tertidur dan terbangun jam 6 sore.
Dengan terburu-buru aku pun mandi dan berganti baju. Selesai aku turun ke
bawah. Mamah melihatku dengan bingung.
"Kamu mau kemana?" ujarnya.
"Malem ini ada prom mah, aku janjian
sama Rasya setengah 7." ujarku sibuk memakai sepatu.
"Sini." ujar mamah lembut
membawaku ke kamarnya.
"Mamah aku gak mau dimake up menor
ya." ujarku protes.
"Udah percaya sama mamah. Lagian kamu
mau ke prom tapi kaya mau main." ujar mamah. Mamah mulai memakaikanku
bedak, eyeliner, maskara dan lipstik berwarna merah muda. Selesai meriasku
mamah menata rambut panjangku menjadi rapih. Mamah membuatnya menjadi cantik.
Aku memandangi wajahku sendiri.
"Dah sekarang kamu bisa pergi."
ujar mamah tersenyum.
"Thanks ya mah." ujarku senang.
Aku keluar dan pamit dengan mamah dan papah. Ka Bayu mengantarku ke depan.
"Sya." ujar ka Bayu keluar
terlebih dahulu.
"Ka, Tasya mana?" ujar Rasya
yang telah menunggu setengah jam di depan. Rasya mengenakan jas hitam yang
seukuran dengan badannya. Terlihat sangat keren.
"Bentar lagi keluar. Tapi lo jangan
kaget ya, tadi nyokap dandanin dia. Kalo lo takut malu mending gak jadi
aja." ujar ka Bayu iseng. Rasya hanya tersenyum. Aku yang telah berada di
belakang mereka pun sebal.
"Ka Bayu." ujarku sebal. Mereka
menoleh ke arahku. Rasya hanya terdiam dan ka Bayu tertawa.
"Udah sana kakak masuk aja."
ujarku mendorong ka Bayu masuk.
"Jangan pulang malem-malem."
ujar ka Bayu nyengir lalu masuk ke dalam.
"Dasar rese." ujarku sebal.
Aku menoleh ke arah Rasya yang masih
terdiam. "Sya." ujarku bingung. Rasya tersenyum dan membuka pintu
mobilnya. Aku pun masuk ke dalam. Di dalam Rasya masih tak banyak bicara.
"Aneh ya." ujarku pelan.
"Gak ko, lo cantik." ujar Rasya
tersenyum. Aku pun ikut senang. Satu jam perjalanan kami lewati. Tak lama kami
telah tiba di sekolah. Aku merasa sangat gugup. Rasya membukakan pintu mobil.
"Kenapa?" ujar Rasya lembut.
"Gue gak aneh kan?" ujarku memastikan kembali.
"Gak ko. Lo percaya sama gue."
ujar Rasya lembut. Rasya mengulurkan tangannya kepadaku. Aku menerima dan
keluar dari mobil. Kami berdua masuk ke dalam sekolah. Suasana malam itu sangat
berbeda.
"Sya, lo gak boong kan? ko pada liatin
gue?" ujarku salting.
"Gak Tas, mungkin mereka terpesona
sama lo." ujar Rasya lembut.
"Sya." seseorang memanggil kami.
"Nila." ujarku melihat Nila
bersama Galih. Nila terlihat sangat cantik. Mereka berdua terlihat serasi.
"Lo berdua serasi banget."
ujarku tersenyum.
"Lo berdua juga serasi ko." ujar
Galih nyengir.
"Iya dong." ujar Rasya
merangkulku.
"Eh iya foto yuk." ujar Nila.
Kami berempat berfoto bersama. Mulai dari beberapa gaya dan posisi yang
berbeda.
"Sini gue fotoin lo berdua."
ujarku kepada Nila dan Galih. Setelah mengambil beberapa foto Nila melihat
hasilnya.
"Yuk gantian." ujar Nila
kepadaku.
"Gue?" ujarku bingung. Aku dan
Rasya berdiri bersebelahan. Kami berdua tampak kaku satu sama lain.
"Deketan dong." ujar Nila. Rasya
merangkulku dan kami berfoto bersama.
"Nih." ujar Rasya memberikanku
segelas minuman dingin.
"Thanks." ujarku tersenyum.
"Kaki lo sakit?" ujar Rasya
lembut.
"Gak ko pegel doang. Ntar juga abis
istirahat mendingan." ujarku.
"Oh, kalo lo cape kita bisa pulang
duluan." ujar Rasya.
"Hai Sya." seseorang memanggil
Rasya. Aku menoleh dan kulihat Friska berdiri disana. Ia terlihat sangat cantik
dengan menggunakan gaun merah.
"Hai." ujar Rasya tersenyum.
"Lo daritadi? Ko gak nyapa gue?"
ujar Friska.
"Sorry." ujar Rasya nyengir.
"I know." ujar Friska melirikku
dan tersenyum.
"Kalo gitu gue ke ka Ken dulu ya,
ntar dia nyariin lagi." ujarnya nyengir.
"Friska sama ka Ken?" ujarku ketika
ia telah pergi.
"Iya, makanya jangan suka
gosip." ujar Rasya mencubit pipiku.
"Sya." ujarku pelan.
"Hmmm." ujarnya.
"Lo kenapa gak jadian sama
Friska?" ujarku pelan.
"Hmm, jadi lo lebih seneng gue sama
Friska?" ujar Rasya menatapku.
"Gak si, tapi gue mau tau kenapa.
Kemarin Friska sempet bilang kalo lo suka sama orang lain." ujarku tak
berani melihat wajahnya.
"Dasar Friska." keluh Rasya.
"Sya." ujarku pelan.
"Iya." ujarnya lembut. Aku hanya
tersenyum.
"Lo gak apa-apa?" ujarnya
khawatir.
"Gak ko." ujarku tersenyum.
"Gue tau lo pasti bingung sekarang.
Maaf." ujar Rasya pelan. Aku mulai mau menangis. Rasya memelukku.
"Jangan nangis ok." ujar Rasya
lembut ditelingaku. Aku mengangguk pelan.
"Sya, gue malu." ujarku salting.
Rasya pun melepaskan pelukannya.
"Dari gue kecil lo selalu disamping
gue. Mau gue nakalin lo sampe gue ngambil semua perhatian nyokap lo ataupun
kita berantem lo selalu di samping gue." Aku Rasya jujur.
"Perasaan itu tumbuh gitu aja. Saat
gue sadar saat kita masuk SMA. Makanya waktu lo mau bantuin Friska awalnya gue
sempet marah. Tapi nyatanya gue gak bisa. Gue bukan anak SMP yang bisa jadian
saat lo ngenalin cewek." Jelas Rasya.
"Maaf." ujarku pelan. Rasya
tersenyum.
"Gue seneng ko lo jujur. Dan gue
seneng waktu lo lebih perhatian sama gue." ujarnya nyengir.
"Dasar." ujarku tersenyum.
"Gitu dong, dari tadi gue gak liat lo
serelax ini." ujar Rasya.
"Terus kenapa lo gak bilang?"
ujarku bingung.
"Lo kan gak nanya." ujar Rasya
asal. Aku hanya memasang wajah sebal. Rasya tertawa melihatku. "Sorry,
sebenernya gue mau tau gimana perasaan lo ke gue. Dan gue gak mau ngerusak
hubungan kita. Selama ini juga gue sering ngasih kode, tapi lo nya cuek
aja." ujar Rasya. Aku hanya diam.
"So, lo mau jadi pacar gue?"
ujarnya lembut.
"Gak." ujarku singkat. Rasya pun
diam. "Tapi kalo jadi pasangan gue mau." ujarku tersenyum.
"Dasar." ujar Rasya mencubit
pipiku.
"Hasyiiim." ujarku mulai
kedinginan. Rasya hanya tersenyum dan melepaskan jasnya. Ia memakaikanku
jasnya.
"Kalo dingin bilang daritadi."
ujar Rasya.
"Makanya peka dong." ujarku
asal.
"Udah yuk masuk, gue laper."
ujar Rasya merangkulku. Aku melepaskan rangkulannya dan masuk duluan. Rasya tersenyum
melihatku. Ia mengandeng tanganku dari belakang.
“Udah ada yang jadian kayanya,” ujar Galih nyengir
melihat kami berdua masuk. Rasya hanya tersenyum.
Kami berempat menikmati pesta malam itu
dengan canda tawa. Setelah pesta usai Rasya mengantarku pulang. Tak banyak yang
berubah dari hubungan kami. Hanya saja sekarang kami berdua bertambah dekat
layaknya pasangan kekasih.
THE END